Demi Kukuhkan Moderasi, Kegiatan Keislaman Lagi-Lagi Dipersekusi

”Maka tentu berbahaya bila ide moderasi ini kemudian diambil oleh kaum muslim. Sebab justru akan menyesatkan mereka dalam berpikir dan bersikap, sehingga malah bisa menyalahi syariat itu sendiri.”

Oleh. Dwi Indah Lestari
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Persekusi kegiatan keislaman kembali terjadi. Sebuah acara besar yang diinisiasi oleh para artis hijrah terpaksa dibatalkan. Di tengah animo masyarakat yang sedang tinggi untuk berhijrah, hal ini tentu sangat mengecewakan dan menimbulkan tanda tanya. Ada apa sebenarnya?

Larangan Hijrahfest dan Paham Wahabi

Agenda Surabaya Islamic Festival yang sedianya akan diselenggarakan oleh Hijrahfest pada 14 – 16 Oktober 2022 akhirnya dibatalkan. Pembatalan acara tersebut adalah buntut dari protes yang dilayangkan oleh dua organisasi besar Islam di Jawa Timur. Alasannya lantaran perhelatan itu telah mencatut logo kedua lembaga tersebut tanpa izin serta adanya indikasi pengisi acara yang terlibat kelompok terlarang dan anti-Pancasila ( Cnnindonesia.com, 29/10/2022).

Dikutip dari laman yang sama, pemerintah bahkan didorong untuk membuat regulasi pelarangan penyebaran paham Wahabi di Indonesia, dalam bentuk apa pun melalui media mana pun. Ajaran kelompok tersebut dipandang sering menyudutkan tradisi keagamaan yang ada di Indonesia dengan label bid’ah, sehingga sering menimbulkan perdebatan. Paham Wahabi juga dinilai tidak sejalan dengan moderasi beragama yang tengah dibangun pemerintah.

Kerap Berulang

Apa yang terjadi pada kegiatan Hijrahfest tentu sangat disayangkan. Padahal, kegiatan keislaman seperti itu justru akan menciptakan atmosfer keimanan di tengah masyarakat yang memang sedang bergelora oleh semangat hijrah. Apalagi ternyata tujuan penyelenggaraannya adalah untuk membentuk halal lifestyle di tengah masyarakat. Bukankah pemerintah juga sedang gencar membangun industri halal saat ini?

Namun, persoalan izin logo bukan satu-satunya alasan pembatalannya. Adanya para ustaz pendukung organisasi yang sudah dibubarkan pemerintah, sebagai pengisi acara, juga turut menjadi faktor pelarangan. Hal itu pula yang melatari berbagai persekusi kegiatan keislaman lain yang dilakukan beberapa ustaz dari berbagai kalangan, belakangan ini. Sebut saja larangan Konser Langit oleh Ustaz Hanan Attaki di beberapa kota di Jawa Timur beberapa waktu lalu.

Motif Sesungguhnya

Anehnya, pelarangan tersebut hanya ditujukan kepada organisasi Islam yang dinilai berseberangan dengan rezim. Lembaga dakwah yang kerap mengkritik kebijakan zalim pemerintah terus berusaha dibungkam suaranya dengan segala cara. Tuduhan anti-NKRI, anti-Pancasila, kelompok radikal kerap disematkan kepada mereka. Termasuk membenturkan kelompok tersebut dengan kalangan Islam tradisionalis, yaitu dengan melekatkan bahwa pemahamannya adalah Wahabi.

Padahal, tuduhan itu belum pernah dibuktikan. Perbedaan pendapat di kalangan kaum muslim sebenarnya hal yang thobi’i. Pemerintah pun saat ini selalu menyerukan toleransi terhadap keberagaman yang ada. Namun, nyatanya hal itu tidak berlaku bila kelompok tersebut memiliki pandangan yang tidak sejalan dengan rezim. Maka wajar bila diduga ada motif lain dari berbagai persekusi kepada kelompok-kelompok tersebut.

Sebagaimana yang disebutkan dalam rekomendasi dari sebuah organisasi Islam kepada pemerintah terkait pelarangan paham Wahabi. Bahwasanya ajaran mereka dinilai tidak selaras dengan moderasi beragama di mana pemerintah berkomitmen untuk membangun dan mengukuhkannya di tengah masyarakat. Inilah sebenarnya yang menjadi motif sesungguhnya.

Berbahaya

Kamarudin Amin, Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, memberikan penjelasan tentang konsep moderasi beragama. Pada prinsipnya yang dimoderasi bukanlah ajaran agama, sebab di dalamnya sebenarnya telah mengajarkan keseimbangan, keadilan, dan moderasi itu sendiri. Pada prinsipnya moderasi beragama lebih kepada sikap atau perilaku yang lebih moderat, toleran, menghargai perbedaan dan mengutamakan kemaslahatan ( Republika.co.id, 9/2/2022).

Konsep ini terkesan manis. Namun, sesungguhnya menyimpan bahaya besar yang dapat menjerumuskan kaum muslim, di antaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, apakah ada konsep moderasi dalam ajaran Islam? Selama ini para penyeru moderasi menjadikan ayat ke-143 dalam QS. Al Baqarah, yang menyebutkan lafaz wasathan, sebagai dalil bahwa Islam mengajarkan untuk bersikap tengah-tengah, alias moderat. Benarkah begitu?

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa al-wasat dalam ayat ini berarti pilihan dan yang terbaik. Allah Swt. menjadikan umat ini (umat Nabi Muhammad saw.) merupakan umat yang terbaik. Allah Swt. telah mengkhususkannya dengan syariat yang paling sempurna, tuntunan yang paling lurus, dan jalan yang paling jelas. Wasathan juga dimaknai sebagai adil. Sementara adil dalam Islam adalah memberikan segala sesuatu sesuai posisinya berdasarkan syariat.

Jadi di sini jelas bahwa tidak ada konsep moderasi dalam Islam. Kaum muslim tidak diperintahkan untuk bersikap moderat. Akan tetapi diwajibkan untuk berislam secara kaffah. Maksudnya adalah agar senantiasa terikat dalam hal pola pikir dan pola sikapnya dengan syariat secara keseluruhan baik berupa perintah maupun larangan Allah.

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al-Baqarah: 208)

Maka tentu berbahaya bila ide moderasi ini kemudian diambil oleh kaum muslim. Sebab justru akan menyesatkan mereka dalam berpikir dan bersikap, sehingga malah bisa menyalahi syariat itu sendiri.

Kedua, makna toleransi dalam moderasi berbeda dengan Islam. Para pengemban moderasi sering mengingatkan masyarakat untuk waspada dengan kelompok-kelompok intoleran. Sementara makna toleransi yang dimaksudkan adalah toleransi terhadap semua keberagaman yang ada di tengah masyarakat. Termasuk terhadap pelaksanaan ibadah agama lain atau tradisi-tradisi meski bertentangan dengan agama.

Kalangan yang tidak mau mengucapkan selamat natal atau perayaan hari besar agama lain dicap radikal dan intoleran. Mereka yang menyeru untuk menjauhi tradisi-tradisi dan budaya yang mengandung kesyirikan disebut tidak menghormati kearifan lokal, anti Pancasila, dan anti kebhinekaan!

Sementara dalam Islam, toleransi yang dimaksudkan adalah membiarkan dan menghormati pemeluk agama lain dalam menjalankan aktivitas ibadahnya masing-masing, tanpa harus turut terlibat di dalamnya. Wujud nyatanya adalah dengan tidak mengganggunya. Bahkan dalam kegiatan sosial, umat Islam tidak dilarang untuk berbuat baik kepada nonmuslim. Inilah bentuk toleransi dalam Islam.

Pemahaman toleransi ala moderasi akan dapat menjerumuskan kaum muslim pada pandangan relativitas terhadap kebenaran agama (pluralisme). Padahal ini adalah pemahaman yang sangat berbahaya, karena akan menyusupkan keraguan pada keyakinan kaum muslim bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang sahih.

Ketiga, moderasi merupakan strategi Barat untuk mengukuhkan dominasinya atas umat Islam. Kaum muslim digiring untuk moderat terhadap nilai-nilai kemodernan dari Barat. Umat dipengaruhi untuk fleksibel saat menjalankan ajaran Islam. Di satu sisi, Barat menyanjung nilai dan peradabannya. Di saat yang sama, Barat terus mendiskreditkan Islam sebagai ajaran usang dan peradaban yang buruk.

Ide Islam berkaitan dengan penerapan syariat secara praktis dalam kehidupan, seperti Khilafah, dimonsterisasi. Penyerunya dilabeli dengan radikal dan teroris. Semua itu agar kaum muslim jauh dari gambaran Islam yang sesungguhnya dan tetap tunduk dalam kendali Barat, sehingga leluasa dieksploitasi.

Keempat, moderasi memecah belah ukhuwah Islam di antara kaum muslim. Strategi yang dilakukan Barat adalah dengan mengangkat kelompok Islam yang mau mengambil sikap moderat. Sementara di sisi lain, menjatuhkan kelompok yang menolak nilai-nilai Barat sekuler dan teguh dengan syariat Islam. Kaum muslim pun masuk dalam jebakan adu domba Barat.

Barat menyadari bahwa persatuan kaum muslim akan membahayakan kedudukannya atas kaum muslim. Melalui moderasi, Barat berupaya agar hal itu tidak terbentuk. Kaum muslim digiring pada konflik murahan yang bermuara pada fanatisme kelompok. Sehingga, sulit untuk bersatu dan bangkit.

Kembali pada Islam Kaffah

Inilah wajah sesungguhnya dari moderasi beragama. Segala bentuk persekusi terhadap kelompok-kelompok Islam, sebenarnya merupakan bagian dari upaya licik Barat untuk mengukuhkan moderasi beragama agar kebangkitan umat Islam dapat diredam. Sudah seharusnya kaum muslim menyadarinya.

Untuk itu umat Islam tidak boleh terjebak pada agenda jahat Barat yang terbungkus dalam moderasi beragama. Umat harus kembali pada pemahaman Islam kaffah saja. Kaum muslim juga perlu menyadari bahwa tanpa pelindung, mereka akan terus menjadi bulan-bulanan Barat. Dan junnah (pelindung) itu akan terwujud bila kaum muslim bersatu di bawah kepemimpinan yang satu, yaitu Khilafah. Wallahu a'lam bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dwi Indah Lestari Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Gayam, Buah Asli Indonesia yang Mulai Langka
Next
Kiat Menasihati Remaja
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram