Begitulah pada akhirnya, ketika paham sekularisme menjadi standar dalam bernegara. Orang-orang yang melakukan istihza atau yang memperolok-olok agama kian subur dan besar kepala. Tetapi sangat kontras dengan apa yang dilakukan negara terhadap dakwah Islam, negara justru menghalangi syiar Islam dan membentuk opini bahwa mereka yang mendakwahkan Islam kaffah adalah orang-orang yang memiliki paham radikalisme, bahkan tak ayal disebut sebagai teroris. Astaghfirullah!
Oleh. Putri Bunda Harisa
NarasiPost.Com-Entah sudah yang keberapa kalinya Islam dinista dan ulamanya dihina oleh mereka yang menyebut dirinya sebagai pelakon stand up comedy atau familiar dengan sebutan komika. Baru-baru ini masyarakat kembali dihebohkan dengan candaan salah satu komika Indonesia, yaitu Mc Danny. Seperti yang dilansir dari cnnindonesia.com viral video penampilan Mc Danny dalam suatu acara yang melontarkan kata-kata kasar ditujukan kepada salah satu ulama besar negeri ini, yaitu Habib Rizieq Shihab. Tentu saja ulahnya tersebut mendapatkan kecaman dari berbagai lapisan masyarakat, dan berbuntut pelaporan kepada pihak berwajib oleh salah satu ormas di daerah Bandung.
Kasus Mc Danny bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya viral juga duet Tretan Muslim dan Coki Pardede yang menistakan agama Islam, konten mereka tentang daging babi yang dicampur kurma apakah dapat mengurangi kadar keharamannya tersebut sontak memancing kemarahan netizen. Dan masih banyak sederet nama lain yang candaannya berujung penistaan terhadap Islam dan penghinaan terhadap ulama. Sebut saja Joshua Suherman, Ernest Prakasa, Uus, dan Pandji Pragiwaksono.
Sekularisme Menyuburkan Penista Agama
Program lawakan Stand Up Comedy atau yang disebut dengan lawakan tunggal lahir di Amerika Serikat. Di negeri asalnya itu Stand Up Comedy dijadikan ajang untuk melakukan diskriminasi dan penghinaan terhadap orang-orang berkulit hitam. Maka tidak heran jika di negeri ini pun Stand Up Comedy menjadi salah satu medium yang menyinggung SARA.
Paham sekularisme yang memiliki cara pandang memisahkan agama dari kehidupan melahirkan ide kebebasan sebagai ide turunannya. Dan ide kebebasan dalam sistem kapitalis sekular ini adalah ide yang sangat diagung-agungkan. Cara pandang tersebut akhirnya melahirkan individu-induvidu masyarakat yang bebas melakukan apa pun dan mengeskpresikan apa pun yang dia inginkan, tak peduli jika kemudian aksinya menyinggung SARA. Jika hal itu membawa kesenangan dan keuntungan baginya, maka akan dilakukan.
Dan negaralah yang menjadi regulator tercapainya kebebasan bagi individu. Sehingga wajar jika akhirnya tidak ada sanksi bagi mereka yang kemudian melakukan penghinaan kepada Islam dan ulamanya, pelakunya tetap bebas melenggang menikmati hidup tanpa harus menyesali ulahnya yang telah menyakiti umat Islam.
Contohnya saja yang terjadi pada komika Coki Pardede dan Tretan Muslim yang dilaporkan oleh umat Islam Surabaya karena penistaan mereka terhadap agama Islam, namun laporannya terebut tak jua diproses, hingga akhirnya Coki Pardede ditangkap oleh pihak berwajib karena terjerat kasus narkoba, bukan lantaran ulahnya yang telah menyakiti umat Islam karena penistaan agama yang dilakukannya.
Keduanya sempat meminta maaf kepada masyarakat, tetapi permohonan maafnya itu bukan karena mengakui kesalahan mereka yang menistakan agama Islam, melainkan karena ulahnya yang menyebabkan kegaduhan.
Begitulah pada akhirnya, ketika paham sekularisme menjadi standar dalam bernegara. Orang-orang yang melakukan istihza atau yang memperolok-olok agama kian subur dan besar kepala. Tetapi sangat kontras dengan apa yang dilakukan negara terhadap dakwah Islam, negara justru menghalangi syiar Islam dan membentuk opini bahwa mereka yang mendakwahkan Islam kaffah adalah orang-orang yang memiliki paham radikalisme, bahkan tak ayal disebut sebagai teroris. Astaghfirullah!
Islam Menutup Rapat Pintu Istihza
Di dalam sistem Islam pelaku istihza atau memperolok-olok agama, baik dalam kondisi serius maupun bercanda maka akan dihukum dengan hukuman yang berat, yaitu dibunuh. Sebagaimana merujuk kepada QS. At-Taubah 61-62 yang artinya: “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”
Merujuk kepada ayat di atas, maka jumhur ulama mengatakan bahwa perbuatan memperolok-olok agama berarti dia telah murtad dari agama Islam. Begitupun Imam Syafi'i mengatakan orang yang memperolok-olok Al-Qur'an, meskipun hanya bercanda, maka dia terkatagori kafir. Dan Imam Ibn Taimiyah di dalam kitabnya Ash-Sharim Al-Mashlul ‘ala Syatim Ar-Rasul, halaman. 546 mengatakan jika orang yang mencaci maki (Allah Ta’ala) tersebut adalah seorang muslim maka ia wajib dihukum bunuh berdasar ijma’ (kesepakatan ulama) karena ia telah menjadi orang kafir murtad dan ia lebih buruk dari orang kafir asli.
Begitulah dalam pandangan Islam, ketika ada yang melecehkan ajaran Islam maka sanksinya adalah dibunuh. Sanki tersebut akan memberikan efek jera dan mencegah bagi yang lainnya untuk melakukan kemaksiatan yang serupa. Tidak seperti hari ini, saat kita hidup dalam sistem kapitalis sekuler dengan ide kebebasan dan atas nama Hak Asasi Manusia (HAM), maka pelaku penistaan terhadap Islam dan ulamanya akan terus terjadi. Untuk itulah mari kita semua berjuang untuk terus mewujudkan tegaknya hukum-hukum Islam di muka bumi ini, karena sejatinya Islam adalah solusi bagi seluruh permasalahan kehidupan kita. Wallahu’alam bi showwab[]
Bagaimana bisa mereka menjadikan agama sebagai lawakan hingga berujung penistaan..