Tunduknya negara pada kepentingan asing adalah hasil dari penerapan kapitalisme liberal. SDA yang notabene milik rakyat justru diserahkan kepada swasta atau asing.
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kerja sama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama tersebut semestinya menguntungkan semua pihak yang terlibat. Di mana pihak-pihak tersebut memiliki kedudukan yang setara.
Presiden Joko Widodo bertemu dengan Presiden AS, Joe Biden, untuk membicarakan beberapa hal. Salah satunya adalah tentang mineral kritis. Dalam pertemuan itu kemudian disepakati Critical Minerals Agreement (CMA). Kerja sama ini memungkinkan Indonesia bisa memasok turunan bijih nikel untuk industri kendaraan listrik di AS meskipun belum ada perjanjian perdagangan bebas dengannya. Menurut aturannya, produk nikel Indonesia bisa masuk ke AS bila sudah ada Free Trade Agreement (FTA). (ekonomi.bisnis.com, 17/11/2023)
Karena itulah, guna menguatkan kerja sama dalam perihal mineral kritis ini, Indonesia mengajukan proposal untuk mendapatkan perjanjian perdagangan bebas terbatas (limited free trade agreement). Sekaligus juga sebagai upaya untuk menghindari diskriminasi pajak untuk mineral kritis asal Indonesia seperti yang diatur dalam IRA.
Dari perjanjian kerja sama ini, tampak RI ingin mengamankan mineral kritisnya pada AS. Tepatkah langkah ini? Apa keuntungannya bagi Indonesia? Bagaimana pandangan Islam terkait kerja sama dengan negara lain? Bagaimana pengelolaan barang mineral yang tepat?
Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya diketahui terlebih dahulu apa itu mineral kritis, CMA, FTA, dan IRA. Mari kita selisik satu per satu.
CMA
Critical Minerals Agreement atau CMA adalah perjanjian dalam hal mineral kritis. Perjanjian ini dilakukan Indonesia dengan AS.
Merujuk pada Kementerian ESDM, mineral kritis adalah mineral yang mempunyai kegunaan penting untuk perekonomian nasional dan pertahanan keamanan negara yang memiliki potensi gangguan pasokan dan tidak ada pengganti yang layak. Sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM No.296.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Penetapan Jenis Komoditas yang Tergolong dalam Klasifikasi Mineral Kritis yang ditetapkan pada 14 September 2023 oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif, terdapat 47 jenis komoditas tambang yang termasuk di dalamnya. Yaitu, aluminium, antimoni, barium, berilium, besi, bismut, boron, kadmium, feldspar, fluorspar, fosfor, galena, galium, germanium, grafit, hafnium, indium, kalium, kalsium, kobal, kromium, litium, logam tanah jarang, magnesium, mangan, merkuri, molibdenum, nikel, niobium, palladium, platinum, ruthenium, selenium, seng, silika, sulfur, skandium, stronsium, tantalum, telurium, tembaga, timah, titanium, torium, wolfram, vandium, dan zirkonium. (esdm.go.id)
Nikel dan litium inilah yang bisa mendapat akses pasar di AS melalui CMA. Keduanya merupakan bahan baku baterai listrik yang sangat penting dalam produksi mobil listrik di masa depan.
Sementara, menurut data Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia dengan 21 juta metrik ton pada 2022 atau setara 22% cadangan global. Produksi nikel Indonesia juga berada di peringkat pertama dengan besaran 1 juta metrik ton. Jumlah ini melampaui Filipina yang hanya sebesar 370.000 metrik ton dan Rusia yang sebesar 250.000 metrik ton. (ekonomi.bisnis.com, 18/11/2023)
Dengan bekal inilah, pemerintah menganggap Indonesia bisa menjadi mitra strategis AS dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Indonesia berupaya menjadi bagian dari rantai pasok global untuk industri di sektor energi bersih.
FTA
Dilansir dari ftacenter.kemendag.go.id , Free Trade Agreement (FTA) merupakan perjanjian menurut hukum internasional untuk membentuk kawasan perdagangan bebas antara negara-negara yang bekerja sama. Perjanjian perdagangan ini bisa bilateral (antara dua negara) atau multilateral (antara tiga negara atau lebih). Indonesia memiliki FTA dengan sejumlah negara seperti negara-negara ASEAN, Australia, Selandia Baru, Jepang, Korea Selatan, Pakistan, Chili, India, Tiongkok, Hongkong, dan Mozambik.
FTA terdiri dari perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi. Dalam perdagangan barang, FTA bertujuan untuk menghapuskan tarif dan mengangani hambatan nontarif. FTA dalam perdagangan jasa adalah untuk menjaga akses pasar dan memastikan kondisi yang kondusif bagi penyedia produk jasa untuk berkembang. Sedangkan, FTA dalam hal investasi bertujuan untuk melindungi dan mendorong investasi di Indonesia.
FTA mengurangi komponen biaya ekspor berupa pungutan impor di negara tujuan ekspor yang merupakan negara mitra FTA. Dengan begitu, produk ekspor tersebut menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan produk ekspor negara lain yang belum memiliki FTA dengan negara tujuan ekspor.
IRA
Inflation Reduction Act (IRA) adalah undang-undang pengurangan inflasi yang disahkan oleh Joe Biden pada 16 Agustus 2022 dan dinilai sebagai tindakan signifikan mengenai energi bersih dan perubahan iklim dalam sejarah AS. IRA bertujuan untuk mengatalisasi investasi dalam kapasitas produksi dalam negeri, mendorong pasokan penting dalam negeri atau dari mitra perdagangan bebas, memulai R&D serta komersialisasi teknologi terdepan seperti penangkapan dan penyimpanan karbon serta hidrogen bersih. Nilai investasi dari undang-undang ini adalah US$370 miliar atau setara Rp5,4 kuadriliun. Undang-undang ini juga dipandang sebagai momentum mendefinisikan kembali kepemimpinan AS dalam menghadapi ancaman nyata dari krisis iklim dan menetapkan era baru inovasi dan kecerdikan AS untuk menurunkan biaya konsumen dan mendorong kemajuan ekonomi ramah lingkungan global. (whitehouse.gov)
UU ini memberi perlakuan istimewa kepada mitra perdagangan bebas. AS akan mengeluarkan insentif hijau bagi perusahaan-perusahaan yang menjalankan bisnis berbasis ramah lingkungan atau menggunakan teknologi pengurangan emisi karbon. Insentif atau subsidi hijau juga bisa berupa hibah, pinjaman, dan dukungan lainnya.
Indonesia belum memiliki FTA dengan AS sehingga pasokan mineral kritis seperti nikel tidak akan mendapatkan insentif hijau ini. Jadi, supaya nikel Indonesia bisa masuk dan memperoleh subsidi hijau dari AS, maka pemerintah berupaya untuk mengajukan proposal limited FTA dengan AS.
Mineral Kritis untuk Masa Depan
Kebutuhan mineral kritis di masa depan akan meningkat sejalan dengan rencana transisi energi hijau secara global. Hal ini mengikuti program Net Zero Emission (NZE) yang dihasilkan dalam COP21 pada tahun 2015 di Paris. Program ini bertujuan untuk menekan pencemaran lingkungan yang berpotensi mengakibatkan pemanasan global. Pengurangan karbon dan sekaligus untuk mencapai kondisi NZE bisa dilakukan dengan peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, dan peningkatan pemanfaatan listrik di berbagai sektor seperti transportasi dan rumah tangga.
Karena itulah kenapa mineral kritis sangat penting dalam teknologi energi terbarukan. Yaitu, guna mewujudkan NZE pada tahun 2060.
Menguntungkan AS
Kerja sama dengan AS sebagai kampiunnya kapitalisme, tentu tak bisa dilepaskan dari pemikiran untuk menguatkan eksistensinya. Secara materi untuk mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin dari negara lain. Meskipun dibalut dengan kerja sama, tetapi lebih menguntungkan pihak AS. Guna mendapatkan bahan baku yang murah dan melimpah untuk kebutuhan pembangunan energi bersihnya, AS akan menerapkan berbagai cara untuk meraih targetnya.
Secara politik, kerja sama tersebut untuk mengurangi dominasi Cina sebagai pemasok utama mineral kritis di dunia. Diketahui bahwa Cina memasok sebesar 80% pasokan global. Ini menjadi kekuatan bagi Cina. Sebagai rival, AS tentu tak akan membiarkan pengaruh Cina makin membesar di kancah global. Sebaliknya, AS akan melakukan berbagai strategi untuk membuat negara-negara berada di sisinya.
Selain mendapatkan bahan baku untuk industrinya, AS juga akan mendapat keuntungan dari barang yang sudah diolah tersebut. Barang hasil produksi akan dijual ke negara tempat bahan mentahnya berasal. Apalagi posisi Indonesia sebagai pasar yang sangat potensial.
Adanya iming-iming insentif, hibah, pinjaman atau apa pun namanya telah membuat negara-negara masuk dalam perangkap AS. Begitu pula dengan Indonesia yang berupaya mencari cara agar bisa “diterima” kerja samanya dengan AS. Padahal, kerja sama tersebut adalah pintu masuk untuk menjajah dan menjarah SDA negeri. Kedaulatan negara menjadi terancam.
Kapitalisme liberal yang diemban negara adidaya meniscayakan adanya neoimperialisme. Ia akan menancapkan hegemoninya di negara yang memiliki SDA melimpah seperti Indonesia. Dengan terikat dalam sebuah perjanjian, maka Indonesia harus mengikuti kepentingan AS. Tidak bisa menolak.
Kapitalisme Liberal Akarnya
Tunduknya negara pada kepentingan asing adalah hasil dari penerapan kapitalisme liberal. Negara enggan mengatur urusan rakyatnya. Peran negara menjadi sangat minim. SDA yang notabene milik rakyat justru diserahkan kepada swasta atau asing.
Kekayaan alam yang melimpah tidak dikelola secara mandiri dengan alasan tidak punya SDM yang mumpuni atau tidak menguasai teknologinya. Padahal, jika memang negara mau dan sadar akan tugasnya dalam mengelola kekayaan alam milik rakyat, pasti akan ketemu jalannya. Negara bisa saja menyewa tenaga ahli dari luar untuk mengajarkan keahlian dan teknologi yang dibutuhkan.
Masa dari sekian ratus juta penduduk Indonesia tidak ada yang mampu? Sudah pasti bukan di situ masalahnya. Namun, yang jadi masalah adalah karena mindset terjajah sudah tertancap kuat dalam pemikiran. Ini mengakibatkan manusia lemah dan tunduk pada kepentingan kapitalis. Susah untuk bergerak atau keluar dari cengkeraman neoimperialis.
Posisi AS sebagai negara adidaya dunia sudah tentu tak sebanding dengan negara-negara yang berada di bawahnya. Negara-negara yang tunduk pada adidaya ini hanya mampu menjadi pengekor atau pengikut yang selalu turut kata tuannya.
Kerja Sama dalam Pandangan Islam
Islam memiliki pandangan yang khas dan aturan yang jelas terhadap setiap urusan manusia. Begitu pula, muamalah diatur dalam Islam. Dalam aktivitas ini, Islam menetapkan bagaimana seharusnya muslim bermuamalah.
Muslim boleh mengadakan kerja sama dengan nonmuslim atau kafir dengan kriteria tertentu. Tidak semua orang kafir boleh diajak kerja sama. Ada penjelasan terperinci tentang kaum kafir dan perlakuan negara (Daulah Islam) dan umat Islam terhadap orang-orang kafir.
Kaum kafir ada dua: kafir harbi dan ahlu dzimmah atau orang kafir yang menjadi warga negara Daulah Islam. Kafir harbi terbagi lagi menjadi dua: kafir harbi hukman dan kafir harbi fi’lan .
Kafir harbi hukman boleh melakukan kerja sama dengan muslim dengan tetap mengikuti rambu-rambu syariat. Hubungan umat Islam dengannya didasarkan pada apa yang ada dalam perjanjian kerja sama. Umat Islam atau negara tidak boleh menjual senjata atau sarana militer pada negara kafir hukman karena bisa memperkuat negara tersebut sehingga dapat dipakai untuk mengalahkan umat Islam. Ketika perjanjiannya dengan Daulah Islam berakhir, mereka kembali menjadi kafir harbi seperti yang lainnya dan sudah tidak terikat lagi.
Sedangkan, dengan kafir harbi fi’lan yang nyata-nyata memerangi umat Islam, kita tidak diperbolehkan sama sekali mengadakan perjanjian kerja sama dengannya. AS adalah negara dalam kategori ini. Maka dari itu, segala kerja sama dengannya adalah batil alias tidak diperbolehkan. Bekerja sama dengan musuh hanya akan menimpakan bahaya kepada umat.
Kelola Tambang dengan Syariat
Mineral kritis seperti nikel dan litium termasuk dalam barang tambang. Dalam Islam, barang tambang merupakan kekayaan alam yang menjadi milik umum. Artinya, barang tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh seluruh umat sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud:
النَّاسُ شُرَكاَءُ فِيْ ثَلاَثٍ: فِي الْمَاءِ، وَالكَلَأِ، وَالنَّارِ
Artinya: “Manusia berserikat (sama-sama membutuhkan) dalam tiga hal. Yakni, air, padang, dan api.”
Siapa pun tidak berhak menjual atau memberikannya kepada pihak lain. Barang tambang ini tidak boleh dikuasai oleh individu atau swasta. Tidak boleh pula diserahkan kepada asing dengan alasan apa pun.
Sebagai barang milik umat, maka negara menjadi pihak pengelolanya. Pengelolaan barang tambang berprinsip demi kemaslahatan umat. Dalam mengelola SDA ini, harus diperhatikan aspek keselamatan dan keamanan. Jangan sampai mengelola tambang tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan sekitarnya. Tidak boleh demi mengejar keuntungan sehingga mengeksploitasi alam secara berlebihan dan membuat kerusakan.
Hasil pengelolaan barang tambang dapat didistribusikan kepada rakyat. Negara tidak boleh mengambil untung dari penjualan hasil tambang tersebut. Rakyat hanya mengganti ongkos produksinya.
Sektor pertambangan ini menjadi salah satu pos pemasukan baitulmal. Dari sana kemudian bisa disalurkan untuk mendanai sarana dan fasilitas publik.
Dengan Islam, negara benar-benar hadir untuk melayani rakyatnya. Negara tidak tunduk pada kepentingan para pemilik modal. Namun, dengan sungguh-sungguh menjaga kekayaan alam sebagai bagian dari amanahnya mengatur urusan umat. Negara melindungi dan melayani seluruh umat dengan sebaik mungkin sebagai bentuk ketaatan pada aturan-Nya.
Khatimah
Barang tambang sebagai anugerah Allah Swt. harus dijaga dan dikelola secara tepat sehingga bisa memberi maslahat. Kemaslahatan hanya didapat jika syariat Islam diterapkan secara kaffah oleh negara. Maka, mewujudkan institusi negara tersebut menjadi sesuatu yang urgen.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Selama ideologi sekuler-kapitalisme masih bercokol di negeri ini, maka kekayaan alam yang melimpah tidak akan bisa dirasakan rakyat.Rakyat hanya bisa gigit jari melihat perampok neo Imperialisme dipersilahkan masuk dengan aman lewat perjanjian kerjasama.
Allah,
Geregetan dengan pem*rintah. Mbok, ya, dipikir kalau mau kerjasama dengan LN. Bagaimana mau mensejahterakan rakyat kalau kerjasama malah banyak menguntungkan si kapitalis.
demokrasi yang katanya untuk rakyat, ternyata untuk keuntungan korporasi.
Penerapan Islam secara kaffah itulah yg terbaik dan pasti tepat sehingga kekayaan alam yg melimpah ini bisa menjadi berkah dan maslahat
Indonesia kaya dengan SDA, tetapi rakyat tidak ikut menikmati. Semua karena kapitalisme.
Andai pemerintah sadar bahwa kerja sama dengan negara kapitalis sama sekali tidak menguntungkan bagi negeri ini. Tapi sayangnya, kerja sama dan investasi dengan semua negara tanpa pandang bulu sepertinya sudah menjadi roh kapitalisme.
Astaghfirullah miris ya! Indonesia yang kaya raya SDA cuma untuk kepentingan asing . Sementara rakyatnya compang-camping. Akses listrik harus bayar mahal. SDA tidak bisa dinikmati rakyat. Saatnya back to Islam kaffah agar seluruh masalah rakyat bisa tuntas tanpa masalah.
Keren mba Deena semoga banyak yang tercerahkan
Masyaallah. Kalau ada Khilafah, pasti mineral akan sesuai pengelolaan dan distribusinya sebagai harta milik umum. Memang kapitalisme biang ketok semua permasalahan kehidupan.
Barokallah Kanda