Potensi Santri dalam Pusaran Sistem Sekuler Kapitalis

"Santri seakan teralihkan visinya. Bukti bahwa mereka tengah dibajak potensinya. Di mana sistem saat ini, diduga hanya memanfaatkan santri dalam meraup materi. Menjadi penyangga berputarnya roda perekonomian sistem kapitalisme. Tentu saja hal ini tidak berkorelasi dengan tujuan awal, yakni menjadi pejuang dalam membebaskan negeri ini dari segala macam bentuk penjajahan."

Oleh. Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T.
(Kontributor NarasiPost.Com, Dosen dan Pemerhati Generasi)

NarasiPost.Com-Perayaan Hari Santri Nasional (HSN) baru saja berlalu. Setiap tanggal 22 Oktober, dirayakan sebagai HSN sejak diputuskan oleh Presiden Joko Widodo dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015. Sejak saat itu, santri beserta tetek bengek kepesantrenan menjadi perhatian penguasa. Rezim seolah begitu agresif dan masif “merawat” santri. Akan dibawa ke mana sesungguhnya potensi santri yang begitu luar biasa?

Dikutip dari laman journalpesantren.com, bahwa jumlah pondok pesantren per Januari 2022 yaitu 26.975 pondok pesantren yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Jumlah yang sangat fantastis. Potensi pemuda yang seyogianya diarahkan untuk menjadi pelanjut estafet peradaban gemilang. Peradaban yang selaras dengan tujuan penciptaannya sebagai hamba Allah Swt.

Namun sayang seribu sayang, potensi santri hari ini seakan dibajak. Berbagai kurikulum dan regulasi dibuat untuk menyibukkan para santri dalam urusan yang makin menjauhkan mereka dari visinya. Mereka diharapkan berkontribusi besar dalam memakmurkan bumi Indonesia melalui berbagai program yang hakikatnya adalah pengembangan dan pemberdayaan ekonomi.

Asa versus Realita

Santri menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Momentum HSN 2022 makin menegaskan ke mana harapan bangsa terhadap santri. Asa yang seolah tidak selaras dengan support system yang ada. Mengharapkan santri menjadi terdepan dalam meraih Indonesia Emas melalui beraneka program. Namun, di sisi lain membuat regulasi yang membuka kran munculnya berbagai macam kemaksiatan atau penyimpangan. Akibatnya potensi santri berubah arah, berbelok jauh dari tujuan awalnya.

Jika ditelisik ruh awal diputuskannya HSN adalah bertolak dari ruh jihad dan dakwah para santri dan ulama pada tahun 1945 dalam melawan penjajah. Semangat itu tentu saja sangat mulia, mengingat kemerdekaan adalah hak setiap bangsa. Sejarah kemerdekaan Indonesia pun telah mengukir nama santri dan ulama dengan tinta emas dalam perjuangan membebaskan negeri ini.

Santri seakan teralihkan visinya. Bukti bahwa mereka tengah dibajak potensinya. Di mana sistem saat ini, diduga hanya memanfaatkan santri dalam meraup materi. Menjadi penyangga berputarnya roda perekonomian sistem kapitalisme. Tentu saja hal ini tidak berkorelasi dengan tujuan awal, yakni menjadi pejuang dalam membebaskan negeri ini dari segala macam bentuk penjajahan.

Makna sebuah kemajuan pun telah bergeser dalam paradigma berpikir sistem hari ini. Seperti dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menilai para santri mengalami kemajuan yang cukup pesat. Selanjutnya menjelaskan bahwa santri saat ini ada yang menjadi presiden, wakil presiden hingga seniman yang sangat berpengaruh di Indonesia. (republika.co.id)

Mangaburkan Visi Santri

Sebuah pemandangan sangat ironi dalam negara yang berasaskan sekuler. Di satu sisi, negara mengharapkan santri menjadi pionir dalam mengusir penjajah. Sisi yang berbeda, membiarkan pemuda termasuk santri berkubang dalam kemunduran pemikiran. Beragam tayangan yang sangat tidak mendidik terus disajikan tanpa filter. Kemaksiatan begitu parah telah melingkupi generasi, akibatnya santri sudah tidak mampu lagi melihat kebenaran yang hakiki.
Misal film 'The Santri' yang menuai polemik berbagai kalangan. Gambaran liberalisme dan pluralisme begitu terang benderang dalam film tersebut, tetapi tetap saja ditayangkan. Banyak adegan yang tidak patut dipertontonkan. Padahal, daya tular film begitu dahsyat. Wajar saja jika banyak pihak menilai bahwa negara tidak serius mendidik generasi. Alih-alih menjadikan santri sebagai SDM unggul, yang ada adalah perusakan dari berbagai medium.

Masifnya berbagai program moderasi beragama melalui kurikulum, juga berkontribusi besar dalam pengaburan identitas diri seorang muslim. Santri dijejali dengan paham-paham yang menafikan aturan Islam kaffah. Membenturkan sesama muslim dengan cap-cap yang mereka desain. Muslim radikal, intoleran, tradisional, dan berbagai ragam diksi disematkan.
Plus disibukkan dengan kegiatan-kegiatan dalam rangka mendukung program penguatan ekonomi di pesantren. Padahal, sejatinya mengalihkan visi pesantren yang sesungguhnya. Jadilah outcome pesantren tidak lagi ahli dalam ilmu agama, tetapi lebih fokus pada hal-hal yang bukan menjadi tanggung jawabnya.

Jika dianalisis kekeliruan dalam mengelola potensi santri saat ini, disebabkan antara lain:
Pertama, asas sistem pendidikan yakni sekuler. Di mana, asas ini memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya boleh mengatur terkait ibadah mahda seperti salat, puasa, haji, dan lain-lain. Terkait sistem pendidikan, ekonomi, sosial, politik, dan yang lainnya mengikuti hawa nafsu manusia. Jadilah berbagai kerusakan terus terjadi tanpa henti dan makin meluas. Tersebab manusia adalah makhluk lemah dan terbatas.

Kedua, mengagungkan paham kebebasan (liberalisme). Paham ini menjunjung tinggi kebebasan dengan berlindung di balik Hak Asasi Manusia (HAM). Apa pun yang dilakukan tidak lagi melihat benar atau salah, tetapi menghasilkan cuan atau tidak. Standar kebenaran bukan pada hukum syarak. Jadilah generasi seperti yang kita saksikan hari ini. Segala rupa dilakukan, akhirnya kemaksiatan terjadi di mana-mana. Perzinaan, pembunuhan, aborsi, dan lain-lain. Belum lagi mental pemuda begitu rapuh. Gampang depresi, stres, dan beragam penyakit mental lainnya terus mendera.

Ketiga, masyarakat sudah jumud atas kondisi kerusakan yang begitu kompleks. Semua aspek kehidupan terdampak oleh rusaknya sistem sekuler kapitalis. Kemiskinan pun kian menganga. Kejumudan ini membuat amar makruf nahi mungkar tidak lagi berjalan, sehingga banyak yang sudah berpuas diri dengan solusi pragmatis yang ditawarkan sistem rusak ini.

Keempat, digunakannya sistem ekonomi kapitalis. Sistem yang berbasis ribawi dan muamalah yang banyak melanggar syariat. Bertumpu pada pajak, padahal sumber daya alam begitu melimpah. Berbagai program pemberdayaan ekonomi terus digencarkan, termasuk di kalangan santri. Seolah problem ekonomi bangsa adalah tanggung jawab rakyat. Padahal, biang dari problem ekonomi adalah diterapkannya sistem ekonomi kapitalis. Di mana para pemilik modal yang diuntungkan dan rakyat menjadi buntung.

Inilah sebagian sebab kerusakan tata kelola negeri ini. Aset yang seharusnya dimaksimalkan potensinya dalam membangun Indonesia menjadi negeri yang diberkahi Allah Swt., sebagai konsekuensi ketaatan pada Sang Khalik. Bentuk syukur atas semua nikmat yang diberikan kepada negeri ini. Di mana secara kualitas dan kuantitas, sangat berpotensi menjadi negara besar yang berdaulat.

Kiblat yang Benar

Jika sistem sekuler kapitalis sudah sangat jelas tidak bisa dijadikan panduan untuk mengelola potensi pemuda termasuk santri, maka arah kiblat harus diubah. Sebuah keniscayaan bahwa aturan atau sistem dari yang Mahakuasa adalah sistem terbaik, maka mengambilnya adalah suatu keharusan.

Islam hadir sebagai solusi atas semua problem hidup. Sebagai sebuah sistem paripurna, Islam punya aturan komprehensif. Terkait pengelolaan santri berarti terkait tata kelola sistem pendidikan. Santri dan masyarakat lainnya adalah satu paket dalam paradigma sistem pendidikan Islam. Karena, pendidikan adalah hak seluruh rakyat. Selain kesehatan dan keamanan. Ketiga hal tersebut terkategori kebutuhan pokok publik.

Komprehensifnya sistem Islam juga terlihat dari jaminan kebutuhan pokok individu oleh negara, yaitu pangan, sandang, dan papan. Mekanisme syariat pun begitu detail menjamin terpenuhinya semua kebutuhan tersebut person to person. Masyaallah, sungguh sebuah pengaturan yang sangat sempurna. Menafikan terjadinya penyimpangan dan kecurangan, karena kesejahteraan telah mewujud.

Adapun visi pendidikan dalam sistem Islam adalah membentuk generasi berkepribadian Islam, yakni berpikir dan bersikap islami. Menjadikan pemuda yang faqih fiddin dan cerdas sains teknologi sehingga tercipta generasi unggul dan cemerlang. Pengelolaan sedemikian sempurna menjadikan SDM termasuk di dalamnya santri, benar-benar diarahkan ke kiblat yang benar.

Beginilah seyogianya santri diarahkan potensinya. Jangan sampai dibajak oleh sistem rusak melalui beragam regulasi yang digelontorkan pihak-pihak yang mengambil keuntungan. Karena sejatinya, santri dan seluruh rakyat -termasuk penguasa- memiliki tanggung jawab yang sama dalam memakmurkan bumi. Menghapuskan semua bentuk penjajahan dan mengusir penjajah dari bumi yang kita cintai ini.

Wallahualam bis Showab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Dr. Suryani Syahrir S.T. M.T. Kontributor NarasiPost.com
Previous
Corak Kehidupan
Next
Jangan Bosan Menjadi Orang Baik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram