”Sistem ekonomi Islam terbaik ini benar-benar berfokus pada kemaslahatan umat, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, terhindar dari ketidakjelasan penggunaan anggaran dan menutup celah-celah korupsi.”
Oleh. Virlyana Azhari Uswanas
(Kontributor NarasiPost.Com dan Voice of Muslimah Papua Barat)
NarasiPost.Com-Saat berbagai subsidi dicabut dengan dalih anggaran defisit, di sisi lain pemerintah ‘kewalahan’ karena harus menghabiskan dana pembangunan yang masih tersisa Rp1.200 T dalam beberapa bulan ini sebelum tahun anggaran berganti. Sungguh miris, anggaran pembangunan justru tertumpuk ketika ekonomi rakyat carut marut.
Dalam sebuah konferensi pers yang dirangkum CNN Indonesia, Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia meminta kepada seluruh lembaga dan kementerian agar segera menghabiskan dana belanja APBN yang masih tersisa Rp1.200 triliun sebelum tahun ini berakhir. Menurut data, serapan anggaran belanja negara sampai akhir September lalu baru mencapai 61,6 % dari target Rp3.106,4 triliun yang artinya masih tersisa Rp1000 triliun lebih untuk dihabiskan dalam periode Oktober-Desember 2022 [28 Oktober 2022].
Febrio Nathan Kacaribu selaku Kepala Badan Kebijakan Fiskal mengungkapkan meski belanja harus habis sesuai target, bukan berarti habis-habisan untuk kegiatan tidak perlu dan tidak berkualitas. “Kita tentu fokusnya bukan kepada memaksa diserap, justru ingin dipastikan agar belanjanya berkualitas,” imbuhnya. Febrio juga menambahkan jika tahun ini anggaran tidak habis, akan dioper ke tahun depan sebagai dana cadangan atau cash buffer. [ CNN Indonesia, 28 Oktober 2022]
Dana Bersisa, Wujud Kinerja Pemerintah Tak Maksimal
Meski menurut beberapa ahli ekonomi, penyerapan anggaran yang lamban tahun ini merupakan dampak goyangnya perekonomian negara pascapandemi Covid 2019 lalu, nyatanya serapan anggaran rendah dan bersisa ini bukanlah hal baru dalam pemerintahan. Dalam praktiknya di lapangan dan menilik pernyataan Kepala Badan Kebijakan Fiskal tentang sisa dana yang dialihkan menjadi dana cadangan tahun selanjutnya adalah bukti kejadian ini bukan dialami Indonesia tahun ini saja. Jika dana bersisa tetapi pembangunan di berbagai bidang telah berjalan sesuai rencana tentu masih bisa diterima.
Kenyataan mirisnya adalah ketika anggaran negara bersisa tetapi banyak layanan publik yang belum optimal seperti bidang kesehatan dan bidang pendidikan. Pemerintah justru memfokuskan dana besar untuk pembangunan fisik yang tidak mendesak seperti pembangunan kereta cepat, sementara beberapa bidang penting seperti riset dan hankam justru mengalami pemangkasan dana. Masyarakat sudah kenyang dihadapkan dengan narasi anggaran defisit sehingga berbagai subsidi dicabut, tetapi fakta anggaran tidak terserap dan bersisa sungguh ironis. Maka benarlah, perencanaan penggunaan anggaran tidak jelas, tidak berfokus pada hal mendesak yang paling dibutuhkan masyarakat.
Dorongan Menghabiskan Anggaran Buka Celah Korupsi
Peraturan pengembalian dana yang bersisa kepada negara nyatanya justru membuka celah korupsi di berbagai daerah. Dengan dalih menghabiskan anggaran agar penyerapan maksimal, pembangunan fisik pun dilakukan dengan cepat meski kualitasnya dipertanyakan. Kegiatan-kegiatan jalan dinas untuk menghadiri workshop dan semacamnya pun digelar demi menghabiskan anggaran. Tak sedikit kegiatan fiktif alias tidak dijalankan atau kegiatan yang dijalankan tapi apa adanya demi mengeklaim pencairan dana.
Sistem Ekonomi Islam, Solusi Ekonomi Pro Kemaslahatan Rakyat
Selama Indonesia masih menganut sistem ekonomi kapitalis, maka sudah bisa dipastikan orientasi bukan terletak pada kepentingan rakyat melainkan kepada kaum kapitalis pemilik modal. Berbeda dengan negara yang menganut sistem ekonomi Islam yaitu Khilafah yang mengelola anggaran negara berdasarkan tuntunan syariat Islam. Dalam pengelolaan anggaran, negara Khilafah mempunyai instansi tersendiri untuk menangani harta atau pemasukan negara dan mempergunakannya untuk kepentingan kaum muslimin yang membutuhkan bernama Baitulmal.
Dalam Islam, keberadaan Baitulmal dan penggunaannya berfokus kepada kemaslahatan orang banyak tentu berdasarkan firman Allah dalam surah Al-Hasyr ayat 7 yang artinya: “Harta rampasan (fa’i) dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al Hasyr : 7)
Dalam pengoperasiannya, Baitulmal terdiri dari dua bagian penting. Pertama, bagian yang berhubungan dengan harta yang masuk dan seluruh jenis harta yang jadi sumber pemasukan Baitulmal. Kedua, adalah berhubungan dengan seluruh jenis harta yang harus dibelanjakan.
Baitulmal juga terdiri dalam beberapa pos yang dibagi berdasarkan peruntukannya. Pertama, pos kepemilikan negara yang meliputi ganimah, anfal, fa’i, khumus, kharaj, status tanah, dharibah atau pajak, dan jizyah. Kedua, pos kepemilikan umum yang terdiri dari minyak bumi, gas bumi, pertambangan, laut, listrik, mata air, perairan, sungai, hutan, hingga aset-aset yang dilindungi negara untuk keperluan khusus. Fakta terbaiknya adalah harta pada pos kedua ini disimpan dalam sebuah tempat khusus agar tidak bercampur dengan harta-harta lainnya. Ketiga, pos yang disusun sesuai jenis harta zakat, mulai dari zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat hewan ternak seperti sapi, unta, dan kambing. Pos zakat ini juga memiliki tempat penyimpanan khusus agar tidak tercampur dengan harta lainnya.
Dalam kitab An-Nizham Al-Iqtishadi Al-Islam, Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menuliskan bahwa Baitulmal menggunakan harta yang ada di dalamnya berdasarkan 6 kaidah. Pertama, untuk harta zakat merupakan hak 8 golongan penerima sesuai yang ditetapkan dalam Al-Qur’an. Kedua, harta yang dikeluarkan Baitulmal untuk menutupi kekurangan dana dalam pelaksanaan kewajiban jihad. Contohnya untuk menafkahi fakir miskin, ibnu sabil, dan memenuhi kebutuhan jihad. Meski dalam pembagian sebelumnya tidak disebutkan tetapi kaidah penggunaan harta kedua ini bersifat tetap. Ketiga, harta yang merupakan kompensasi untuk orang-orang yang telah berjasa bagi negara mulai dari gaji pegawai negeri, tentara, tenaga pendidik, hakim, dan lainnya. Keempat, harta yang bukan merupakan kompensasi tetapi sangat dibutuhkan demi kemaslahatan umat secara umum di mana ketiadaannya dapat memberikan mudarat. Harta keempat ini digunakan seperti pada pembangunan sarana jalan, sarana air bersih, sekolah, rumah sakit, dan lainnya. Penafkahan harta pada kaidah keempat ini juga bersifat tetap meski ada atau tidaknya anggaran dalam Baitulmal. Kelima, harta yang bukan merupakan kompensasi atau pengganti, bukan bersifat urgen tetapi demi kepentingan orang banyak semisal pembangunan jalan alternatif. Keenam, adalah harta yang dibelanjakan Baitulmal dalam keadaan darurat semisal bencana alam, paceklik, kelaparan, wabah, hingga serangan musuh. Pada kaidah keenam ini, ada tidaknya harta pada Baitulmal tidak menggugurkan penyalurannya.
Sedemikian rinci dan jelasnya pembagian harta dan kaidah penggunaan harta dalam Baitulmal. Sistem ekonomi Islam terbaik ini benar-benar berfokus pada kemaslahatan umat sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, terhindar dari ketidakjelasan penggunaan anggaran dan menutup celah-celah korupsi. Tentu, prinsip ekonomi Islam pro kemaslahatan rakyat hanya bisa diterapkan oleh negara yang menganut sistem Islam kaffah yaitu negara Khilafah Islamiah. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]