Impor susu tidak ada di dalam Islam sebab negara mengembangkan potensi geografis dengan menghitung kebutuhan susu yang disesuaikan oleh kemampuan peternak susu lokal.
Oleh. Siti Hulfiya
(Kontributor NarasiPost.Com dan Penulis Aliansi Rindu Islam)
NarasiPost.Com-Pada hari Jumat (8/11) sekitar pukul 08.00 pagi, ratusan peternak, peloper, dan pengepul melakukan aksi membagi-bagikan susu secara gratis kepada warga sekitar di Kawasan Simpang Lima Boyolali Kota. Sebanyak 500 liter susu sapi perah habis dibagikan dalam waktu 15 menit. (Tempo.co, 09-11-2024)
Tidak hanya itu, pada hari sabtu (09/11) ratusan peternak, peloper hingga pengepul susu menggelar aksi membuang susu untuk mandi susu di Tugu Patung Susu Tumpah, Boyolali, Jawa Tengah (rm.id, 9-11-2024).
Koordinator Aksi Sriyono Bonggol mengatakan bahwa sebanyak 50 ribu liter susu dibuang dalam aksi ini, jika dirupiahkan mencapai 400 juta rupiah. (kumparan.com, 9-11-2024).
Aksi ini merupakan bentuk protes karena banyaknya susu yang ditolak oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan dalih pembatasan susu mentah ke pabrik. Ketua Dewan Persusuan Nasional (DPN) Teguh Boediyana menyatakan bahwa pembatasan distribusi susu segar sebagai akibat tidak ada peraturan perundang-undangan yang melindungi usaha peternak sapi perah rakyat dan menjamin kepastian pasar dari susu segar yang dihasilkan.
Mengapa Harus Impor?
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian (Kemenperin) menyatakan kebijakan impor susu dilakukan karena nilai ekspor susu tidak bisa memenuhi kebutuhan susu dalam negeri. Indonesia mempunyai laju pertumbuhan ekspor sebesar 1% dalam enam tahun terakhir, sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu sebesar 5,3%. Hal ini disebabkan jumlah sapi perah di Indonesia masih sedikit sekitar 592 ribu ekor, sehingga hasil produksi susu 8-12 per ekor per hari. Kelangkaan susu segar inilah menyebabkan negara mengeluarkan kebijakan impor susu.
Memang ada alasan lain pembatasan distribusi susu yaitu daya beli susu menurun, maintenance pabrik dan perbaikan grade standar kualitas. Akan tetapi, negara tidak memberikan alternatif kepastian pasar untuk peternak susu lokal. Inilah yang menyebabkan peternak susu lokal melakukan aksi protes membuang susu. Seharusnya jaminan kepastian pasar untuk peternak susu lokal menjadi tanggung jawab negara bukan komunitas masyarakat.
https://narasipost.com/opini/11/2024/susu-lokal-dibuang-impor-penyebabnya/
Dari alasan pembatasan di atas, jelaslah negara berpikir pragmatis melakukan kebijakan impor tanpa melihat dampak yang akan menimpa peternak susu lokal. Peternak susu lokal pun kehilangan pendapatan, bahkan menutup usahanya yang menyebabkan angka pengangguran meningkat.
Kalau memang kebutuhan susu nasional belum terpenuhi, kenapa negara tidak melakukan pengembangan persusuan nasional? Apalagi didukung kondisi geografis Indonesia yang sangat memungkinkan pengembangan persusuan nasional bisa menghasilkan kualitas susu yang sesuai standar pasar dan memenuhi kebutuhan susu nasional.
Sebenarnya susu yang diimpor oleh negara bukan susu sapi segar, tetapi susu berbentuk skim dan bubuk untuk memudahkan pengiriman. Namun, kualitas gizi susu pasti berkurang dibandingkan susu sapi segar. Selain itu susu impor yang berupa skim dan bubuk juga lebih murah, padahal masyarakat membutuhkan susu segar dengan kualitas sesuai standar gizi. Pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat sangatlah penting untuk membentuk generasi sehatsehat.
Paradigma Kapitalisme
Sungguh ironi negara menetapkan kebijakan impor susu yang lebih memihak pengusaha, tetapi rakyatnya sendiri mengalami kesulitan hidup. Negara seakan tidak mau tahu kondisi peternak susu lokal yang berujung kehilangan mata pencaharian. Negara terjerat sistem kapitalisme di mana negara hanya berfungsi sebagai regulator pengusaha.
Fungsi regulator ini sangat dibutuhkan pengusaha untuk melakukan monopoli pasar. Negara yang berparadigma kapitalisme pasti menerapkan kebijakan sistem ekonomi kapitalisme yang berpihak penguasa.
Maka tak heran kebijakan impor susu ditetapkan oleh negara dengan alasan sedang memenuhi kebutuhan nasional, padahal kebijakan impor susu ini memberikan celah pengusaha untuk mendapatkan keuntungan impor susu tetapi mengabaikan pengurusan peternak susu lokal.
Paradigma Islam
Peternak susu membutuhkan negara yang berfungsi sebagai raa'in (pengurus) bukan regulator. Negara yang berfungsi sebagai raa'in hanya ada di sistem Islam. Rasulullah saw. bersabda: "Imam atau khalifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya." ( HR. Muslim dan Ahmad)
Negara (Khilafah) mengupayakan tidak ada pembuangan susu. Negara mengembangkan potensi yang ada yaitu kondisi geografis Indonesia. Negara menghitung kebutuhan susu yang disesuaikan oleh kemampuan peternak susu lokal.
Negara tidak mau bergantung dengan negara lain. Peternak susu lokal diurus oleh negara mulai dari produksi supaya menghasilkan susu berkualitas untuk memenuhi kebutuhan susu nasional.
Distribusi susu juga dijamin oleh negara dengan adanya kepastian pasar, sehingga susu bisa terdistribusi kepada konsumen baik industri, rumah tangga, dan individu. Alhasil, susu yang diterima oleh konsumen sesuai dengan standar gizi yang sudah ditetapkan oleh negara. Untuk memperoleh susu sesuai dengan standar harus berasal susu sapi perah terbaik dari peternak lokal. Bagi negara kebutuhan susu sangat penting kebutuhan gizi masyarakat.
Negara mengeluarkan kebijakan impor susu jika kebutuhan susu dalam negeri benar-benar tidak bisa dipenuhi oleh peternak susu lokal.
Sekalipun impor dilakukan, mekanismenya adalah dari pedagang ke pedagang, sehingga menutup celah mafia susu yang mencari keuntungan dari impor susu. Kalau pun terjadi mafia susu, negara memberikan sanksi yang berat, sehingga memberikan efek jera bagi pelakunya. Negara seperti ini menganut sistem Islam yang diharapkan oleh rakyat.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Rakyat butuh diperhatikan urusannya oleh negara