Ketahanan Ekonomi Melalui Desa Wisata, Mungkinkah Terwujud?

Ketahanan Ekonomi

Ketahanan ekonomi dalam sistem kapitalisme sekuler sejatinya rapuh, sebab ia menganggap rakyat adalah beban karena banyak yang harus dipenuhi dan dilayani.

Oleh. Suryani
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com-Desa Wisata merupakan program pemerintah yang saat ini sedang digalakkan. Tujuannya untuk kemandirian desa juga pertumbuhan ekonomi, terutama dari sektor industri pariwisata. Semua desa bersaing untuk meraih penghargaan dan menjadi desa percontohan.

Salah satu desa yang mendapat penghargaan adalah Desa Cibiru Wetan, yang berada di Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Bey Machmudin salah seorang pejabat Gubernur Jawa Barat merasa terkesan dengan semua pencapaiannya. Di antaranya, adanya perpustakaan digital, pelayanan administrasi yang ramah, dan penataan bantuan langsung tunai (BLT) yang rapi.

Di samping itu, Desa Cibiru Wetan juga mempunyai lahan seluas 2.000 meter persegi yang ditanami berbagai komoditas dari mulai cabai keriting, mangga harum manis sampai peternakan ayam. Bahkan, desa ini mampu mengelola sampah secara mandiri dari tahun 2020 lalu. Bey menilai hal ini merupakan bentuk nyata dari desa mandiri dan berharap akan menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Jabar. (TribunJabar, 8-11-2024)

Memang itulah yang diharapkan pemerintah dari adanya program desa wisata, yakni membentuk kemampuan serta kemandirian desa secara ekonomi. Apalagi Indonesia yang memiliki 74 ribu desa merupakan potensi yang besar untuk mewujudkan dan mengembangkan desa wisata.

Namun, masih terlalu dini kiranya menetapkan bahwa Desa Cibiru Wetan sebagai desa mandiri dan inspiratif. Kemampuan suatu desa dalam menciptakan perpustakaan digital, pelayanan administrasi, pengelolaan lahan, dan mampu mengelola sampah secara mandiri, sejatinya merupakan keberhasilan kapitalisme yang diusung negara ini agar bisa memberdayakan masyarakat secara ekonomi tanpa membebani negara.

Rakyat Adalah Beban

Negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler menganggap rakyat adalah beban karena banyak yang harus dipenuhi dan dilayani. Sehingga dibuatlah program agar masyarakat bisa mengatasi dan memenuhi kebutuhannya sendiri, di samping menambah anggaran daerah.

Sistem ini pun mempunyai ciri khas yakni meraih keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu, seorang penguasa ketika menjalankan amanah kekuasaannya bukan lagi untuk mengurusi urusan rakyat, melainkan memberi kebebasan sebesar-besarnya bagi siapa saja yang bisa menghasilkan materi. Karena negara dalam sistem ini tidak diperkenankan untuk melarang ataupun membatasi aktivitas para kapital dalam mengembangkan kekayaannya. Negara cukup memberikan fasiltas dan regulasi untuk mereka.

https://narasipost.com/opini/03/2024/desa-wisata-akankah-membawa-sejahtera/

Hal ini disebabkan peran pemerintah dalam hal pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan nyaris tidak dirasakan keberadaannya oleh rakyat, karenanya mereka terpaksa berjuang sendiri untuk bertahan hidup. Perjuangan ini diperparah dengan beragam kebijakan zalim pemerintah akibat pro kapital. Sebut saja di antaranya UU Cipta Kerja, beragam pungutan pajak, alih fungsi lahan untuk infrastruktur dan proyek nasional. Sementara hubungan antara rakyat dan penguasa tidak lebih sebagai penjual dan pembeli (transaksional). Tidak ada kasih sayang penguasa untuk melayani atau mengurus rakyat, yang ada hanya hitungan untung dan rugi. Bahkan, di saat inflasi dan deflasi seperti saat ini rakyat terus dibebani dengan berbagai kenaikan bahan pokok dan dicabutnya subsidi.

Berbanding terbalik dengan penguasa dalam sistem Islam. Mereka menerima amanah semata-mata karena mengharap keridaan Allah saja. Ketakwaan dan keimanan yang kuat, menjadikan seluruh aktivitasnya benar-benar dipersembahkan untuk mengurusi rakyat juga meninggikan kalimatullah. Mereka meyakini betul akan sabda Rasulullah saw.:

"Imam/pemimpin adalah raa'in (pengurus/pengembala) dan dia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)

Karena itu, negara tidak akan menganggap bahwa rakyat itu beban, justru mereka akan diurus dan dilayani sesuai tuntunan syariat. Hubungan antara keduanya bagaikan orang tua terhadap anaknya, tentunya sebagaimana orang tua akan memberikan yang terbaik untuk putra dan putrinya.

Islam Mewujudkan Ketahanan Ekonomi

Pemerintah tidak akan membebani rakyat dalam menumbuhkan perekonomian. Karena sejatinya itu merupakan tanggung jawabnya dalam mewujudkan ketahanan ekonomi. Maka negara dalam Islam memiliki seperangkat aturan dalam merealisasikan hal tersebut. Di antaranya dengan menerapkan sistem ekonomi Islam yang berorientasi pada mekanisme mewujudkan kedaulatan negara dan kesejahteraan masyarakat. Negara tidak akan menjadikan wisata sebagai aset ekonomi ataupun lahan bancakan para kapital. Masing-masing wilayah negara seperti desa ada dalam riayah penguasa pusat yang diwakili oleh seorang gubernur. Gubernur inilah yang akan memastikan kebutuhan wilayah di mana ia ditugaskan terpenuhi. Baik kebutuhan primernya seperti sandang, pangan, papan atau jaminan terpenuhinya pendidikan, kesehatan, serta keamanan.

Sistem ekonomi Islam juga mengatur soal kepemilikan, termasuk menetapkan bahwa sumber daya alam adalah milik umat, haram diberikan kepada individu, lembaga apalagi asing. Maka, semuanya akan dikelola negara dan kemanfaatannya dikembalikan kepada rakyat tanpa hitungan untung rugi.

Tidak hanya dari SDA yang begitu melimpah ruah, sumber kas negara pun akan diperoleh dari ganimah, fai, kharaj, rikaz, jizyah, dan lainnya. Ditambah sistem moneter antiriba dan berbasis emas dan perak, ketahanan ekonomi cenderung stabil dan resisten terhadap inflasi serta berbagai krisis.

Khatimah

Dengan berbagai aturan Islam yang diterapkan, ketahanan ekonomi negara akan kuat dan tidak bergantung pada negara mana pun. Negara akan mampu menyejahterakan rakyat. Rakyat tidak dibebani dengan sesuatu yang bukan tanggung jawabnya. Mereka akan fokus menjalankan tugasnya sebagai warga negara, yakni menjalankan ketaatan kepada Allah, rasul-Nya, dan pemimpin di antara mereka.

Namun, saat ini negara yang menerapkan Islam tersebut belum terwujud, padahal kondisi umat saat ini sudah sangat mengkhawatirkan dari berbagai aspek. Bukan hanya ekonomi, tapi juga hukum, interaksi sosial, budaya serta keamanan. Maka, inilah saatnya umat bersatu untuk berjuang dengan segenap kemampuannya agar Islam bisa terlaksana dalam institusi negara yang menjalankan roda pemerintahannya sesuai metode Rasulullah saw.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Suryani Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Sungai Eufrat Mengering, Benarkah Pertanda Kiamat?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Suryani
Suryani
1 hour ago

Masyaa Allah..begitu indahnya Islam dalam mengatur kehidupan. Semoga tidak lama lagi akan hadir di tengah-tengah kita. Jazakunallah segenap tim di Media NP..semoga selalu menjadi yang terdepan dalam perjuangan ini

novianti
novianti
3 hours ago

Dipikir-pikir kita diminta mengurus semua ya. Desa didorong jadi desa wisata agar penduduknya dapat penghasilan tambahan. Sementara pajak yang ditarik dari rakyat, dipakai untuk menggaji pejabat-pejabat yang berpikir tentang perutnya sendiri.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram