Memandang masalah perempuan dengan perspektif gender sejatinya mengalihkan pandangan bahwasanya penyebab utama kekerasan dan pembunuhan perempuan adalah akibat dari peran dominan sistem kapitalisme
Oleh. Mutiara
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Perempuan terkadang dianggap kaum yang lemah, marginal, dan tidak lebih baik dari laki-laki. Pun demikian kekerasan sering kali meliputi perempuan. Parahnya, beberapa kasus kekerasan yang terjadi telah sampai pada penghilangan nyawa. Komnas Perempuan dalam siaran persnya menyampaikan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan sering terjadi dalam lingkup pernikahan (kekerasan terhadap istri) dan hubungan spesial sejenis pacaran. Kekerasan dalam pacaran ini menjadi kasus kedua terbanyak setelah kekerasan terhadap istri dalam lima tahun terakhir, di mana pada tahun 2022 terdapat 3.950 kasus yang dilaporkan. Jumlah ini lebih banyak dua kali lipat dari tahun sebelumnya (Komnasperempuan.go.id, 10/10/2023).
Kasus DSA (28) misalnya yang viral dibunuh oleh pacarnya yaitu Ronald Tannur (31) pada 4 Oktober silam, menambah deret angka kekerasan terhadap perempuan dalam hubungan pacaran, sunggguh miris. Namun, kasus ini bukanlah yang pertama di tahun 2023. Di awal Februari lalu, ada aksi keji Riko Arizka (23) yang juga membunuh mantan pacarnya dengan menghantam korban menggunakan kloset. Tidak hanya itu, terdapat juga kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Nando (24) yang membunuh istrinya pada 7 September lalu, lantaran sakit hati karena korban kerap memaki pelaku akibat kebutuhan ekonomi yang kurang baik (tirto.id,11/10/2023). Serta masih banyak kasus lain yang serupa yang tidak terekspos media.
Upaya-upaya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan tentu telah dilakukan. Mulai dari memasifkan kampanye pencegahan kekerasan terhadap perempuan, pengusulan partipasi perempuan lebih banyak dalam kursi politik, pemberdayaan ekonomi perempuan, pembuatan undang-undang pencegahan kekerasan seksual, dan lain sebagainya. Namun, fakta menunjukkan bahwa kekerasan masih melingkupi perempuan. Komnas Perempuan menyebut kasus kekerasan yang berujung pembunuhan yang dilakukan Ronald Tannur terhadap DSA (seorang perempuan) sebagai femisida. Femisida sendiri merupakan pembunuhan perempuan dengan alasan tertentu ataupun karena ia perempuan dalam relasi timpang berbasis gender terhadap pelaku (komnasperempuan.go.id, 10/10/2023).
Menurut Komisioner Rainy Hutabarat, femisida merupakan bentuk tindak kekerasan paling ekstrem terhadap perempuan. Namun menurutnya, istilah femisida ini belum begitu dikenal sehingga masih dianggap sama dengan pembunuhan pada umumnya. Oleh sebab itu, belum ada upaya lebih dalam melakukan pencegahan dan penanganannya. Perbedaan femisida dengan pembunuhan pada umumnya terletak pada relasi kuasa yang mendorong pembunuhan perempuan akibat identitas gendernya. Untuk itu, Komnas Perempuan telah menyusun beberapa indikator potensi femisida dalam relasi intim agar femisida lebih dikenal dan dapat mencegah lebih banyak kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap perempuan. Tetapi apakah kategorisasi femisida ini betul dapat menjadi solusi ?
Membedakan femisida dengan pembunuhan biasa sejatinya tidak masuk akal dan cenderung aneh. Sebab pembunuhan bagaimana pun itu, baik itu terhadap laki-laki maupun perempuan dilihat dari perbuatannya tetaplah dikatakan membunuh. Inilah sebab jika akal manusia yang lemah dan terbatas dijadikan standar dalam menghukumi suatu perbuatan. Terlebih jika menggunakan cara pandang femisnisme yang menuntut kesetaraan laki-laki dan perempuan, sehingga memandang kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap perempuan selalu diklaim karena relasi gender yang tidak setara. Padahal sejatinya, jika dipandang lebih jauh masalah utama kekerasan dan pembunuhan terhadap perempuan akibat begitu jauhnya pemahaman agama dari kehidupan. Sikap superioritas dan dominasi laki-laki terhadap perempuan di segala sisi yang seolah-seolah membenarkan segala bentuk tindakan penganiyaan terhadap perempuan, disebabkan cara pandang terhadap hubungan laki-laki dan perempuan yang keliru. Cara pandang yang lahir dari akal manusia yang lemah dan terbatas dan tidak menggunakan cara pandang yang lahir dari wahyu pencipta alam semesta dan seisinya termasuk manusia.
Demikian pula jika kategorisasi femisida dianggap mampu untuk menghukumi pelaku lebih berat dibandingkan pembunuhan biasa juga tidak menjamin, sebab hukum saat ini tidak terlepas dari payung besarnya yang cenderung memangsa yang kecil dan memenangkan yang kuat. Sehingga menggunakan kategorisasi femisida untuk menyelesaikan masalah kekerasan dan pembunuhan terhadap perempuan bukanlah solusi tuntas yang menyentuh akar masalah.
Memandang masalah perempuan dengan perspektif gender baik dalam penyebab maupun solusi, sejatinya mengalihkan pandangan bahwasanya penyebab utama kekerasan dan pembunuhan perempuan yang tidak kunjung selesai, adalah akibat dari peran dominan sistem sekularisme, kapitalisme, dan liberalisme. Sistem yang begitu menyanjung kebebasan individualistis untuk memenuhi kepuasan dan kesenangan sebagai standar benar dan salah. Di sisi lain, kapitalisme telah menciptakan kesenjangan dan ketidaksetaraan kekayaan yang sangat jauh yang mana telah menjadi salah satu sebab kekerasan dan pembunuhan terhadap perempuan. Belum lagi perempuan dianggap sebagai komoditas yang dapat menghasilkan nilai jual, terbukti dengan banyak bisnis iklan dan hiburan yang menjadikan perempuan sebagai objek syahwat demi meningkatkan angka penjualan.
Sekularisme juga telah menjauhkan iman sebagai fondasi kehidupan yang menjadi pertahanan pertama sehingga hawa nafsu lebih dominan dalam menghadapi masalah, termasuk tidak menjadikan dosa sebagai pertimbangan dalam berbuat baik. Maka, kategorisasi femisida ataupun pembuatan undang-undang untuk melindungi perempuan dan lainnya yang diyakini dapat menyelesaikan masalah perempuan, sementara ideologi yang secara sistematis memandang rendah perempuan masih terus diterapkan, menunjukkan penderitaan perempuan yang tiada akhir. Penanganan yang sungguh-sungguh membutuhkan sistem yang mewujudkan perlindungan terhadap perempuan secara nyata.
Hanya Islam yang memiliki mekanisme lengkap dan sempurna serta memiliki nilai-nilai yang bertanggung jawab dalam menjaga keamanan perempuan. Laki-laki dalam Islam berperan sebagai pengurus bagi perempuan, sebagai pemimpinnya, kepalanya, dan mendidik serta mengarahkannya jika menyimpang. Hubungan yang terjalin antara perempuan dan laki-laki dalam bingkai pernikahan bukan dengan relasi kuasa gender, melainkan sebagai saudara kandung sebagaimana sabda Nabi saw.:
”Perempuan adalah saudara kandung para lelaki.” (HR. Abu Daud).
Selain itu, Islam memandang laki-laki dan perempuan itu sama, dan tidak menjadikan jenis kelamin tertentu lebih mulia sehingga membenarkan penganiayaan bahkan pembunuhan terhadap perempuan, sebab yang membedakan hanyalah ketakwaannya sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 yang artinya;
“Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”
Selain itu, Islam dalam bingkai Khilafah melarang keras perempuan dijadikan sebagai objek komoditas yang merendahkan perempuan. Khilafah sebagai pelaksana syariat juga akan memberikan sanksi tegas pada pelaku kekerasan bahkan pembunuhan baik laki-laki maupun perempuan, sebab membunuh atau menghilangkan nyawa tanpa alasan yang dibenarkan syariat adalah dosa besar sesuai firman Allah dalam QS. Al-Isra ayat 33. Nilai-nilai ketakwaan dan keimanan tentu terus digaungkan dalam sistem ini. Maka tentulah Khilafah merupakan negara di mana perempuan akan merasa aman dan terlindungi serta dapat berperan aktif dalam politik, pendidikan, kesehatan, dan lainnya sesuai dengan syariat. Wallahualam bisshawab []
Banyak regulasi untuk melindungi perempuan, namun faktanya kekerasan masih melingkupi perempuan hingga saat ini. Namun anehnya, masih ada kaum muslim berharap pada sistem bobrok ini
Dalam sistem kapitalisme, perempuan akan terus menjadi korban kekerasan dan eksploitasi.
Perempuan akan dijaga dan dimuliakan dengan Islam. Namun, kapitalisme telah menempatkan perempuan sebagai pihak yang terzalimi dan rawan kekerasan serta pembunuhan. Saatnya kembali pada syariat Islam.
Baru tahu ada istilah femisida..sungguh perempuan hanya akan sejahtera dalam sistem Islam
Baru tahu istilah femisida. Semakin mengerikan dan wanita lebih banyak dizalimi di sistem kapitalis liberal. Hanya Islam yang memuliakan wanita dengan cara yang khas