"Pihak pengusaha industri hiburan memang mendapat untung dari penerapan sistem sekuler kapitalisme ini. Mereka terus berkreasi memproduksi tayangan yang mendorong syahwat dan fantasi seksual. Sementara media informasi tidak lagi diproteksi negara. Siapa saja bebas mengaksesnya. Rakyat merasakan dampak kerusakan yang nyata di masyarakat, khususnya kerusakan generasi akibat kecanduan konten porno."
Oleh. Dyah Rini
(Kontributor Narasipost & Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Julukan Indonesia sebagai surganya pornografi bisa jadi bukan isapan jempol. Nyatanya di dunia maya berseliweran konten- konten berbau pornografi dan pornoaksi tanpa kendali bak cendawan di musim hujan. Berita tentang perilaku asusila pun tak pernah sepi menghiasi beranda media sosial.
Beberapa hari yang lalu sedang trending topic wanita berkebaya merah di jagat Twitter. Seorang pria berinisial ACS (29) dan seorang wanita berinisial AH (24) mengunggah video yang tidak layak, bahkan haram ditonton khalayak.
Polda Jatim segera mengerahkan timnya untuk melakukan investigasi dan penangkapan pelaku video porno tersebut. Tepat hari Minggu (6/11/2022) pukul 21.00 pelaku berhasil ditangkap di daerah Medokan, Surabaya. Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jatim, Kombes Farman menyatakan bahwa pelaku terjerat undang-undang Nomor 44 tahun 2008 pasal 1 tentang pornografi dan undang undang ITE Nomor 19 pasal 42 ayat 1 tahun 2016 tentang Hukuman bagi Pelaku Pornografi yakni terancam hukuman lebih dari 5 tahun penjara. (Kompas.Com)
Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 pasal 1 tentang Pornografi disebutkan bahwa setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menyebarluaskan hal- hal yang berbau pornografi, yaitu konten yang memuat: persenggamaan, kekerasan seksual, onani/masturbasi, ketelanjangan, alat kelamin, dan pornografi anak. Sementara ancaman bagi pelaku pornografi menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) no 19 tahun 2016 pasal 45 ayat 1 akan dikenakan penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah. (TribunNews.Com)
Peran Negara yang Terabaikan
Tampak jelas bahwa sanksi yang diberlakukan tidak menyentuh pada pokok permasalahan masyarakat. Negara hanya fokus pada fungsi kuratif saja. Sementara aspek preventif atau pencegahannya tidak berjalan. Tata pergaulan antara laki-laki dan wanita tidaklah diatur berdasarkan syariat Islam, tapi berlandaskan sistem sekuler japitalisme. Agama dipasung hanya untuk mengatur urusan ibadah saja. Sementara segi kehidupan yang lainnya manusia bebas membuat aturan sendiri.
Kebebasan bertingkah laku yang menjadi turunan dari sistem sekuler kapitalisme telah menjadi gaya hidup masyarakat. Ditambah lagi negara abai menjaga akidah rakyat. Sebagai buktinya beberapa waktu lalu secara resmi acara di TV yang dianggap mengandung muatan akidah, yakni serial Nusa & Rara dihentikan. Namun, acara yang mengundang kemaksiatan, kesyirikan, dan kekerasan terus dipelihara. Begitu pula berbagai acara tablig dan dakwah acap kali dibubarkan dengan alasan memicu radikalisme, seperti pembatalan izin acara Konser Langit di Jember beberapa waktu yang lalu yang sedianya akan diisi oleh ustaz Hanan Attaki. Sementara konser-konser yang menggugah syahwat, memicu tawuran dan berkubang miras berjalan tanpa kendala. Jika kemudian dihentikan, itu setelah ada aduan dari masyarakat atau setelah adanya korban, seperti penghentian acara Festival Berdendang Bergoyang di Istora Senayan Jakarta akhir Oktober kemarin.
Pihak pengusaha industri hiburan memang mendapat untung dari penerapan sistem sekuler kapitalisme ini. Mereka terus berkreasi memproduksi tayangan yang mendorong syahwat dan fantasi seksual. Sementara media informasi tidak lagi diproteksi negara. Siapa saja bebas mengaksesnya. Rakyat merasakan dampak kerusakan yang nyata di masyarakat, khususnya kerusakan generasi akibat kecanduan konten porno.
Wajar jika akidah rakyat tidak dibangun dengan ketakwaan individu, sementara negara abai menjaganya dan tidak menerapkan aturan berdasarkan syariat, maka kehidupan masyarakat menjadi rusak. Keadaan ini diperparah dengan sikap individualisme dan hilangnya kontrol dari masyarakat.
Islam sebagai Solusi Paripurna
Islam sebagai sebuah sistem telah diturunkan Allah Swt. kepada manusia untuk menyelesaikan semua permasalahan manusia. Dalam hal pergaulan laki-laki dengan wanita telah diatur sedemikian rupa, sehingga saat keduanya bertemu untuk urusan muamalah terjaga nilai- nilai akhlak yang luhur. Kerja sama di antara keduanya membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.
Sistem pergaulan laki-laki dan wanita dalam Islam pun menetapkan bahwa dorongan seksual yang muncul dari hubungan keduanya hanya bisa dilampiaskan lewat pintu pernikahan saja. Begitu pula tujuan tertinggi yang ingin diraih dari hubungan keduanya adalah keridaan Allah Swt. Hal itu tidak lain adalah untuk melestarikan jenis/keturunan manusia.
Berkaitan dengan hal ini, maka Islam menetapkan sejumlah aturan :
Pertama, perintah untuk laki-laki maupun wanita untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan untuk dilihat. Berlaku baik di dunia nyata maupun dunia maya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat An-Nur ayat 31: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya….."
Kedua, perintah kepada kaum wanita untuk menutup seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. Sebagaimana firman-Nya dalam surat yang sama. "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menurunkan kain kerudung ke dadanya…" (TQS An-Nur : 31)
Ketiga, larangan bagi laki-laki maupun wanita untuk ber- khalwat (berdua-duaan). Kecuali ada mahram bagi wanita. Sebagaimana diterangkan dalam sahih Bukhari: "Janganlah sekali-kali seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahramnya."
Keempat, adanya infishal pemisahan antara jemaah laki- laki dengan jemaah wanita.
Kelima, interaksi yang terjadi antara laki-laki dan wanita hendaknya bersifat umum untuk meraih kemaslahatan. Bukan interaksi yang bersifat seksual semata.
Semua ini akan dapat terwujud dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah, yakni Khilafah. Dalam bidang ekonomi misalnya, wanita tidak dilibatkan dalam urusan menanggung nafkah, sehingga ia tidak turut berebut lapangan pekerjaan dengan laki-laki. Wanita akan terjaga kehormatannya di rumah suaminya dan berkonsentrasi membina generasi.
Di bidang pendidikan, negara menjadikan kurikulumnya berlandaskan akidah Islam, sehingga terlahir generasi yang memiliki kepribadian Islam, yang berpikir dan bersikapnya berdasarkan Islam semata.
Dalam sistem Khilafah juga akan diterapkan sanksi yang tegas bagi pelaku penyimpangan hubungan antara laki-laki dan wanita. Siapa yang melakukan perzinaan akan di hukum cambuk100 kali dan diasingkan ke suatu daerah jika pelakunya belum menikah. Apabila pelakunya sudah menikah, maka akan dirajam hingga mati. Sanksi ini akan efektif memberi efek jera bagi pelaku maupun masyarakat agat tidak berulang lagi. Sanksi ini pun berfungsi sebagai penebus dosa bagi pelaku di hadapan Allah Swt. sehingga di Yaumil Hisab tidak diazab lagi.
Negara juga akan tegas melarang bisnis yang mengeksploitasi hal- hal yang membangkitkan dorongan seksual. Keuntungan yang didapatkan dianggap sebagai rezeki yang haram. Pelakunya akan mendapat sanksi takzir yang kadarnya ditentukan penguasa/khalifah. Alhasil, hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffahlah beredarnya konten asusila bisa diberangus. Para pengunggahnya pun tidak akan bermunculan berulang kali. Maka, tidak perlu diragukan lagi penerapan aturan Sang Pemilik alam ini. Sistem hidup yang paripurna dari yang Maha Sempurna. Sudah saatnya tidak menunda lagi untuk mencampakkan sistem rusak buatan manusia yang terbukti membawa kerusakan.
Wallahu' alam.[]