Mereka sangat sensitif dan lemah terhadap tekanan dari luar, sehingga hal ini memengaruhi kinerja mereka di dunia profesional.
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Indonesia, sejatinya dari tahun 2020-2030 diprediksi mengalami bonus demografi, di mana angka penduduk usia produktif atau usia muda jauh lebih tinggi dibandingkan usia lanjut atau nonproduktif. Penduduk dengan usia produktif inilah yang disebut gen Z. Akan tetapi, banyaknya jumlah gen Z ini tidak diimbangi oleh ketersediaan lapangan pekerjaan yang cukup, sehingga banyak dari mereka yang menganggur.
Dilansir dari Republika.co.id, pada Sabtu 11/11/2023, bahwa gen Z atau penduduk usia muda Indonesia saat ini mendominasi angka pengangguran di negeri ini. Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, pertumbuhan usia angkatan kerja mencapai lebih dari tiga juta jiwa per tahun, namun tidak bisa diserap oleh pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi gambaran ketidakmampuan perekonomian menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi rakyat.
Generasi Z memang lebih banyak dari sisi jumlah, jika dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Akan tetapi, mereka mengalami kesulitan bersaing dalam dunia kerja, hal ini karena mereka minim pengalaman kerja, dan pemilih dalam hal pekerjaan. Seperti yang disampaikan Nailul Huda, seorang Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran di Indonesia per Agustus 2023 mencapai 7,86 juta orang. Mirisnya, angka tersebut didominasi oleh mereka yang masuk pada kelompok penduduk usia produktif atau generasi Z. Kelompok usia dari usia 15-24 tahun ini, menyumbang angka pengangguran paling banyak yaitu 19,40 persen. Sementara kelompok usia 25-59 tahun mencapai jumlah 3,07 persen dan usia 60 tahun ke atas 1,28 persen. Angka ini mengalami penurunan pada kisaran 5,32 persen pada level Agustus 2023 dibanding per Agustus 2022 sebesar 5,86 persen. Jadi di setiap seratus orang ada lima orang yang menganggur.
Sedangkan data Bank Dunia sebelum pandemi Covid-19 menunjukkan, ada 1,5 juta lulusan SMK dan 1,1 juta lulusan perguruan tinggi dalam setiap tahunnya. Ini menandakan, di Indonesia setiap tahun ada sekitar 2,6 juta calon pekerja baru. Akan tetapi sayang sekali, pekerjaan baru yang tersedia hanya 1,8 juta per tahun. Jadi secara otomatis ada 800.000 pengangguran baru. Selain lapangan pekerjaan yang minim, sistem pendidikan yang diterapkan pun tak tepat guna. Sistem vokasi pendidikan Indonesia hanya mengedepankan membangun suplai sumber daya manusia, akan tetapi tidak menambah lapangan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan masyarakat. Jika begini, bukan bonus demografi yang Indonesia capai, akan tetapi bencana demografi.
Gen Z dan Kesehatan Mental
Gen Z dikenal sebagai kelompok usia yang sangat mengutamakan kesehatan mental. Depresi adalah salah satu jenis gangguan mental yang rentan dialami oleh kelompok usia ini. University College London meneliti, bahwa Gen Z mengalami depresi dua pertiga lebih tinggi daripada generasi milenial. Bahkan, hasil riset Pew Research Center melaporkan, bahwa sekitar 70 persen remaja dari berbagai jenis kelamin, ras, dan tingkat pendapatan keluarga telah mengalami kecemasan dan depresi.
Dengan demikian, maka tak mengherankan jika mereka akan lebih mengedepankan work life balance, yaitu pandangan tentang keseimbangan antara kehidupan pribadi dan dunia profesional. Dengan keterbukaan informasi publik yang kian bebas, dan kemampuan menyerap informasi dari mana pun, mereka lebih menginginkan dunia kerja dengan waktu kerja yang lebih fleksibel, bebas, juga pemilihan jadwal cuti yang sesuai kebutuhan demi mendapatkan kenyamanan secara mental baik secara pribadi maupun profesional.
Dengan kondisi yang rentan ini, Gen Z sangat butuh pada kelompok kecil orang-orang yang mau men-support dan menjadi sandaran mereka, meski hanya sebagai pendengar keluh kesah dan cerita seputar hobi mereka. Mereka sangat butuh terhadap feedback dari orang lain. Mereka butuh untuk diakui eksistensinya, butuh untuk dipuji, diberi penghargaan, juga diakui. Mereka sangat sensitif dan lemah terhadap tekanan dari luar, sehingga hal ini memengaruhi kinerja mereka di dunia profesional. Akibatnya mereka akan memilih pekerjaan yang menurut mereka lebih nyaman, tak banyak tekanan, serta pendapatan yang tinggi. Jika mereka tak mendapatkannya, maka tak heran jika mereka lebih memilih menganggur, tidak bekerja, tidak melakukan apa-apa dan menjadi beban orang tua atau beban masyarakat.
Islam Mengatasi Generasi Pengangguran
Islam memandang generasi muda adalah aset yang sangat berharga yang perlu mendapatkan perhatian yang besar. Karena pemuda merupakan agen perubahan, yang akan meneruskan estafet perjuangan umat serta kepemimpinan dunia. Di dalam Islam eksistensi pemuda sangatlah penting. Generasi muda Islam tak mengenal penyakit mental. Mereka adalah generasi tangguh yang dihasilkan oleh pendidikan keluarga muslim yang tangguh serta sistem yang tangguh pula. Sistem ini memfasilitasi tumbuh kembang generasinya, hingga menjadi pemuda yang kuat serta taat, yang tak mudah depresi dan hanya berorientasi pada kenikmatan dunia semata. Akan tetapi Islam mencetak generasi yang giat dan bervisi jauh ke depan, yaitu kebahagiaan di kehidupan dunia maupun akhirat.
Pemuda Islam memahami jati dirinya sebagai calon pemimpin umat masa depan. Mereka tak mengenal kata malas. Mereka menyadari masa muda adalah masa produktif yang harus dioptimalkan demi kejayaan Islam. Mereka menyadari bahwa masa muda akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah, sebagaimana dalam hadis Rasulullah riwayat Imam At-Tirmidzi dalam kitab Ash-Shahihah no. 946 yaitu,"Tidak akan bergerak kaki seorang hamba pada hari kiamat dari sisi Tuhannya sebelum menjawab atas lima perkara: ia gunakan untuk apa umurnya, ia habiskan seperti apa masa mudanya, berasal dari mana hartanya dan dibelanjakan untuk apa, serta ilmunya diamalkan atau tidak."
Islam pun mengajarkan umatnya untuk menjauhi perbuatan menganggur. Setiap muslim diajarkan untuk hidup dengan semangat dan menolak semua bentuk kemalasan. Allah memerintahkan kepada kita untuk senantiasa bersemangat dalam kehidupan. Bahkan, Allah memerintahkan kita untuk semangat dan bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidup, sebagai ikhtiar menjemput rezeki yang disediakan-Nya. Sebagaimana dalam surah At-Taubah ayat 105 berbunyi:
وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat itu, dan kalian akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui hal gaib dan nyata, lalu dikabarkan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan."
Dalam hadis pun Rasulullah telah bersabda terkait perintah bekerja dan melarang untuk meminta-minta. "Dari Abu 'Ubaid tuan dari 'Abdurrahman bin 'Auf, dia mendengar Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Sungguh, adalah lebih baik seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya daripada dia meminta-minta kepada orang lain, baik diberi ataupun ditolak." (HR. Al-Bukhari)
Negara Islam atau Khilafah sebagai penerap syariat Islam akan melakukan berbagai cara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sesuai aturan Islam, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan. Namun sebelum itu langkah pertama yang dibenahi adalah bidang pendidikan. Pendidikan dalam negara Islam dibangun dengan landasan akidah dan mudah diakses bahkan diberikan oleh negara secara gratis. Rakyat bebas memilih pendidikan sesuai dengan potensinya.
Keahlian atau keterampilan akan diajarkan atau diberikan kepada rakyat terutama bagi laki-laki yang memiliki kewajiban bekerja, sehingga mereka tidak akan kesulitan memenuhi kewajiban nafkah bagi keluarganya kelak. Negara juga akan menyediakan sarana dan prasarana penunjang bagi seluruh rakyatnya yang laki-laki agar mau dan mudah bekerja. Seperti administrasi yang mudah dalam mencari pekerjaan maupun modal bagi yang ingin wirausaha.
Sektor industri dibuka selebar-lebarnya untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja dalam negeri, hingga tak akan ada lagi laki-laki usia produktif yang menganggur. Persaingan kerja dengan perempuan pun akan dihilangkan, karena dalam Islam yang wajib bekerja adalah laki-laki, kecuali pada pekerjaan yang dikhususkan bagi perempuan. Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem kapitalisme seperti sekarang ini, rakyat dipaksa berjuang sendiri, generasi penerusnya dicekoki dengan liberalisme sehingga tak paham jati dirinya, bahkan menempatkan perempuan setara dengan laki-laki tanpa aturan, mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan.
Khatimah
Pemuda Islam adalah generasi penuh semangat. Mereka tak mengenal kata rapuh apalagi depresi. Bagi mereka, masa muda adalah anugerah yang harus digunakan dengan maksimal dalam rangka memenuhi kewajiban beribadah kepada Allah. Mereka bukan generasi yang ingin duduk manis menerima kemudahan dan kenyamanan. Jika ingin bekerja mereka akan bekerja, namun jika tak sesuai dengan keinginan atau mengalami sedikit tekanan, mereka akan memilih bermalasan dan menganggur menjadi beban orang tua. Sudah saatnya gen Z Islam berbenah bangkit dengan Islam. Sudah saatnya sistem yang menyejahterakan itu bangkit, dialah Khilafah Islam.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
teringat kisah-kisah para sahabat Nabi, yang sebagian besarnya adalah pemuda. namun mereka mampu menjadi pejuang tangguh akibat akidah Islam yang telah menghujam kuat
Miris ya, gen Z punya probrem komoleks di sistem sekarang. Pengangguran, krisis kesehatan mental, bunuh diri, dll. Padahal mereka adalah aset bangsa di masa depan.
Sistem saat ini memang tidak memberikan ruang bagi gen Z untuk berkarya dan menggali potensi diri. Tuntutan hidup makin tinggi, lapangan kerja tak memadai. Maka tak heran banyak pengangguran. Akhirnya potensi yang ada disia-siakan. Generasi muda tak berdaya di usia produktifnya. Barakallah mba @Aya
Gen Z ini sebebarnya punya banyak kelebihan di bidang teknologi. Mereka sangat menguasai internet. Mereka lahir antara tahun 1995- 2010, kata Graeme Codrington & Sue Grant- Marshall. Keberadaan gadget tidak pernah lepas dari sisinya. Namun mereka juga punya kekurangan, terutama dalam hal kesehatan mental: mudah stres, depresi dan keinginan bunuh diri. Maka untuk melejitkan kelebihannya dengan pendekatan spiritual akan tertancap akidah yang kokoh. Sehingga akan menyadarkan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagai penanggung nafkah bagi anak laki-laki contohnya.
Sungguh sangat disayangk6 generasi Z generasi yang mestinya harus terdepan dalam mengam6 peran kemajuan suatu bangsa, namun tak punya kesempatan untuk itu. Tak ada lapangan kerja, tak ada pengayoman dari negara. Hanya sistem Islam yang mampu memberikan lapangan kerja secara luas dan adil. Saat back to sistem Islam kaffah.
Keren naskahnya mba Aya semoga banyak yang tercerahkan
Yes, miris liat generasi sekarang mudah melempem ga tahan banting, fokusnya ma hal-hal yang ga penting, padahal ptensi mereka luar biasa tapi karena ga ada sistem yang mendukung akhirnya salah arah..jadi semakin rindu sistem Islam yang menjadikan generasi muda jadi generasi cemerlang.. yuk ah ganti sistem..
Miris memang, di sisi lain sebenarnya gen Z punya banyak potensi, namun karena suport sistem yang tidak mendukung akhirnya mereka lebih banyak menganggur dan rentan depresi.
Memang sejatinya hanya sistem Islam yang bisa menyelesaikan permasalahan generasi dengan tuntas.