Fenomena Joki Skripsi, Cikal Bakal Tikus Berdasi

"Adanya joki skripsi semakin menyadarkan kita bahwa sistem pendidikan hari ini telah gagal mencetak generasi berkualitas yang idealis dan berkepribadian cemerlang. Sebaliknya, yang tercetak adalah generasi yang hanya mengejar ijazah demi capaian materi di kemudian hari. Tak peduli meski harus menempuh jalan pintas kecurangan."

Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Fenomena joki skripsi yang belakangan ini menjadi perbincangan publik adalah salah satu bukti bahwa sistem pendidikan kita begitu memprihatinkan. Bukannya mencetak para intelektual yang memiliki nilai juang, melainkan mencetak generasi bermental instan, curang, dan malas berpikir.

Bahkan Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, mengatakan bahwa tanpa disadari fenomena joki skripsi merupakan bibit-bibit perilaku tindak pidana korupsi. Sebab, karya akademis yang seharusnya dibuat sebagai tolok ukur pemahaman mahasiswa kini tidak lagi dianggap menjadi hal krusial yang harus dikerjakan sendiri.(Liputan6.com/13-11-2022)

Sebagaimana diketahui bahwa informasi mengenai joki skripsi, tesis, dan makalah kuliah, amat mudah ditemukan di jagat maya. Biaya yang ditawarkan untuk pembuatannya sangat beragam, mulai dari Rp1 juta hingga Rp6 juta. Bergantung tingkat kesulitan.

Korupsi Karakter Negeri

Bicara soal korupsi, Indonesia indeks persepsi korupsi (IPK) menempatkan Indonesia ke dalam negara terkorup di antara negara-negara G20. Dari 0-100, Indonesia mendapat skor 37. Adapun O berarti paling bersih dari korupsi sedangkan 37 berarti paling korup. Rusia mendapat skor paling rendah, yakni 30, sebagai negara terkorup. Masuknya Indonesia di jajaran negara terkorup menandakan bahwa negeri ini masih gagal dalam upaya pemberantasan korupsi.

Bahkan, sebagaimana dirilis oleh Merdeka.com (30-11-2020), berdasarkan laporan lembaga pemantau indeks korupsi global, yakni Transparency International, Indonesia berada di peringkat ke-3 sebagai negara terkorup di Asia. Peringkat pertama ditempati oleh India kemudian disusul oleh Kamboja. Menurut Peneliti Publik Political and Public Policy Studies, Jerry Massie, mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan karena lemahnya hukuman bagi para koruptor serta banyaknya praktik mahar politik dalam sistem ini.

Labeling Indonesia sebagai negara terkorup layak adanya, sebab praktik korupsi memang begitu marak di negeri ini, dari kelas teri hingga kelas kakap. Bahkan terjadi tak hanya di lembaga pemerintahan, melainkan juga lembaga pendidikan yang notabenenya sebagai lembaga pencetak generasi terdidik. Sungguh ironis!

Adanya joki skripsi semakin menyadarkan kita bahwa sistem pendidikan hari ini telah gagal mencetak generasi berkualitas yang idealis dan berkepribadian cemerlang. Sebaliknya, yang tercetak adalah generasi yang hanya mengejar ijazah demi capaian materi di kemudian hari. Tak peduli meski harus menempuh jalan pintas kecurangan. Benarlah adanya jika fenomena joki skripsi dikatakan sebagai bibit lahirnya para tikus berdasi. Sebab, joki skripsi tak mungkin lestari jika nihil penggunanya. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa masih banyak mahasiswa yang menggunakan jasa tersebut. Sungguh dapat dikatakan bahwa para pengguna joki skripsi adalah generasi instan, minim daya juang, dan minim kompetensi.

Joki Skripsi dalam Pandangan Islam

Islam merupakan sekumpulan aturan bagi manusia dalam menjalani hidupnya. Setiap muslim wajib terikat dengannya agar selamat di dunia dan akhirat. Dalam fenomena joki skripsi, Islam memandang hal tersebut sebagai bentuk kecurangan dan penipuan. Adapun keduanya diharamkan dalam Islam.

Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang mengelabui (menipu) kami, maka ia bukan golongan kami”. (HR. Muslim)

Allah Swt juga mengancam dengan tegas dalam firman-Nya di surat Al-Muthafifin ayat 1, "Celakalah orang-orang yang curang."

Semestinya seorang intelektual atau kaum terpelajar tidak melakukan kecurangan dan penipuan, terlebih dalam soal pembuatan karya intelektual. Bagaimana mungkin dapat terjamin kualitas keilmuan dan kompetensi mereka jika karya yang menentukan kualitas keilmuannya saja dibuatkan oleh orang lain?

Beginilah wajah buram sistem pendidikan hari ini. Pengajaran akademik yang menjadi prioritas dalam pembelajaran nyatanya tak juga membekas di dalam diri peserta didik. Sebab banyak yang sudah memiliki mindset di dalam benaknya bahwa ijazah bisa dibeli. Apalagi soal pembentukan karakter berkepribadian Islam, sungguh jauh dari realisasi. Buktinya, banyak peserta didik yang belum menjadikan standar hukum syarak sebagai timbangan dalam berperilaku. Sebaliknya, banyak di antara mereka yang masih menyandarkan perilakunya pada timbangan untung-rugi duniawi semata. Inilah petaka dahsyat di dunia pendidikan kita. Wajar, jika akhirnya orang-orang bermental koruplah yang mendominasi kehidupan, sebab dicetak oleh sistem pendidikan seperti ini.

Generasi Emas Lahir dari Sistem Islam

Sistem pendidikan terbaik lahir dari aturan Islam yang sempurna. Hal tersebut telah nyata terekam dalam sejarah bahwa sistem pendidikan Islam tak hanya berhasil mencetak kaum intelektual berwawasan luas dan visioner, namun juga berkepribadian Islam yakni berpola pikir Islam dan pola sikap Islam.

Hal tersebut dapat terwujud karena sejatinya sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam. Ketakwaan kepada Allah menjadi fondasinya. Tujuan dadi sistem pendidikan Islam adalah mencetak generasi berkepribadian Islam. Peserta didik dibentuk menjadi muslim sejati yang bertakwa kepada Allah dan Rasul-Nya, serta ditanamkan persepsi bahwa belajar adalah bagian dari ibadah. Maka, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan. Karena hakikatnya, menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.

Inilah generasi emas yang lahir dari sistem berlandaskan wahyu Allah Swt. Generasi inilah yang kelak akan mampu berperan di tengah masyarakat dengan segala kebaikannya; jujur, amanah, dan tentu saja penuh idealisme. Sangat berbeda dengan output pendidikan dalam sistem kapitalisme hari ini, hanya berorientasi materi, minim idealisme.

Dengan demikian, jika ingin mencetak calon pemimpin masa depan yang amanah, jujur, dan bertakwa kepada Allah Swt, tegaknya sistem Islam dalam naungan Khilafah merupakan jawabannya. Lantas, siapkah kita menjadi bagian dari pejuangnya?[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Hana Annisa Afriliani, S.S Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Proyek Ambisius: untuk Rakyat atau Siapa?
Next
Bahu yang Terguncang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram