Sejatinya kerja sama yang dibangun Indonesia bersama Cina justru kian membuat negeri ini berada dalam cengkeraman negara imperialis.
Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hubungan Indonesia dan Cina menuju babak baru dan makin mesra. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Presiden Prabowo Subianto saat kunjungan perdananya ke Beijing, Republik Rakyat Tiongkok pada 8—10 November 2024. (cnnindonesia.com, 09-11-2024)
Dalam pertemuan tersebut, kedua pejabat negara menandatangani serangkaian dokumen, termasuk nota kesepahaman (MoU). Beberapa kesepakatan kerja sama antara Indonesia dan Cina, yaitu aturan tentang persyaratan fitosanitasi untuk ekspor buah kelapa segar dari Indonesia ke Tiongkok, pedoman kerja teknik untuk mengampanyekan perikanan tangkap berkelanjutan. Selanjutnya, penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang penguatan kerja sama ekonomi biru, kerja sama dalam bidang sumber daya mineral, kerja sama dalam bidang sumber daya air, bidang maritim, dan lainnya. (setkap.go.id, 09-11-2024)
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Xi Jinping sama-sama berharap hubungan antara Cina dan Indonesia bisa makin erat demi mencapai keuntungan kedua negara sebagai sesama negara berkembang dan juga untuk stabilitas seluruh Asia. Lantas, benarkah kerja sama ini bisa berjalan seimbang sebagai sesama negara berkembang?
Tidak Seimbang
Indonesia dan Cina sama-sama merupakan negara berkembang. Hanya saja, Cina telah diakui dunia sebagai negara berkembang terbesar, bahkan bisa dikatakan Cina merupakan negara adidaya di kawasan Asia. Hal ini ditandai bagaimana pengaruh Cina sangat mendominasi di kawasan Asia, khususnya dalam bidang ekonomi. Lembaga Survei Indonesia (LSI) melaporkan, selama hampir sepuluh tahun terakhir, pengaruh Cina di kawasan Asia, termasuk Indonesia meningkat tajam. Bahkan, pengaruh Cina mengungguli Amerika Serikat pada tahun 2019. Ini mengindikasikan Cina akan menuju negara adidaya global. (VOAIndonesia.com, 20-01-2024)
Sedangkan Indonesia juga merupakan negara berkembang, tetapi ketergantungannya pada negara asing, termasuk Cina masih sangat tinggi, baik dalam bidang teknologi, perdagangan, dan lainnya. Misalnya, pada bidang teknologi, salah satunya sektor energi, Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki ketergantungan kepada teknologi asing yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan Indonesia belum mampu untuk mengembangkan teknologinya secara mandiri untuk bersaing di pasar internasional. Alhasil, mereka harus mengimpor teknologi seperti turbin air, sel surya, dan lainnya dari negara luar.
Dari sini terlihat adanya perbedaan status yang sangat jauh antara Cina dan Indonesia sehingga kerja sama ini sangat tidak seimbang. Cina merupakan negara yang memiliki modal besar, sedangkan Indonesia masih belum mampu menciptakan kemandirian bangsanya. Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa Indonesia akan kembali menjadi negara yang didominasi dalam kerja sama ini, bahkan lagi-lagi Cina akan lebih diuntungkan dari berbagai sisi daripada Indonesia.
Cina Mendikte Indonesia
Kerja sama yang dibangun Indonesia dengan Cina, alih-alih menguntungkan Indonesia, yang ada aktivitas ini kian memberikan kebebasan kepada Cina untuk mendikte Indonesia dari berbagai sisi, mulai sisi modal, tenaga kerja, hingga bahan baku sebab Cina lebih unggul daripada Indonesia. Kondisi ini terlihat nyata pada kerja sama yang dilakukan oleh penguasa sebelumnya, seperti makin derasnya TKA Cina masuk ke Indonesia. Penguasa seakan tidak mampu membendung masuknya TKA Cina ke Indonesia, bahkan penguasa memberikan karpet merah kepada Cina untuk memasukkan tenaga kerjanya ke negeri ini.
Hal itu makin nyata, bagaimana pada musim pandemi Covid-19 lalu, saat penguasa melarang rakyatnya untuk tidak bepergian ke luar negeri, tetapi di sisi lain, penguasa justru mendatangkan TKA Cina ke Indonesia dengan begitu bebas. Tidak hanya itu, impor beberapa komoditas dari Cina pun makin membanjiri negeri ini hingga membuat industri tekstil dalam negeri kolaps dan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Semua itu adalah imbas dari kerja sama yang dilakukan oleh Cina kepada Indonesia sehingga Indonesia terikat dengan berbagai syarat yang ada dalam perjanjian tersebut.
Peneliti Indonesia-Cina di Center for Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat mengungkapkan, posisi Indonesia di hadapan Cina begitu lemah, hal tersebut tampak dari kebijakan penguasa yang selalu berubah-ubah terkait ekspor mineral, padahal ekspor ini bisa mengancam lingkungan. Begitu pula dengan derasnya TKA Cina yang masuk ke negeri ini tidak mampu dihalau lantaran belenggu ikatan kerja sama Indonesia-Cina. Bukti keberpihakan pemerintah kepada asing juga kian tampak dari UU yang dihasilkan, semisal UU Cipta Kerja (muslimahnews.com).
Di sisi lain, kerja sama ini dimanfaatkan Cina untuk makin memperkuat dan mengamankan pengaruhnya di kawasan Asia. Tidak dimungkiri bahwa Cina berusaha untuk mengungguli dan menggeser pengaruh Amerika Serikat di kawasan Asia dengan melakukan kerja sama kepada beberapa negara di kawasan. Dengan adanya perjanjian-perjanjian ini maka Cina memiliki keleluasaan untuk makin menancapkan hegemoninya, seperti yang dilakukan Amerika Serikat.
Dengan demikian, bagaimana bisa Indonesia kembali menjalin kerja sama dengan Cina dalam bidang mineral, maupun pada bidang lainnya untuk mendapat keuntungan? Kita harus memahami bahwa sifat negara-negara imperialis adalah menjajah, bukan membantu dengan cuma-cuma ataupun mencari keuntungan bersama-sama. Mereka melakukan berbagai cara manis untuk mencengkeram lawan-lawannya, salah satunya dengan berbagai kerja sama dengan dalih mencari keuntungan bersama dan demi kemajuan bangsa bersama. Apalagi diketahui bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) begitu melimpah sehingga bisa dieksploitasi untuk menghasilkan keuntungan besar.
Oleh karenanya, sampai kapan pun kerja sama yang dijalin Indonesia dengan Cina hanya akan menguntungkan Cina karena posisi Indonesia begitu lemah di hadapan Cina. Hal ini harus segera dihentikan sebab jika dibiarkan lambat laun kedaulatan ibu pertiwi akan tergadai.
Indonesia Mampu Mandiri
Sejatinya Indonesia tidak memerlukan kerja sama kepada negara-negara lain dalam bidang apa pun, termasuk bidang maritim dan sumber daya air yang justru menggerus kedaulatannya dan membuat negeri ini tunduk pada negara lain jika menerapkan politik ekonomi Islam untuk mengatur segala sendi kehidupan negaranya. Sistem Islam akan membuat Indonesia menjadi negeri yang mandiri dan tidak bergantung pada negeri-negeri lain sebab Indonesia memiliki potensi tersebut.
Indonesia merupakan negara yang dikaruniai Allah berbagai kekayaan alam yang melimpah dan kesuburan tanah yang sangat bagus. Dengan penerapan sistem politik ekonomi Islam akan membuat sumber daya alam tersebut dikelola oleh negara, bukan justru diserahkan kepada asing atau swasta sebab Islam mengharamkan penguasaan SDA oleh individu, swasta, maupun asing.
Oleh karenanya, pengelolaan SDA yang dilakukan oleh Khilafah secara mandiri ini akan menghasilkan pendapatan negara yang sangat luar biasa. Sebut saja, pengelolaan tambang emas oleh PT Freeport Indonesia di Mimika, Papua bisa meraup pendapatan sebesar Rp141 triliun. Selanjutnya, penambangan batu bara berkualitas tinggi oleh PT Kideco Jaya Agung di Makassar, Sulawesi Selatan dapat meraup pendapatan sebesar US$ 1,38 miliar pada 2022 lalu, dan masih banyak lagi tambang-tambang dan SDA lainnya yang dimiliki oleh Indonesia dengan potensi pendapatan yang cukup fantastis.
Pendapatan dari hasil pengelolaan tambang dan SDA yang dimiliki Indonesia akan mampu membuat negeri ini membiayai berbagai proyek strategis demi kemaslahatan rakyat seperti penyediaan air bersih untuk masyarakat, pengadaan sarana pendidikan, dan lainnya tanpa bekerja sama dengan negeri lain, apalagi bergantung pada mereka. Allah berfirman “Sekali-sekali Allah tidak akan pernah memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum mukmin.” (QS. An-Nisa: 141)
Negara Adidaya Terwujud
Tidak hanya itu, Indonesia pun mampu menjadi negara adidaya seperti Cina, Amerika Serikat, dan lainnya. Bahkan Indonesia bisa lebih mengungguli Cina dan Amerika Serikat jika menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam pengaturan negaranya. Apalagi diketahui bahwa sumber daya manusia (SDM) Indonesia pun cerdas-cerdas yang terbukti ketika perlombaan internasional dalam berbagai bidang, salah satunya teknologi Indonesia berhasil menyabet juara.
Misalnya, pada perlombaan International Roboboat Competition (IRC) 2024 yang diadakan di Florida, Amerika Serikat yang melombakan kapal robot tanpa awak. Dalam perlombaan ini, tim kapal robot Barunastra dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) berhasil menyabet juara ketiga dari 16 kampus ternama di beberapa negara di dunia.
Dengan dukungan SDM yang cerdas dan SDA yang melimpah serta penerapan sistem Islam untuk mengatur kehidupan masyarakat maka potensi Indonesia menjadi negara adidaya begitu besar sebab Islam akan memanfaatkan dan memaksimalkan potensi tersebut untuk kemajuan bangsa dengan sebaik mungkin. Islam tidak akan membiarkan negeri ini bergantung pada negeri lainnya, apalagi sampai berada dalam cengkeraman mereka.
Penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiah terbukti mampu menyejahterakan masyarakat dan membawa suatu negara pada kejayaan yang gemilang. Negeri tersebut mengalami kemajuan dalam segala bidang kurang lebih selama 14 abad yang memimpin 2/3 dunia. Bahkan menurut catatan sejarah, banyak negara-negara lain yang menjadikan Khilafah Islamiah sebagai contoh untuk memajukan negaranya.
Khatimah
Sejatinya kerja sama yang dibangun Indonesia bersama Cina justru kian membuat negeri ini berada dalam cengkeraman negara imperialis. Indonesia tidak akan bisa mandiri dan menjadi negara adidaya, yang ada Indonesia justru terus berada di bawah bayang-bayang negara-negara adidaya.
Saatnya Indonesia melepaskan diri dari sistem rusak yang membuat Indonesia tidak mampu menjadi negara mandiri, yaitu sistem kapitalisme sekuler. Indonesia harus mencoba sistem baru, yaitu sistem Islam yang merupakan warisan Nabi Muhammad saw. Sistem ini adalah sistem yang mampu membuat Indonesia menjadi negeri adidaya dan berkuasa di dunia.
Wallahu a’lam bisshawaab. []
Subhanallah negeri ini sdh bisa diprediksi sedari awal, akan bertambah suram, terpuruk dan tertindas dlm kungkungan penjajahan ekonomi dan aspek2 lainnya oleh Cina, AS, Korea dll. Meski ganti pemimpin tdk akan alami perubahan, yg ada tambah masalah dan runyam.
Hanya satu jalan hakiki. Ganti sistem demokrasi dg sistem Islam. Sebab hanya sistem ini yg sesuai perintah Allah, dan memanusiakan manusia, amanah, menyejahterakan, adil dan sesuai fitrah.
Barakallah
Mb Siti atas naskah kerennya.