Pariwisata antara Fakta dan Harapan

"Program kerja dengan konsep pariwisata berkelanjutan berbasis pemberdayaan masyarakat ini patut diapresiasi. Selama ini desa memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional, sebagai pemasok kebutuhan pangan dan tenaga kerja. Dengan adanya pengembangan pariwisata tersebut, diharapkan bisa menyediakan lapangan kerja dan berkontribusi dalam menyejahterakan masyarakat. Bisakah harapan ini terwujud?"

Oleh. Umi Lia
(Kontributor NarasiPost.Com dan Member Akademi Menulis Kreatif)

NarasiPost.Com- "… Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman." (TQS. An-Nisa ayat 141)

Sejak pandemi Covid-19, sektor pariwisata dijadikan harapan untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Hal ini memang diaruskan dan sejalan dengan pencapaian tujuan pengembangan berkelanjutan atau SDGs (Sustainable Development Goals) di Indonesia.
Untuk itu, pemerintah Kabupaten Bandung berencana mengembangkan 100 desa wisata. Hanya saja menurut Bupati setempat, Dadang Supriatna, hal tersebut bisa dibentuk dan berjalan manakala ada keinginan dari arus bawah yang disinergikan dengan rencana program kerja pemerintah. Pemkab akan mendorong beberapa lokasi, termasuk terkait infrastruktur, misalnya pelebaran jalan atau mendatangkan investor. Seperti yang telah dilakukan pada tempat wisata Nimo Highland Pangalengan dan Jembatan Rengganis Rancabali. (balebandung.com, 8/10/2022)

Program kerja dengan konsep pariwisata berkelanjutan berbasis pemberdayaan masyarakat ini patut diapresiasi. Selama ini desa memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional, sebagai pemasok kebutuhan pangan dan tenaga kerja. Banyak orang bermigrasi ke kota karena tidak tertarik untuk bekerja di pedesaan. Tetapi dengan adanya pengembangan pariwisata tersebut, diharapkan bisa menyediakan lapangan kerja dan berkontribusi dalam menyejahterakan masyarakat. Bisakah harapan ini terwujud? Adakah dampak negatif dari pengarusan desa wisata ini?

Sebelumnya, para pemimpin dunia mengeklaim bahwa sektor pariwisata berkontribusi 10% terhadap Produk Nasional Bruto (PNB), serta menyumbang 70% dari total nilai ekspor dunia. Di Indonesia, pariwisata berkontribusi sebesar 130,5 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyediakan lapangan kerja bagi 11,9 juta orang, serta menyumbang devisa sebesar USD 12,4 miliar. Karena itulah desa wisata dianggap konsep yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menjadikannya sebagai destinasi pariwisata dengan memadukan daya tarik wisata alam, budaya dan layanan fasilitas umum serta aksesibilitas yang memadai dengan tata cara dan tradisi setempat. (disbudparporaponorogo.go.id)

Hanya saja, dalam mengembangkan daerah menjadi destinasi wisata harus diperhatikan juga aspek lain, selain ekonomi, yang selama ini diabaikan. Menurut I. Mokuginta dan E. Maryani dalam tulisannya yang berjudul "Rencana Pengembangan Pariwisata Provinsi Jawa Barat" disebutkan bahwa pengembangan pariwisata menimbulkan dampak negatif jika hanya fokus pada aspek ekonomi. Interaksi wisatawan dengan masyarakat setempat akan membawa pengaruh negatif terhadap kehidupan dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat. Ketika kegiatan pariwisata berupa penolakan. Pada kasus yang lebih parah, hal ini dapat memancing amarah bahkan memicu terjadinya bentrokan fisik.
Selain itu, pengembangan pariwisata yang hanya fokus pada aspek ekonomi mendorong terjadinya eksploitasi sumber daya alam. Sehingga hal ini menyebabkan penurunan kualitas dan minat para wisatawan dan akan menyulitkan terwujudnya kegiatan ekonomi karena masyarakat setempat belum memiliki keahlian.

Adapun dampak negatif yang lebih berbahaya adalah hadirnya para investor yang akan menjerat negara ini ke dalam kubangan utang yang semakin dalam. Sayangnya, dalam sistem sekuler kapitalis, kehadiran investor menjadi suatu kebanggaan.

Dalam pandangan Islam, objek wisata bisa menjadi sarana dakwah, baik bagi muslim ataupun nonmuslim. Biasanya orang akan takjub ketika melihat keindahan alam. Hal itu menjadi peluang yang bisa digunakan untuk menumbuhkan keimanan pada Zat yang menciptakannya, bagi orang yang belum beriman. Sedangkan bagi muslim, rasa takjub itu akan semakin mengokohkan keyakinan akan kebesaran Allah. Jadi, meski objek wisata itu menjadi salah satu sumber devisa, tetapi tidak bagi perekonomian negara. Karena sistem ekonomi dalam Islam bersifat tetap. Sumber daya alam tidak akan diserahkan kepada investor asing karena hal ini dilarang Allah.

Atas nama investasi, satu negara bisa mendikte bangsa lain hingga perlahan bisa kehilangan kedaulatannya. Hanya ideologi Islam yang bisa mencegah dan melawannya. Sebagai sistem yang pernah ada dan berjaya selama 13 abad lamanya, pemerintahan Islam mampu menyejahterakan rakyatnya baik muslim maupun nonmuslim tanpa mengandalkan sektor pariwisata. Perekonomiannya bertumpu pada sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Keunggulannya terletak pada sistemnya yang sahih dan pemimpinnya yang amanah. Bagi umat Islam sudah tampak jelas kebaikan dan keagungan sistem ini, maka masihkah umat Islam mau mempertahankan sistem sekuler kapitalis?
Wallahu a'lam bish shawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Umi Lia Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Benarkah Sistem Khilafah Tidak Dicontohkan Oleh Rasulullah?
Next
Prinsip dalam Mendidik: Ojo Dibandingke, Ojo Dilalekke
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram