"Kapitalisme sekuler sendiri memandang seksualitas adalah sesuatu yang harus dipenuhi. Menurutnya, saat naluri seksual muncul lalu tidak dipuaskan saat itu juga, akan menyebabkan kerusakan. Ditambah tujuan hidupnya adalah untuk meraih kepuasan materi. Sehingga wajar bila kemudian sarana-sarana yang dapat memuaskan gairah seksual justru difasilitasi bahkan diperbanyak."
Oleh. Dwi Indah Lestari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pornografi terus merebak tak terkendali. Konten-kontennya pun makin marak menghiasi media. Sementara belum ada pihak mana pun yang sepertinya sanggup membendung peredarannya. Mengapa?
Disukai atau tidak, pornografi hingga kini telah berkembang pesat. Apalagi di era digital, keberadaannya makin mudah berseliweran di lini masa media sosial. Seperti halnya yang terjadi beberapa waktu ini. Publik dihebohkan oleh viralnya video porno perempuan dengan kebaya merah dan seorang laki-laki yang melakukan perbuatan asusila. Tayangan yang ditengarai dibuat di salah satu hotel di Surabaya itu tengah dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian (cnnindonesia.com, 5/11/2022).
Menjadi Ladang Bisnis
Kemudahan dunia online seakan membuka peluang untuk menjadikan pornografi sebagai ladang bisnis. Apalagi bisnis lendir ini cukup menggiurkan. Tak sedikit cuan yang berputar di sekeliling industri pornografi ini. Tak mengherankan banyak oknum yang terus berusaha menjajakan pornografi demi mengeruk keuntungan yang besar. Mereka pun terampil memanfaatkan perkembangan teknologi dalam memasarkan produk haramnya tersebut.
Beberapa riset mengungkapkan besaran pendapatan yang diperoleh industri pornografi. Forbes (2001) melaporkan uang yang berputar di industri porno sekitar $3,9 miliar. Sementara US News and World Report (2007) mencatat nilai keuntungan yang diperoleh industri porno sebesar $8 miliar. Bahkan di Jepang tiap tahunnya memproduksi sekitar 20 ribu video porno dengan laba sebesar $4,4 miliar (tirto.id, 2/7/2019).
Besarnya aliran fulus yang sangat fantastis dalam lingkaran pornografi, membuat banyak orang tertarik untuk terjun ke dalamnya. Moral dan nilai agama tidak lagi menjadi perhitungan. Apalagi di zaman yang kapitalistik seperti saat ini, apa saja sah dijadikan bahan dagangan. Termasuk menjual kehormatan demi pemuasan syahwat. Tidak peduli apakah itu merusak atau tidak, yang penting kesenangan duniawi ada dalam genggaman.
Kapitalisme sekuler sendiri memandang seksualitas adalah sesuatu yang harus dipenuhi. Menurutnya, saat naluri seksual muncul lalu tidak dipuaskan saat itu juga, akan menyebabkan kerusakan. Ditambah tujuan hidupnya adalah untuk meraih kepuasan materi. Sehingga wajar bila kemudian sarana-sarana yang dapat memuaskan gairah seksual justru difasilitasi bahkan diperbanyak. Maka tak heran bila industri pornografi akan terus menjamur dan sulit untuk diberantas.
Dampak Buruk Pornografi
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), menyebutkan bahwa 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia pernah menonton pornografi di media online. Data yang diperoleh dari hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) KPPPA tersebut juga mengungkapkan 34,5 persen anak laki-laki dan 25 persen anak perempuan, pernah terlibat dalam aktivitas seksual (suarasurabaya.net, 30/11/2021).
Fakta tersebut membawa keprihatinan mendalam. Padahal pornografi memberikan ancaman bagi generasi karena dampaknya yang sangat merusak. Dikutip dari laman ditsmp.kemdikbud.go.id (7/3/2022), ada tiga efek negatif dari kecanduan pornografi.
Pertama, dapat merusak otak cukup serius dan bisa jadi permanen. Tidak tanggung-tanggung levelnya bahkan sama dengan kerusakan otak orang yang mengalami kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi. Imbasnya, seseorang dengan kondisi otak semacam itu menjadi sulit membedakan baik dan buruk, kurang percaya diri, sulit membuat keputusan, hilang daya imajinasi, dan tidak mampu merencanakan masa depan.
Kedua, menyebabkan gangguan emosi. Seseorang yang kecanduan pornografi, akan terganggu psikisnya, sehingga berdampak pada perasaannya yang sering kacau karena selalu mencari konten pornografi. Selain itu ia juga mudah marah dan tersinggung, apalagi ketika aktivitas menonton pornografi terganggu. Ia juga mengalami kecemasan yang tinggi dan sulit berkonsentrasi.
Ketiga, merusak masa depannya. Seseorang yang sudah candu akan pornografi menjadi sulit untuk menghentikan kebiasaannya itu. Akibatnya ia mengabaikan hal-hal yang bermanfaat untuk masa depannya. Lebih buruknya lagi, ia bisa terseret untuk melakukan seks bebas yang pastinya akan semakin merusak hidupnya. Bahkan saat hasrat seksualnya tak terbendung ia bisa nekat dan menjadi pelaku kekerasan seksual, seperti melakukan pelecehan hingga pemerkosaan.
Robert Parlindungan S., Asisten Deputi Pelayanan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), mengatakan dalam konferensi pers pengungkapan kasus kejahatan seksual anak di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (30/11/2021), bahwa hampir semua kekerasaan seksual yang terjadi adalah akibat pornografi yang terus marak. Pada tahun 2021, terdapat 11.149 kasus kekerasan anak dalam 10 bulan. Artinya terjadi 1000 kasus per harinya (suarasurabaya.net, 30/11/2021).
Lemahnya Penjagaan Negara
Pemerintah memang telah mengatur terkait dengan pornografi, yaitu UU No 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Disebutkan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Sayangnya, regulasi ini rupanya tidak mampu membendung konten-konten pornografi yang terus membanjiri media massa. Kominfo sendiri memperkirakan ada 2,5 juta konten terlarang beredar di internet sejak Agustus 2018 hingga Juli 2021. 450 ribu konten bermotif pornografi dan pornoaksi di media sosial telah ditindak oleh pihaknya hingga September 2021 lalu (22/10/2021).
Meski telah sekian banyak situs porno diblokir oleh pemerintah, namun nyatanya konten-konten serupa masih mudah bergentayangan dan ditemui di dunia maya. Ini tentu sangat berbahaya, utamanya bagi anak-anak. Disadari atau tidak, anak-anak saat ini adalah generasi yang sangat lekat dengan dunia dan teknologi digital. Sementara internet membuka pintu lebar bagi seluruh arus informasi termasuk pornografi untuk siapa saja termasuk remaja, sehingga rentan terpapar.
Di sisi lain, meski pemerintah mengatakan konsisten memerangi pornografi, namun upaya yang dilakukan masih terkesan setengah hati. Situs porno diblokir, namun tayangan mengandung unsur kepornoan dalam bentuk iklan, sinetron, film, dan bentuk lainnya baik di televisi dan media lainnya masih tetap ada. Seperti sinetron dengan tema pergaulan bebas di kalangan remaja, banyak dijumpai dan diminati. Padahal itu justru mempromosikan free lifesytle yang gampang ditiru remaja.
Sementara itu, dunia pendidikan juga tengah dibayangi sekularisasi yang begitu akut. Agama yang semestinya dapat menjadi benteng bagi generasi dari hal-hal negatif seperti pornografi, malah dijauhkan. Bahkan kata agama dalam draf Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020 – 2035 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan justru dihilangkan dari visi pendidikan Indonesia.
Maka tak mengherankan bila para pelajar tidak lagi memiliki pegangan yang lurus dalam perilakunya. Padahal gempuran budaya Barat yang serba permisif begitu dahsyat menyerang. Lalu bagaimana pemuda dapat melindungi dirinya dari kerusakan luar biasa tersebut? Sedangkan negara lemah dalam memberikan penjagaan terhadap generasinya sendiri.
Islam Melindungi Generasi dari Pornografi
Kegagalan negara kapitalis sekuler dalam melindungi generasi dari pornografi adalah karena asasnya yang meniadakan peran Sang Pencipta dalam kehidupan. Manusia yang lemah dan terbatas malah diberi kedaulatan untuk membuat aturan hidup. Wajar jika sistem hidupnya pun rapuh sehingga melahirkan berbagai kerusakan.
Berbeda halnya dengan Islam. Sistem hidupnya tegak di atas keyakinan bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya Sang Pencipta dan Pembuat Hukum. Aturan yang bersumber dari wahyu, meniscayakan kebenaran secara mutlak dan kesesuaiannya dengan fitrah manusia. Maka ketika dipakai untuk mengatur hidup manusia, yang terwujud adalah keselamatan, kesejahteraan, ketenangan, dan keberkahan.
Negara, yaitu Khilafah, menjadi institusi pemerintahan dalam sistem Islam yang diberikan amanah sebagai penerapnya. Ialah yang akan menjadi penjaga sekaligus garda terdepan dalam melindungi rakyatnya dari semua hal yang mengancam dan menimbulkan kerusakan. Termasuk di dalamnya menjaga dari bahaya laten pornografi.
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Khilafah akan menerapkan sistem pergaulan Islam, yang di antaranya mengatur kehidupan antara laki-laki dan perempuan agar sesuai dengan syariat. Penjagaan kehormatan keduanya, tampak dari aturan untuk menundukkan pandangan, menutup aurat, larangan khalwat dan ikhtilat, dan lain-lain. Masyarakat juga dibina dengan sistem Islam, sehingga kehidupannya senantiasa terikat dengan hukum syarak. Sehingga suasana keimanan dan ketakwaan senantiasa menyelimuti kehidupan masyarakatnya.
Selain itu, kontrol masyarakat terhadap pelaksanaan hukum syarak, baik oleh individu maupun negara, benar-benar dijalankan. Mereka tidak akan segan menegur, mengingatkan dan memberi nasihat dalam kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Sehingga perbuatan maksiat tidak akan mudah terjadi dan dilakukan siapa pun. Di sisi lain, Khilafah juga menindak tegas para pelaku maksiat dengan sanksi sesuai syariat, yang berfungsi sebagai jawabir (penebus) dan zawajir (pencegah).
Sistem pendidikan Islam yang diterapkan akan melahirkan generasi Islam dengan kepribadian mulia. Generasi yang berpola pikir dan berpola sikap Islam, yang memahami visi misi kehidupannya, serta mencurahkan seluruh potensinya demi kemaslahatan umat. Mereka tidak akan menyia-nyiakan waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat apalagi berdosa, seperti menonton pornografi.
Sementara itu, Khilafah juga akan menyaring konten-konten yang beredar di masyarakat dari hal-hal negatif. Konten pornografi dilarang penyebarannya. Media di dalam Khilafah akan digunakan sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan pemikiran dan pemahaman Islam sekaligus sarana propaganda untuk menunjukkan ketinggian dan kemuliaan peradaban Islam. Inilah gambaran penjagaan hakiki Khilafah kepada umat dari ancaman pornografi.
Wallahu’alam bisshowab.[]
Photo : Freepik.com