Pertamina akan melakukan pengkajian terhadap beberapa kemungkinan, salah satunya adalah mengalihkan subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT).
Oleh. Maftucha
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-“Pemerintah selalu merasa berat mengeluarkan anggarannya untuk subsidi. Sebaliknya, sangat antusias jika membahas anggaran untuk tunjangan para pejabat, tentu ini adalah ketidakadilan.”
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan sedikit bocoran terkait adanya rencana pengalihan subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT). Pengalihan subsidi energi ini mencakup BBM dan listrik, sedangkan untuk LPG belum ada perubahan.
Ada beberapa skema yang akan menjadi opsi wacana ini, yakni entah subsidi dihilangkan dan berganti BLT atau opsi lain. Agaknya dalam dua pekan ke depan masyarakat akan menerima kado atas terpilihnya pemerintahan yang baru.
Subsidi Energi
Ditemui usai rapat koordinasi, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa Presiden RI meminta agar dilakukan pengkajian ulang terhadap subsidi energi supaya lebih tepat sasaran. Pemerintah saat ini menilai bahwa subsidi BBM sebesar Rp435 triliun, 20-30 persennya masih belum tepat sasaran.
Untuk itu, pihak kementerian dan lembaga terkait seperti BPH Migas, PT PLN, dan Pertamina akan melakukan pengkajian terhadap beberapa kemungkinan, salah satunya adalah mengalihkan subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT). Menurut Sri Mulyani langkah ini juga demi menjaga kesehatan dan keberlanjutan APBN.
Jika benar subsidi BBM ini dialihkan menjadi bantuan langsung tunai (BLT), tentu pemerintah juga harus memperhitungkan efek ke depannya bagi perekonomian masyarakat dan keberlangsungan pelaku usaha kecil. Hal ini dikarenakan subsidi BBM memiliki dampak yang besar bagi perekonomian nasional.
Kebijakan Rutin Kenaikan BBM
Kenaikan BBM atau apa pun namanya selalu menjadi isu hot di pemerintahan Indonesia. Bahkan, di masa kepemimpinan Jokowi BBM mengalami kenaikan sebanyak enam kali. (Kompas.com, 03-09-2022)
Kenaikan harga BBM seolah menjadi kado rutin bagi pemerintahan baru untuk rakyat Indonesia. Belum juga sebulan menjabat sebagai presiden, pemerintah sudah pasang start agar kabinetnya mengkaji ulang subsidi BBM.
Kenapa ketika pemerintah melakukan pengkajian ulang terhadap APBN selalu saja subsidi BBM menjadi bab yang harus direvisi? Menurut Jokowi saat masih menjabat sebagai presiden, anggaran negara banyak dihamburkan untuk subsidi. (Kompas.com, 17-11-2014)
Pemerintah selalu merasa berat mengeluarkan anggarannya untuk subsidi, padahal Indonesia menempati urutan keempat se-Asia sebagai penghasil minyak mentah. Harga BBM selalu saja mengalami kenaikan, dalih bahwa subsidi tidak tepat sasaran selalu menjadi alasan utama di balik naiknya harga BBM. Sebaliknya, pemerintah sangat perhatian dengan nasib para pejabatnya sehingga harus mengeluarkan triliunan rupiah dari pajak rakyat untuk gaji dan tunjangan para pejabat.
Efek Domino Pengalihan Subsidi BBM
Subsidi energi yang meliputi BBM, listrik, dan LPG adalah kebutuhan masyarakat yang sangat vital. Kenaikan satu sektor saja akan berdampak pada ekonomi masyarakat. Bagi masyarakat kelas bawah, subsidi BBM bisa mengurangi sedikit kesulitan ekonomi mereka yang terseok-seok akibat lesunya perekonomian dan sulitnya mencari pekerjaan.
Wacana pengalihan subsidi BBM menjadi BLT sejatinya sama saja dengan menghapus subsidi BBM. Wacana ini harus mendapatkan perhatian serius dari seluruh lapisan masyarakat. Alibi subsidi salah sasaran hanyalah sekian persen dari yang sudah semestinya.
Bantuan langsung tunai selama ini jumlahnya sangat minim dan hanya didapatkan beberapa bulan saja, tentu ini tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat yang begitu besar. Sedangkan jika dialokasikan untuk subsidi BBM yang merasakan justru lebih merata.
Efek domino jika subsidi ini dihilangkan adalah kenaikan harga barang menjadi tidak terelakkan dan lagi-lagi masyarakat kelas bawah yang akan kena imbasnya. Bagi pelaku usaha kelas kecil hilangnya subsidi BBM bisa membuat usaha mereka semakin redup.
Baca: Menguak Fakta di Balik Harga BBM
Subsidi Migas dalam Sistem Kapitalisme
Kenaikan harga BBM akhirnya menjadi hal yang biasa bagi masyarakat. Rakyat sebagai pemilik kekayaan negeri ini justru tidak bisa menikmati dan hanya bisa pasrah dengan keputusan sang penguasa.
Konsep liberalisasi ekonomi dalam sistem kapitalisme membuat para pengusaha asing bebas menanamkan investasinya di sektor migas. Mereka melihat potensi pasar Indonesia yang begitu besar sehingga mereka ikut bermain dari mulai hulu hingga hilir. Maka tidak heran jika kita menjumpai pesaing Pertamina seperti Shell, Exxon Mobil, AKR, dan Vivo bermunculan di negeri ini.
Para pengusaha ini akan selalu “mencolek” pemerintah agar harga BBM yang dijual pemerintah tidak jauh berbeda dengan harga yang mereka jual. Begitu juga pemerintah akan selalu melakukan penyesuaian harga karena dalam hitungan mereka adalah untung dan rugi, bukan sebagai abdi masyarakat sebagaimana janji mereka saat kampanye.
Kekayaan alam yang sejatinya milik masyarakat ini, pengelolaannya diobral kepada swasta sehingga rakyat tidak bisa menikmatinya. Mirisnya, masyarakat justru menjadi sapi perah dengan menanggung semua utang yang dilakukan oleh pemerintah untuk menutupi defisit anggaran negeri ini. Inilah keniscayaan pengelolaan migas dalam sistem kapitalisme.
Pengelolaan Migas dalam Islam
Islam memandang bahwa sumber daya alam (SDA) seperti migas adalah termasuk kepemilikan umum, rakyat berhak menikmati dan mendapatkannya dengan mudah dan murah. Islam melarang memberikan pengelolaan migas atau kepemilikan umum lainnya kepada individu baik swasta maupun asing.
Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata Rasulullah saw. bersabda, “’Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yakni: air, padang rumput, dan api. Dan harganya adalah haram.’” Abu Sa’id berkata, “yang dimaksud adalah air yang mengalir.”
Dari hadis tersebut jelas bahwa penguasa haram memberikan pengelolaan kekayaan milik rakyat kepada swasta. Negara wajib mengelolanya secara mandiri dan hasilnya dikembalikan lagi untuk kemaslahatan rakyat. Hasil pengelolaan ini bisa diberikan secara cuma-cuma atau dengan kelebihan sedikit yang nantinya kelebihan ini akan dikembalikan lagi untuk kepentingan masyarakat.
Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw. mencabut konsesi tambang garam yang telah diberikan kepada Abyadh bin Hammal, hal itu karena tambang garam tersebut seperti air mengalir sehingga tidak boleh dimiliki oleh individu.
Penguasa adalah pelayan rakyat, dia diangkat dalam rangka untuk mengurusi urusan mereka tanpa pandang bulu. Dalam Islam, masyarakat secara keseluruhan berhak menikmati kekayaan ini tanpa ada pembedaan kaya atau miskin. Hal ini tentu saja berbeda dengan kapitalisme di mana subsidi hanya diberikan kepada masyarakat miskin.
Pemberian pelayanan tanpa pandang bulu ini juga berlaku pada semua sektor seperti pendidikan dan kesehatan.
Khatimah
Sungguh hanya Islam yang bisa mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi manusia. Penerapan syariat Islam secara total ini akan menjauhkan manusia dari perbuatan zalim karena aturannya bersumber dari Yang Maha Adil.
Wallahualam bissawab. []
Selama paradigma penguasa jualan bula riayah ya tetap aja rakyat nya yang babak belur. Baarakallahu fiik mb
Rakyat butuh pengurusan yang sempurna
Barakallah untuk mbak Maftucha
Alasan lama ketika subsidi dicabut karena salah sasaran. Bukankah sudah seharusnya rakyat mendapatkan kemudahan dan harga murah dari BBM? Apalagi negeri ini juga memproduksi minyak mentah.
Semua itu hak rakyat yg harus dipenuhi negara. BLT, subsidi BBM, dan bantuan2 lain menjadi kewajiban negara supaya seluruh rakyat hidupnya terjamin, sejahtera lahir dan batin.
Alasannya sama dari dulu, subsidi BBM tidak tepat sasaran. Lucu ya, berarti pemerintah dari dulu tidak mengatasi hal i i kalau itu. Pengahapusan subsidi BBM memukul semua rakyat, yang dapat bantuan hanya kelompok ttt. Belum lagi, kita tidak pernah tahu biaya real pengelolaan BBM ini. Benarkah memang ada subsudi?
Ini akibatnya kalau pemerintah jualan kepada rakyat.. Maunya untungnya besar