Peran negara seakan lenyap tanpa jejak dalam mewujudkan visi misi wisata yang aman, nyaman, ramah lingkungan, dan menguatkan keimanan.
Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Syahdan, pariwisata kini menjadi sebuah program unggulan negara. Berbagai cara dilakukan untuk mengeksplorasi keindahan alam Indonesia di seluruh penjuru tanah air. Berbagai ide kreatif wisata bermunculan, baik yang langsung memanfaatkan panorama alam ataupun wisata artifisial dan wahana buatan.
Balada Destinasi Wisata Kaca
Berbagai wilayah di negeri ini berlomba-lomba untuk memiliki Destinasi Wisata. Sebagaimana pengajaran di laman kemenparekraf.go.id, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejatinya memiliki visi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata kelas internasional. Maka dari itu, Kemenparekraf serius mewujudkan misinya dalam mengembangkan destinasi pariwisata kelas dunia.
Selain itu, Kemenparekraf melakukan pemasaran dengan berorientasi kepada wisawatan. Lembaga pelat merah ini juga fokus pada pengembangan lingkungan dan kapasitas industri pariwisata di Indonesia yang berdaya saing tinggi. Bahkan Kemenparekraf begerak di bidang ekonomi kreatif, sektor yang disebut menjadi tulang punggung negara. Di sektor ini, Kemenparekraf memiliki tugas untuk menyinergikan kerja sama antara para inventor dengan investor.
Hal itu yang kemudian merangsang setiap wilayah membangun atau menjadikan daerahnya sebagai kota wisata yang banyak diminati wisatawan. Berbagai destinasi wisata dibangun, termasuk destinasi wisata kaca yang sangat diminati oleh wisatawan. Ada beberapa wilayah yang telah membangun dan meresmikan destinasi wisata ini, salah satunya wilayah Banyumas.
Sayang beribu sayang, kabar duka menyergap dunia wisata. Jembatan Kaca di Hutan Pinus Limpakuwus Banyumas, Jawa Tengah yang menelan korban jiwa. Kejadian nahas itu terjadi pada Rabu (25/10/2023). Satu pengunjung langsung meninggal seketika, satu pengunjung lain mengalami patah tulang dan luka berat, serta ada dua yang bergelantungan di besi landasan kaca (republika.co.id, 26/10/2023).
Balada destinasi wisata kaca menyuguhkan betapa tidak amannya wisata di negeri ini. Apalagi disampaikan bahwa destinasi di Banyumas tersebut tidak melalui proses uji kelayakan. Kasat Reskrim Polresta Banyumas Kompol Agus Supriyadi memberikan pernyataan yang cukup mengagetkan. Dia menyampaikan bahwa tidak pernah ada uji kelayakan jembatan menurut pengelola objek wisata tersebut (kompas.com, 26/10/2023).
Tragis dan malang nian nasib para korban. Alih-alih kebahagiaan dan kesegaran pikiran yang mereka dapatkan, justru ancaman nyawa, kerugian fisik, dan kerugian materi yang mereka tuai. Balada destinasi wisata kaca menambah deretan buruknya pengelolaan pariwisata di negeri ini.
Di Mana Peran Negara
Visi besar negara melalui Kemenparekraf tampaknya tidak diiringi dengan edukasi, fasilitas, dan penyuluhan yang komprehensif dan rutin di setiap wilayah. Motivasi membangun desa atau kota wisata hanya terkesan sebatas dukungan sejumlah dana tanpa ada kontrol ketat. Pembangunan sepenuhnya diserahkan kepada tiap wilayah. Fasilitas uji kelayakan seakan tak menjadi fokus perhatian negara demi keamanan dan keselamatan pengunjung dan penghuni tempat wisata, serta keberlangsungan wisata tersebut.
Negara yang sejatinya memiliki peran krusial, tampaknya berlepas tangan dengan urusan proyek wisata di tiap wilayah. Hal itu bukan tanpa sebab. Negara seolah angkat tangan dengan kasus yang terjadi di Banyumas. Alasan klasik, perkara tersebut bukan tanggung jawab negara, tetapi tanggung jawab pengelola wisata jembatan kaca. Lebih dari itu, negara saat ini masih bermesraan dengan sistem kapitalisme yang berdasarkan manfaat. Segala sesuatu dilihat dari untung dan rugi.
Sistem kapitalisme menjadikan cuan sebagai tujuan. Negara tampak abai dengan pembukaan wisata jembatan kaca meski menihilkan uji kelayakan. Dalam sistem kapitalisme, negara diceraikan tanggung jawabnya dari rakyat. Sehingga, balada wisata jembatan kaca tidak menjadi perhatian yang diprioritaskan.
Jembatan kaca memang menarik hati untuk diseberangi. Namun, jika tidak diperhatikan dengan saksama pengelolaan dan kelayakannya, hal itu bisa menjadi tragedi seperti yang terjadi di negeri ini. Kapitalisme melenyapkan keprofesionalan dan amanah dalam mengarungi sebuah tujuan finansial. "Modal sedikit untung banyak" seakan menjadi slogan yang dinilai segenap kapitalis.
Bahan kaca yang memang memiliki sifat retak seharusnya benar-benar diperhatikan. Pemilihan kaca yang tebal dan dilindungi teralis besi yang kokoh mestinya menjadi pilihan. Sayang berputar sayang, pembangunan yang terkesan asal-asalan dibiarkan. Kecelakaan pun tak terelakkan.
Di satu sisi, pariwisata memang menjadi visi utama. Di sisi lain, mitigasi keamanan area wisata dan kelayakannya tidak begitu diperhatikan karena lebih mementingkan materi. Dengan demikian, lengkap sudah kesengsaraan yang tersaji dalam panggung kapitalisme. Peran negara seakan lenyap tanpa jejak dalam mewujudkan visi misi wisata yang aman, nyaman, ramah lingkungan, dan menguatkan keimanan. Bagaimana bisa menguatkan keimanan, akidah kapitalisme adalah sekularisme, yakni memisahkan urusan agama dari kehidupan, termasuk memisahkan perkara pariwisata dengan agama.
Pariwisata dalam Pandangan Islam
Islam adalah agama sekaligus ideologi kehidupan. Segala aspek kehidupan terajut indah dalam tatanan syariat Islam, termasuk pariwisata. Islam mendudukkan pariwisata sebagai sarana dakwah untuk menambah keimanan dan menjaga suasana keimanan itu sendiri. Pariwisata tidak dijadikan sebagai sumber pemasukan negara, melainkan untuk mendaburi ciptaan Allah, apakah itu pantai, gunung, bukit, hutan, dll. Kalaupun ada wisata buatan atau artifisial, Islam tetap mendudukkannya sebagai wasilah dakwah.
Islam membolehkan adanya objek wisata. Namun, di tempat wisata itu, wisatawan muslim akan mengeksplorasi tempat wisata sebagai sarana mempertebal keimanan. Sementara wisatawan nonmuslim (tidak semua, hanya kafir zimi, kafir muahid, dan musta'min) akan turut merasakan Kebesaran Allah dan keagungan peradaban Islam.
Selain itu, pembangunan dan pengelolaan wisata harus melewati uji kelayakan. Bahan dan fasilitas yang digunakan dalam pembangunan tersebut haruslah bahan yang memang bagus dan berkualitas. Upaya penjagaan negara atas keselamatan nyawa, fisik, dan akal pengunjung akan ditegakkan oleh tim ahli yang diutus oleh kepala negara. Negara akan mengontrol laju pariwisata tersebut. Bahkan, kebersihan dan kelestarian lingkungan juga akan diperhatikan oleh negara.
Wisata dalam Islam adalah untuk menambah tsaqofah dan menguatkan akidah. Tak boleh dalam tempat wisata ada satu perkara saja yang mengantarkan pengunjung ataupun pengelola pada kemaksiatan. Tempat-tempat bersejarah di masa lalu ada yang bisa dijadikan area wisata, ada pula yang tidak. Apa-apa yang bertentangan dengan peradaban Islam maka negara akan memusnahkannya. Edukasi komprehensif dan rutin tentang dunia wisata akan disuguhkan kepada rakyat oleh negara.
Apabila ada kelalaian dalam pengelolaan wisata, akan ada sanksi sesuai sesuai syariat Islam dan pandangan khalifah. Bahkan, jika pengunjung juga melakukan kemaksiatan atau kejahatan di tempat wisata, akan ada sanksi pula. Berat ringannya sanksi tergantung kejahatan atau kelalaian apa yang dilakukan. Jika sampai pada tataran hilangnya nyawa, hukum kisas akan ditegakkan oleh khalifah. Dengan demikian, Islam menutup celah adanya kecelakaan ataupun kemaksiatan di area wisata.
Patut diketahui, Islam menetapkan kapala negara bertanggung jawab penuh atas segala urusan rakyat, termasuk urusan wisata. Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah menjadi tanggung jawabnya. Sebagaimana sabda Baginda Nabi saw.,
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ».
“Imam/khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Penutup
Destinasi wisata tak akan menjadi sebuah balada saat sistem Islam ditegakkan. Wisata akan eksis sesuai pandangan syariat Islam. Hal itu tak mungkin terjadi saat ini. Oleh karena itu, kaum muslim harus sadar dan segera mencampakkan kapitalisme. Cukup tragedi jembatan kaca di Banyumas menjadi tragedi terakhir yang menghilangkan dan membahayakan nyawa rakyat. Wallahu a'lam.
"Motivasi membangun desa atau kota wisata hanya terkesan sebatas dukungan sejumlah dana tanpa ada kontrol ketat. Pembangunan sepenuhnya diserahkan kepada tiap wilayah. Fasilitas uji kelayakan seakan tak menjadi fokus perhatian negara demi keamanan dan keselamatan pengunjung dan penghuni tempat wisata, serta keberlangsungan wisata tersebut."
bener banget Mba, banyak tempat wisata yang asal jadi tanpa memperhatikan keamanannya. miris sekali
Kadang hanya semacam menggugurkan kewajiban melaksanakan visi program desa atau kota wisata. Ironis memang
Tidak hanya itu, pengembangan wisata ekstrim pun berbahaya dan Rasulullah mengingatkan agar jangan melakukan hal yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. Seharusnya wisata yang beresiko dihentikan.
Sepakat Mbak.
Kecelakaan di area wisata itu sudah terjadi berulang kali. Seharusnya ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk benar-benar memperhatikan kerja para pengembang agar tidak asal membangun, apalagi tanpa uji kelayakan. Soalnya ada banyak nyawa yang akan dikorbankan jika pembangunan dilakukan asal-asalan, asal untung tapi tidak berkualitas.
Itulah kapitalisme, tak memikirkan savety hingga tataran nyawa. Naudzubillah
Islam sangat sempurna, tempat wisata pun diatur sedemikian rupa. Dalam Islam segala hal harusnya semakin membuat manusia mempertebal keimanannya kepada Allah. Termasuk pemiliknya dan orang yang mendatangi tempat wisata tujuannya adalah karena menguatkan keimanan Allah. Bukan hanya ingin mendapatkan materi. Tidak heran sih karena sistem kapitalis yang diterapkan negara adalah sistem kapitalis. Yang penting menghasilkan materi tidak peduli meski harus menghilangkan nyawa manusia.
Potret beramal kapitalisme nggib, Mbak.
Membayangkan fakta jembatan kaca saja sudah ngeri, apalagi melewatinya. Benar- benar uji nyali.
Miris, mendengar tragedi kecelakaan wahana wisata di Banyumas tersebut. Benar Mbak Afi, sistem Kapitalisme ini hanya mengejar keuntungan besar tanpa memberi jaminan keamanan wisatawan. Setali tiga uang dengan sikap penguasa.
Kongkalikong penguasa dan pengusaha kapitalis membuahkan kefasafab. Naudzubillah
Jadi ingat film final destination yg rollercoaster, di mana semua yg naik wahana itu meninggal semua. Kematian bisa datang kapan saja. Hanya caranya yg berbeda beda. Semoga umat segera sadar bahwa sistem Islam lah yg terbaik, agar mendapatkan keamanan dalam semua aspek kehidupan termasuk ketika mengunjungi obyek wisata.
Aamiin yaa mujibassailin