Perubahan dan kebangkitan suatu bangsa yang dijajah dalam pusaran ideologi kapitalisme hanyalah sebuah hipokrisi.
Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com& Penulis Solitude)
NarasiPost.Com-"And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze"
Secuil lirik lagu Michael Heart jelas menggambarkan kondisi Gaza khususnya dan Palestina umumnya dari waktu ke waktu. Lirik lagu yang viral sejak 2008 merupakan sebuah fakta yang tak bisa dimungkiri adanya. Kini, Gaza kembali membara. Satu purnama lebih penjajah Zionis Yahudi mengirimkan serangan membabi buta. Tuduhan yang mereka tuding tak jua jadi nyata.
Suara di APEC untuk Gaza, Efektifkah?
Duhai, sejak 1948, Palestina tengah berdikari melawan penjajahan Zionis Yahudi. Kaum muslim di sana terus menghalau serangan yang bertubi-tubi. Hampir setiap tahun, pembantaian di Masjilaqsa dan serangan udara menyelimuti. Di penghujung 2023 ini, Gaza kembali membara akibat ulah Zionis Yahudi.
Berbagai kecaman, ancaman,dan saran genjatan senjata berdatangan. Dari tahun ke tahun, hal itu berulang tanpa bermuara pada perubahan. Kecaman, ancaman, dan saran itu ada yang berasal dari personal secara hubungan kenegaraan, ada pula disuarakan tatkala forum organisasi dunia yang sedang diselenggarakan.
Di tengah kebrutalan dan kebiadaban Zionis Yahudi, KTT APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) diselenggarakan. Ada secuil harapan tatkala Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyinggung kondisi yang terjadi terhadap masyarakat di Gaza, Palestina dalam retreat Konferensi Tingkat Tinggi Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik atau KTT APEC yang digelar di San Fransisco, Amerika Serikat, pada Jumat, 17 November 2023. Jokowi meminta hak mereka untuk dihormati (tempo.co, 18/11/2023).
Bahkan, Presiden Indonesia sudah menyuarakan dengan lantang agar genjatan senjata dilakukan. Ia telah mendesak para pemimpin APEC untuk bertindak menghentikan perang, segerakan gencatan senjata, dan memastikan bantuan kemanusiaan bagi masyarakat Gaza dapat dikirimkan tanpa hambatan (CNBCIndonesia.com, 18/11/2023).
Tentu saja apa yang dilakukan Presiden Jokowi patut dihargai dan didukung sepenuh hati. Hanya saja, suara yang digagas Presiden Jokowi bukan yang pertama kali. Di tahun 2014, usulan Mesir untuk genjatan senjata karam dengan serangan Zionis Yahudi (bbc.com, 16/6/2014). Bahkan pengakuan kedaulatan Palestina dari PBB tak memiliki arti. Buktinya, Zionis Yahudi terus menjajah tanpa peduli dengan apa yang disuarakan PBB dan seluruh penguasa di penjuru negeri.
Di samping itu, apa yang diusulkan presiden Indonesia dan penguasa muslim lainnya berseberangan dengan presiden adidaya. Joe Biden, sang presiden Amerika Serikat, mengutarakan pendapatnya bahwa genjatan senjata justru akan menguntungkan Hamas. Ia berpandangan Hamas akan segera mengisi ulang persediaan senjatanya. Dengan tegas, dia menolak genjatan senjata. Dia tetap memilih sikap berseberangan dengan pandangan dunia internasional (CNBCIndonesia.com, 19/11/2023).
Maka dari itu, tampaklah bahwa suara murni yang datang dari hati sekalipun untuk menghentikan perang apalagi penjajahan Zionis Yahudi di Palestina terhalang benteng adidaya. Konstelasi perpolitikan internasional sepenuhnya dalam cengkeraman United State of America. Penguasa muslim lainnya bisa apa? Sementara negeri-negeri muslim yang berserakan di muka bumi ini berada di bawah kendali dan hegemoni negara adidaya.
Hipokrisi Perubahan
Suara perubahan yang muncul dalam helatan APEC, OKI, PBB, ataupun organisasi internasional lainnya sepertinya mandul secara permanen. Jalannya konstelasi perpolitikan dunia telah dirancang oleh adidaya. Sebagaimana kitab "Mafahim Siyasi" menyebutkan bahwa keberadaan Amerika Serikat sebagai adidaya telah jelas mengikrarkan diri sebagai pemilik perusahaan. Dunia inilah perusahaan yang dimaksud.
Suara perubahan yang dilontarkan dalam forum internasional mana pun haruslah mengantongi restu dari adidaya. Ideologi kapitalisme yang disebarkan dengan metode penjajahan nyata mencengkeram seluruh negara di dunia, wabilkhusus kawasan Timur Tengah yang kerap dijajah secara fisik. Kuatnya sekat nasionalisme menjadikan negeri tetangga diam seribu bahasa menyaksikan kesadisan penjajahan fisik di suatu wilayah. Pembelaan mereka sebatas kecaman, ancaman, ataupun saran-saran.
Sebagaimana halnya penjajahan yang menimpa Palestina, tak ada satu negara pun yang membela dengan mengirimkan militer beserta senjatanya. Sekat nasionalisme berhasil melumpuhkan persaudaraan antarmuslim dan kesatuan umat. Kemanusiaan justru porak-poranda dalam asuhan nasionalisme. Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa yang dielu-elukan oleh Hak Asasi Manusia (HAM) tak seratus persen adanya, bahkan fakta berkebalikan kerap mewarnai konstelasi perpolitikan internasional.
Indonesia sendiri, meski mengusulkan genjatan senjata, secara tidak langsung merestui keberadaan penjajah Zionis Yahudi di Palestina. Selain itu, kerjasama ekonomi antara Indonesia dan negara penjajah itu juga masih begitu mesra. Pun dengan negara tetangga terdekat Palestina. Mesir menolak pengungsi Palestina dengan dalih tidak ingin mengkhianati jalinan kerjasama dengan Zionis Yahudi. Negeri-negeri muslim lain pun seragam alasannya. Naudzubillah.
Perubahan dan kebangkitan suatu bangsa yang dijajah dalam pusaran ideologi kapitalisme hanyalah sebuah hipokrisi. Dengan begitu, Palestina harus terus mempertebal benteng perlawanan tanpa ada pembelaan yang pasti dari pemimpin-pemimpin muslim yang telah teracuni oleh paham nasionalisme. Palestina harus terus berjuang sendirian tanpa ada bantuan tentara dari mana pun.
Perubahan Hakiki dalam Pandangan Islam
Palestina dan seluruh negeri muslim lainnya yang terjajah secara fisik ataupun pemikiran jelas membutuhkan perubahan. Kedaulatan yang dielu-elukan oleh PBB belumlah menjadi kenyataan. Apabila PBB yang mendukung kedaulatan justru tak mampu memberikan kemerdekaan karena tak ada restu dari adidaya, kenapa negeri-negeri muslim harus menggantungkan harapan pada PBB untuk mengemas kemerdekaan?
PBB dan organisasi internasional lainnya yang memang didesain oleh adidaya tentu tidak akan pernah bisa menjadi kendaraan untuk melakukan perubahan. Menempel pada kebijakan negara apalagi hanya kepada organisasi saja tidak akan mampu mengantarkan pada perubahan. Alih-alih akan menjumpai perubahan, membebek pada kebijakan adidaya hanya akan menjadikan suatu negara sebagai kacung yang patuh pada tuannya.
Perubahan hakiki harus dilakukan. Apabila sistem kapitalisme jelas mendatangkan penderitaan, kesengsaraan, dan kezaliman, sistem tersebut harus dimusnahkan dan diganti dengan sistem yang membawa kebaikan dan keberkahan, yakni sistem yang berasal dari Zat Yang Maha Baik. Selain itu, seorang muslim seharusnya menjadikan Islam sebagai aturan. Sebab Islam bukan sebatas agama ritual, tetapi juga ideologi kehidupan. Terlebih lagi, tinta emas sejarah telah terukir bahwasanya tatkala Islam diterapkan sejak masa Rasulullah saw. hingga Utsmani, Islam menjadi mercusuar peradaban mulia.
Perjuangan melanjutkan kembali kehidupan Islam adalah sebuah keharusan. Sebab, Islam akan memusnahkan penjajahan di muka bumi. Islam mewajibkan pemimpin (khalifah) untuk memelihara urusan rakyat dengan menjamin akal, jiwa, harta, darah, dan akidah rakyatnya.
Dengan Islam, khalifah akan mampu menyatukan umat Islam di seluruh dunia. Politik luar negeri dengan dakwah dan jihad akan ditegakkan. Apabila ada satu permasalahan di sebuah wilayah Khilafah, sebut saja penindasan, maka khalifah akan memberikan hukuman tegas bagi pelakunya. Apalagi sampai penjajahan oleh suatu entitas dan negara, maka khalifah akan segera menyerukan jihad untuk mengusir dan memerangi penjajah dari wilayah Daulah (Khilafah) Islam.
Islam menjadikan khalifah sebagai penanggung jawab segala urusan rakyatnya, termasuk urusan menjaga jiwa dan darahnya dari rongrongan penjajah. Sebab khalifah akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah Swt. atas apa yang diurusinya. Sebagaimana sabda Baginda Rasulullah saw.,
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Hanya khalifah nantinya yang mampu menyerukan dan mengirimkan tentara muslim untuk membebaskan Palestina ataupun negeri-negeri muslim lainnya yang tersandera kedaulatannya. Khalifah juga akan menjaga dan melindungi kehormatan dan keselamatan jiwa manusia, terutama perempuan, anak-anak, dan lanjut usia yang telah renta. Kebiadaban Zionis Yahudi yang didukung negara-negara Barat akan sepadan jika berhadapan dengan Khilaf Islamiah dalam komando khalifah. Maka dari itu, perubahan hakiki hanya bisa diraih dengan menjadikan Islam diterapkan dalam bingkai negara.
Penutup
Kaum muslim harus sadar dan paham bahwa Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya berada dalam cengkeraman ideologi kapitalisme. APEC dan organisasi sejenis lainnya tak akan pernah membawa perubahan. Maka sudah sepatutnya kaum muslim berjuang menanggalkan dan mencampakkan ideologi kapitalisme dari kehidupan dan menggantinya dengan sistem Islam. Hal ini memerlukan perjuangan ekstra dengan dakwah pemikiran secara berjemaah agar perubahan hakiki terwujud. Sebagaimana dahulu Rasulullah saw. membentuk kutlah dakwah di Makkah hingga akhirnya menegakkan Daulah Islam di Madinah.
Wallahu a'lam.[]
Di tahun 2014, usulan Mesir untuk genjatan senjata karam dengan serangan Zionis Yahudi. Sudah 39x Israel melanggar perjanjian damai, sangat aneh bin ajaib jika penguasa muslim berharap pada perjanjian damai yang digagas oleh Barat dan antek2nya.
Hil yang mustahil ya Mbak jika berharap pada gencatan senjata ataupun perjanjian damai. Mereka para Zionis tidak paham bahasa itu, pahamnya perang
Sesungguhnya APEC, PBB, dan organisasi apa pun tidak akan membawa perubahan untuk Palestina. Buktinya saja forum-forum dunia yang sudah berulang kali dilakukan tidak lantas membuat Palestina merdeka hingga kini. Kecaman hanya seperti angin lalu bagi Zionis Yahudi.
Nah, itulah kenapa penguasa muslim masih patuh pada organisasi yang jelas lahir dari peradaban kapitalisme