Karena sistem yang bersih akan melahirkan individu yang bersih pula, namun sebaliknya dengan sistem kapitalisme yang kotor ini, maka pejabat kotor akan terus bermunculan.
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Lagi-lagi KPK disorot, untuk ke sekian kalinya Ketua KPK Firli Bahuri bikin gempar. Seakan hobi membuat masalah, kini ia dilaporkan telah melakukan tindak pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Sebagaimana dikutip dari kompas.com pada Selasa (24/10), bahwa Firli telah membenarkan dan mengakui kejadian tersebut terjadi pada bulan Maret 2022. Kasus ini pun sedang ditangani oleh Polda Metro Jaya.
Sebelumnya pimpinan KPK periode 2019-2023 itu telah beberapa kali melakukan pelanggaran sebagai pejabat KPK dengan melakukan beberapa tindak pelanggaran etik, seperti menemui saksi perkara yang sedang ditangani KPK, menemui terduga korupsi Gubernur NTB, menaiki helikopter perusahaan swasta, menemui tersangka korupsi Gubernur Papua, serta memecat petugas penyidikan yang sedang bertugas.
Masalah di KPK
KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Lembaga negara ini pertama didirikan di era pemerintahan Presiden Megawati. Akan tetapi sebagai lembaga yang bertugas menangani kasus tindak korupsi, ternyata KPK pun telah banyak menuai sorotan karena begitu banyak masalah di dalamnya.
Praktisi hukum Todung Mulya Lubis menilai berbagai kasus yang terkuak dari internal KPK juga banyak seperti pungutan liar di rutan KPK, pelecehan oleh pegawai rutan, dan korupsi dana dinas, terjadi lantaran adanya revisi undang-undang dan krisis kepemimpinan di lembaga anti korupsi tersebut. Ia berpandangan lembaga anti korupsi itu tidak sama dengan kepolisian ataupun kejaksaan dalam konteks pemberantasan korupsi.
Sebagai lembaga spesial, KPK dituntut mempunyai power yang lebih dari lembaga lain, bahkan dari kepolisian. Akan tetapi kekuatan KPK ini seakan telah digerogoti dengan revisi Undang-Undang nomor 19 tahun 2019. Padahal, seharusnya undang-undang sebelum revisi memberikan kekuatan KPK untuk bisa memberantas korupsi secara maksimal tanpa pandang bulu.
Sebelumnya Dewan Pengawas KPK mengungkapkan adanya kasus pungli di rutan KPK. Temuan tindak pidana ini terungkap saat lembaga itu memproses laporan dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri. Bahkan, nilai pungli di KPK mencapai 4 miliar rupiah dalam setahun. Kasus korupsi yang banyak terjadi bahkan di rutan KPK sendiri seakan menegaskan kronisnya masalah korupsi di negeri ini.
Meski tidak bisa dimungkiri, bahwa krisis kepemimpinan memang sedang terjadi tak hanya di lembaga KPK tetapi di hampir seluruh instansi pemerintahan. Sementara itu, dugaan adanya upaya kelemahan fungsi KPK melalui pengesahan revisi undang-undang KPK memang sudah tercium, bahkan sebelum revisi undang-undang tersebut disahkan. Fungsi KPK sebagai pemberantas korupsi dipandang dimutilasi dan dikebiri wewenangnya.
Kapitalisme Sarang Korupsi
Berbagai kegagalan KPK dalam memberantas kasus besar, seperti mega korupsi BLBI yang berkaitan dengan rezim berkuasa saat itu, juga penangkapan Harun Masiku, krisis kepemimpinan yang kredibel, serta adanya revisi undang-undang seolah menunjukkan bahwa KPK berada di bawah bayang-bayang oligarki kekuasaan. Bahkan di bawah pimpinan yang saat ini ada yang minim prestasi namun banjir masalah, seolah menunjukkan bahwa wewenang KPK yang disetir oleh kekuasaan.
Penerapan sistem demokrasi kapitalis memang terbukti menyuburkan aktivitas korupsi. Tak berlebihan jika dikatakan bahwa lembaga apa pun yang dibentuk untuk memberantas korupsi tidak akan mampu menghentikan tindak korupsi di negeri ini, selama sistem yang diterapkan adalah demokrasi kapitalis. Karena sistem ini menjadi ajang politik antara penguasa dan pengusaha. Jual beli hukum dan transaksi kebijakan adalah hal biasa.
Pemilu yang berbiaya tinggi juga menjadi pemicu maraknya kasus korupsi di negeri ini. Maka, akan sangat wajar jika para individu pejabat yang menjabat akan berupaya maksimal untuk mengembalikan modal. Tak peduli apakah merugikan negara, rakyat, bahkan membunuh keimanan dalam dada, selama hal itu mendatangkan keuntungan maka akan terus dikejar. Hal ini tak hanya terjadi pada satu instansi pemerintah, namun merata bahkan sampai pada lembaga yang notabene dibentuk untuk memberantas korupsi itu sendiri.
Islam Memberantas Korupsi
Oleh karena itu, korupsi di negeri ini hanya akan musnah jika diterapkan sistem yang berasal dari Sang Pencipta manusia yaitu sistem Islam. Sistem Islam mempunyai strategi yang kaffah, yang akan memangkas dan memberantas korupsi dengan penegakan syariat Islam secara menyeluruh, sehingga korupsi dapat dibasmi hingga tuntas. Karena sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah akan menutup rapat semua celah terjadinya korupsi, melalui aturan yang komprehensif.
Dalam sistem Islam, motif kerakusan harta benda akan diberantas dengan penegakan hukum syariat. Islam sendiri memberi batasan yang jelas dan hukum rinci berkaitan dengan harta para pejabat. Harta yang diperoleh dari luar gaji atau pendapatan mereka dari negara, akan dianggap sebagai kekayaan gelap atau ghulul. Dengan demikian, akan lahir pejabat yang totalitas dalam menjalankan tugasnya, yang takut akan dosa sehingga tidak sibuk mencari pekerjaan sampingan demi menambah kekayaan dengan cara yang haram.
Dalam hal pendidikan, sistem Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai fondasi akan menghasilkan output Individu yang beriman dan bertakwa. Mereka akan mampu menyokong negara dalam menjalankan perannya sebagai pelaksana hukum Islam. Individu yang bertakwa akan didukung oleh lingkungan yang kondusif. Karena dalam sistem Islam, kebiasaan amar makruf nahi mungkar akan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat akan menjadi penjaga yang mengawasi diterapkannya syariat. Dengan begitu, apabila ada warga masyarakat yang terindikasi berbuat jarimah atau korupsi, mereka mudah melaporkannya pada pihak berwenang.
Selain itu, Khilafah memiliki sistem kerja lembaga yang kuat dan tidak rentan korupsi. Akan ada lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat yaitu badan pengawas atau pemeriksa keuangan. Hal itu pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab, beliau mengangkat Muhammad bin Maslamah sebagai pengawas keuangan. Tugasnya adalah mengawasi kekayaan para pejabat negara, yakni mengaudit kekayaan pejabat sebelum dan setelah menjabat. Jika terdapat kelebihan yang tidak wajar pada hartanya, pejabat tersebut harus dapat membuktikan dari mana harta itu didapat, dan jika tidak bisa, maka harta tersebut masuk harta korupsi.
Dalam Islam tidak akan ada jual beli hukum. Hanya perundang-undangan Islam yang akan digunakan oleh seluruh lembaga negara beserta perangkat hukumnya. Ketika hukum yang dipakai adalah aturan Allah, maka tidak ada manusia pembuat hukum, karena hanya Allah yang berhak membuat hukum. Tidak akan ada pula kompromi terhadap hukum, layaknya yang diterapkan dalam sistem politik saat ini. Pemberantasan korupsi semakin ampuh dengan sanksi hukum Islam, yang menerapkan sistem sanksi yang tegas.
Sistem sanksi dalam Islam memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa dan pemberi membuat jera. Dengan sanksi yang berefek jera, para pelaku dan masyarakat yang mempunyai niatan untuk korupsi akan berpikir berulang-ulang kali untuk melakukan kejahatan. Untuk kasus korupsi akan dikenai sanksi takzir, yang ditetapkan oleh Khalifah sesuai dengan besar kecilnya kerugian yang ditanggung oleh negara.
Begitulah Islam akan mencegah adanya kenakalan pejabat dengan memberlakukan aturan yang tegas sesuai syariat. Karena sistem yang bersih akan melahirkan individu yang bersih pula, namun sebaliknya dengan sistem kapitalisme yang kotor ini, maka pejabat kotor akan terus bermunculan. Begitulah, bagaikan “balada sapu kotor” yang digunakan untuk menyapu rumah, bagaimana rumah akan bersih jika sapu yang digunakan untuk membersihkan malah berbalut lumpur? Tentu rumah akan semakin kotor, bukan?
Wallahu a'lam bishshawab. []
Benar Mbak,Jelas tidak dibutuhkan sapu yang kotor untuk menyapu. Jelas tidak diperlukan adanya lembaga KPK kalau keberadaannya maupun ketidakadaannya tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap upaya pemberantasan korupsi. Yang terjadi malah kasus korups makin menjadi-jadi. Wis wayahe ganti dengan sistem Islam. Syari'at Islam harga mati.
Betul.. kalau mau bersihin ya mestinya pakai sapunya yg bersih..
Tak heran kalau tak bersih².. korupsi justru makin bertambah.. kapitalisme sarang 'kotoran'
Aneh ya ditubuh KPK justru korupsi tumbuh subur!
KPK itu sangat sulit untuk independen di sistem demokrasi kapitalisme, di mana para oligarki berkuasa. Akhirnya KPK juga gak ada beda dengan institusi lain yang tetap ada intervensi di dalamnya.
Sangat miris, ada KPK namun korupsi makin subur di sana sini, korupsi makin menjadi. Namun, inilah konsekwensinya jika sistem rusak yang terus dipakai.
Gimana rumah bersih klo sapu yang untuk membersihkannya kotor?Kapitalisme sistem rusak akan melahirkan individu pejabat rusak. Sudah saatnya ganti dengan sistem Islam