Derita Migran Indonesia, di Mana Peran Negara?

Derita Migran Indonesia, dimana peran negara

Di bawah naungan Islam, rakyat sejahtera sehingga tidak perlu mencari nafkah ke luar negeri, apalagi sampai menjadi pekerja migran ilegal.

Oleh. Agus Susanti
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding dalam acara diskusi publik bertajuk "Peluang dan Tantangan Bekerja ke Luar Negeri" di Auditorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro Semarang, menyampaikan lebih dari lima juta warga negara Indonesia menjadi pekerja migran ilegal di luar negeri. Jumlah tersebut hampir sama dengan pekerja legal yang berangkat secara resmi atau prosedural. (cnnindonesia.com, 16-11-24)

Beliau mengatakan, PMI ilegal tersebar di 100 negara tujuan. PMI ilegal rawan mengalami eksploitasi dan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Hal ini karena mereka berangkat tidak mengikuti prosedural (ilegal). Karena itu, negara tidak bisa menjamin jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama bekerja di luar negeri. Berbeda dengan pekerja legal yang terdaftar dalam Sistem Komputerisasi untuk Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI). Sistem ini akan menyediakan layanan perlindungan bagi PMI.

Derita Migran dan Kegagalan Negara

Banyaknya pekerja migran Indonesia yang berusaha mengais rezeki di luar negeri, sesungguhnya membuktikan bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang jauh dari kata sejahtera. Sayangnya, meski Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah, rakyatnya banyak yang hidup di garis kemiskinan. Jangankan untuk hidup sejahtera, sekadar mendapatkan pekerjaan yang layak di negeri sendiri pun susah.

Minimnya lapangan pekerjaan, banyaknya syarat penerimaan kerja atau skill khusus yang harus dimiliki, serta jenjang pendidikan yang tinggi, kerap menjadi alasan sulitnya mendapatkan pekerjaan di Indonesia. Untuk menjadi seorang ART (asisten rumah tangga) atau sekadar pelayan kafe pun harus mengantongi beberapa syarat yang memberatkan.

Walhasil, banyak orang yang lebih memilih merantau menjadi pekerja migran Indonesia di luar negeri, baik secara legal maupun ilegal. Hal ini karena di luar negeri lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan tidak banyak persyaratan serta gaji yang relatif lebih tinggi.

Fakta ini harusnya menjadi koreksi penting bagi pemerintah. Hal ini karena semua PMI yang bekerja di luar negeri, baik legal atau ilegal merupakan bagian dari rakyat yang memiliki hak sama. Pemerintah harusnya mampu memastikan ketersediaan lapangan kerja dan memfasilitasi rakyat untuk meng-upgrade berbagai skill yang dibutuhkan.

Banyaknya PMI ilegal mempertegas di mana sebenarnya peran negara. Bukankah ini menunjukkan kelemahan negara sehingga rakyatnya banyak yang bekerja keluar negeri? Di sisi lain, Indonesia justru menerima pekerja dari luar negeri.

Ambruknya Bangunan Keluarga

Permasalahan ekonomi yang tidak stabil menyebabkan banyak pasangan suami istri yang terpaksa bertukar peran dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Seorang istri yang harusnya berada di rumah sebagai madrasah ula dan merawat anak serta suami, justru harus rela menjadi tulang punggung keluarga. Salah satunya dengan menjadi pekerja migran di luar negeri.

Baca juga: pekerja-migran-mesin-uang-yang-diabaikan/

Inilah awal munculnya berbagai permasalahan dalam keluarga. Seorang suami yang tak lagi mendapatkan layanan biologis akhirnya berujung selingkuh. Rumah tangga pun akhirnya retak. Anak kehilangan ibu sehingga menjadi broken home dan berujung kerusakan generasi. Misalnya, mereka menjadi pecandu narkoba, miras, free sex, tawuran, dan lainnya.

Tidak dimungkiri bahwa hal seperti ini kerap kita temui dan semua bermula dari permasalahan ekonomi. Kapitalisme memang menargetkan wanita dalam perubahan ekonomi dengan mengatasnamakan emansipasi wanita. Dengan demikian, tak heran bila para lelaki lebih sulit mendapatkan pekerjaan dibanding wanita.

Derita Migran, Buah Penerapan Kapitalisme

Dengan melimpahnya kekayaan alam Indonesia, mestinya pemerintah bisa mewujudkan kesejahteraan. Dengan begitu, rakyat tak perlu harus merantau ke luar negeri sebagai pekerja migran. Selain itu, pemerintah juga seharusnya mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup dan gaji tinggi pada rakyatnya. Sayangnya, hal itu hanyalah mimpi semata.

Kapitalisme memang sengaja membentuk peran pemerintah hanya menjadi regulator terhadap berbagai kebutuhan rakyat. Akibatnya, negara gagal memastikan ketercukupan berbagai kebutuhan rakyat dengan terperinci. Pemerintah hanya memastikan stok berbagai kebutuhan pokok seperti beras, gula, minyak, dan lainnya cukup untuk seluruh rakyat.

Namun, pemerintah tidak memperhatikan bagaimana cara agak rakyat secara keseluruhan bisa mencapainya. Kelangkaan sering terjadi bukan karena tidak adanya stok, melainkan banyaknya oknum curang yang melakukan penimbunan barang. Hal ini berakibat naiknya berbagai kebutuhan pokok.

Bukannya berusaha semaksimal mungkin untuk mengelola berbagai SDA yang ada, pemerintah justru menyerahkan SDA kepada swasta. Walhasil, rakyat harus merasakan tingginya berbagai kebutuhan pokok dan jeratan pajak yang terus naik. Biaya pendidikan, kesehatan, dan lainnya pun tak kalah memberatkan rakyat. Walhasil, rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya hingga terpaksa mencari pekerjaan ke luar negeri sebagai pekerja migran.

Islam Melindungi Perempuan

Berbeda dengan kapitalisme sekuler yang kerap mengeksploitasi perempuan, Islam justru sangat memuliakannya. Islam memerintahkan perempuan yang sudah balig untuk menutup seluruh bagian tubuhnya (aurat), kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Hal itu sebagai bentuk perlindungan terhadap perempuan.

Di sisi lain, Islam juga memberikan kewajiban mencari nafkah kepala laki-laki. Meski demikian, mereka tak harus bekerja jauh di luar negeri sebagai pekerja migran. Sementara itu, perempuan berperan sebagai ummu warabatul bait, yakni madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dengan demikian, ia ditempatkan di dalam rumah untuk memenuhi tanggung jawab sebagai istri dan ibu.

Untuk keperluan di luar rumah menjadi kewajiban suami/ayah untuk memenuhinya. Baik untuk bekerja mencari rezeki atau sekadar mengerjakan pekerjaan rumah seperti membersihkan halaman, mencabut rumput, dan lainnya. Begitu indah pengaturan Islam untuk menjaga keharmonisan rumah tangga dan kerukunan keluarga. Hal ini tentu tidak terlepas dari peran negara yang memenuhi berbagai kebutuhan rakyat.

Kesejahteraan Sejati dalam Islam

Islam mengatur perekonomian agar memudahkan rakyat dalam memenuhi berbagai kebutuhan. Bukan hanya memastikan ketersediaan berbagai kebutuhan, negara juga mengatur berbagai mekanisme agar rakyat dapat menjangkau, baik soal harga maupun lokasi.

Selain itu, negara Islam juga akan memastikan setiap kepala keluarga memiliki pendapatan, baik dari berternak, bertani atau berkebun. Bahkan, bagi mereka yang mengalami masalah untuk membeli bibit/pupuk, pemerintah akan memberikan bantuan dengan harga murah hingga gratis. Hal tersebut dilakukan sebagai tanggung jawab terhadap rakyatnya.

Di sisi lain, negara Islam juga bertanggung jawab menyediakan berbagai lapangan pekerjaan untuk rakyat. Negara mampu mewujudkan hal tersebut karena Islam memiliki sumber pemasukan yang tetap seperti fai, ganimah, anfal, kharaj, dan jizyah. Negara juga akan memanfaatkan SDA yang ada di dalam negeri. SDA tersebut akan dikelola negara dan hasilnya digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan rakyat, termasuk memberikan fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis.

Selain menyediakan lapangan pekerjaan, negara Islam akan memastikan penetapan gaji yang tinggi. Negara juga berupaya agar rakyatnya memiliki skill yang tinggi dan menguasai berbagai keterampilan lain. Tak ketinggalan, negara akan memastikan setiap perbuatan yang dilakukan rakyatnya tidak melanggar aturan Allah Swt. dengan menerapkan sanksi yang tegas.

Hal ini karena keberkahan Allah hanya akan diberikan apabila penduduknya bertakwa. Sebagaimana firman Allah, "Jika saja penduduk negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi." (QS. Al-A'raf: 96)

Khatimah

Maraknya pekerja migran ilegal merupakan sebuah keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Minimnya peran negara membuat derita migran makin bertambah. Satu-satunya solusi adalah kembali pada Islam dan menerapkan aturannya secara kaffah. Di bawah naungan Islam, rakyat sejahtera sehingga tidak perlu mencari nafkah ke luar negeri, apalagi sampai menjadi pekerja migran ilegal.
Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Agus Santi Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Transgender dan Kampanye Global LGBTIQ+
Next
Demi MBG, Negara Mengandalkan Utang?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram