"Dalam sistem kapitalisme, prostitusi dijadikan sebagai ajang bisnis. Tangan-tangan jahil para pemburu rente dari bisnis haram tersebut, telah nyata mengeksploitasi dan memperdagangkan kaum hawa dengan harga murah."
Oleh. Sartinah
(Pemerhati Masalah Publik)
NarasiPost.Com-Remaja merupakan harapan bangsa yang akan mengubah peradaban. Di pundaknya, harapan perubahan hakiki diletakkan. Namun, ekspektasi tersebut tampaknya jauh dari realitas. Generasi muda justru kian kehilangan muruahnya. Hingga berubah menjadi generasi 'rebahan' yang rentan jatuh dalam pergaulan bebas, bahkan rawan terjerat jebakan prostitusi.
Sebagaimana yang terjadi di Tegal, Jawa Tengah. Tempat karaoke yang berhasil digerebek pihak kepolisian, turut menyerat anak-anak di bawah umur. Dalam kasus tersebut, Tim Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah berhasil mengamankan tiga orang yang diduga terlibat prostitusi ABG.
Selain menyuguhkan gadis-gadis remaja sebagai pemandu lagu, tempat hiburan yang bernama Pink tersebut juga menyediakan kamar bagi tamu yang ingin melakukan kegiatan prostitusi. Tarif yang dipatok pelaku pun bervariasi, mulai dari Rp5 juta, Rp10 juta, hingga Rp60 juta. Pelaku berinisial ES, SHT, dan SHN, yang masing-masing berperan sebagai pemilik karaoke, manajer operasional, dan muncikari. Para pelaku dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana di atas 15 tahun penjara. (cnnindonesia, 13/9/2021)
Miris. Gurita prostitusi terus menyebar. Bahkan, dewasa ini, para PSK dan pemakai jasanya pun sama-sama berasal dari kalangan remaja. Sebuah fakta pilu, tetapi lazim terjadi di tengah kehidupan yang sekuler. Fakta ini kemudian memunculkan sebuah tanya, mengapa prostitusi terus menggurita dan muskil diberantas?
Pemicu Jebakan Prostitusi Remaja
Dikutip dari KBBI, prostitusi merupakan pertukaran hubungan seksual dengan uang sebagai suatu transaksi perdagangan. Menurut psikolog anak Ghianina Yasira Armand, BSc Psychology, MSc Child development, jumlah anak Indonesia yang diperdagangkan dan dilacurkan untuk tujuan seksual berjumlah sekitar 150.000 orang. (kompas.com, 6/2/2020)
Mengutip pendapat beberapa pakar, ada berbagai faktor yang menyebabkan banyaknya remaja terjerat dalam jaringan prostitusi. Pertama, faktor ekonomi menjadi salah satu alasan banyaknya remaja terjun ke dunia prostitusi. Tingkat kemiskinan yang tinggi juga menyebabkan banyak orang tua rela 'menjual' anak-anak mereka demi membantu kebutuhan ekonomi atau sekadar melunasi utang.
Kedua, rendahnya pendidikan dan minimnya tingkat edukasi di tengah masyarakat, menyebabkan para pelaku tidak memahami bahwa tindakannya adalah keliru. Kurangnya edukasi juga mengakibatkan anak-anak remaja mudah dieksploitasi oleh orang lain.
Ketiga, lingkungan memberi peran penting dalam membentuk kebiasaan di masyarakat. Anak-anak yang tinggal di lingkungan yang banyak terpapar prostitusi, berpotensi mencontoh apa yang disaksikannya. Demikian juga terhadap korban seksual, sangat berpeluang untuk melakukan hal serupa. Terlebih jika minim bimbingan orang tua.
Keempat, pola hidup hedonis di tengah impitan ekonomi. Kondisi ini membuat banyak remaja menghalalkan segala cara demi meraih tujuan. Prostitusi pun akhirnya dipilih sebagai 'pekerjaan sampingan' karena menjadi jalan pintas untuk memperoleh materi secara instan.
Kelima, rapuhnya iman menjadi faktor tak terelakkan yang mudah menyeret remaja dalam kemaksiatan. Mereka akhirnya tidak lagi memperhatikan rambu-rambu agama dalam beraktivitas, termasuk saat memilih pekerjaan. Perbuatan menjajakan diri pun akhirnya dimaklumi dan dianggap biasa.
Keenam, lemahnya penegakan hukum dan ringannya hukuman yang tidak membuat jera. Hukum pidana negeri ini pun tidak menjerat para PSK dan konsumen atau pemakai jasanya. Pasal-pasal yang ada hanya menjerat muncikari, itu pun dengan ancaman hukuman rendah.
Sekularisme Melanggengkan Prostitusi
Dalam sistem hidup yang serba bebas seperti saat ini, prostitusi tak pernah mati. Kendati hukuman ditegakkan, tetapi bibit-bibit prostitusi terus tumbuh dan menggurita. Tak ada kata jera bagi pelaku, meski telah merasakan pengapnya ruang penjara. Inilah buah penerapan sistem kapitalisme-sekuler yang nyata-nyata melegalkan kemaksiatan.
Apalagi dalam sistem kapitalisme, prostitusi dijadikan sebagai ajang bisnis. Tangan-tangan jahil para pemburu rente dari bisnis haram tersebut, telah nyata mengeksploitasi dan memperdagangkan kaum hawa dengan harga murah. Perempuan akhirnya hanya diposisikan sebagai pemuas nafsu para pemburu syahwat. Tak dihargai, bahkan kehilangan kemuliaan.
Semua ini terjadi karena roh sekularisme masih diadopsi negeri ini. Sekularisme terang-terangan mengesampingkan agama dalam mengatur manusia. Akhirnya akal manusia yang lemah dijadikan neraca untuk menimbang standar benar dan salah. Kebebasan berperilaku pun diaminkan sebagai jaminan dari hak asasi manusia. Kebebasan ini pula yang membuat manusia menabrak rambu-rambu Sang Pencipta.
Selama roh sekularisme masih diemban, prostitusi akan tetap menggurita. Keberhasilan pemberantasannya pun ibarat mimpi di siang bolong. Negeri ini butuh solusi alternatif yang mampu memberantas jaringan prostitusi hingga tuntas. Pasalnya, solusi tambal sulam yang selama ini diterapkan telah terbukti gagal memberantas prostitusi.
Sistem Islam Memberangus Prostitusi
Tidak ada satu pun masalah tanpa solusi. Namun, solusi tuntas untuk memberantas prostitusi hanya lahir dari sistem sahih rancangan Ilahi, yakni sistem Islam. Dengan keunggulan ideologinya, Islam bahkan mampu menutup celah-celah yang berpotensi menumbuhkan bibit-bibit prostitusi.
Islam menetapkan lima langkah konkret. Pertama, penegakan hukum yang tegas kepada semua pelaku prostitusi, baik muncikari, pekerja seks komersial (PSK), maupun pengguna jasa PSK. Sanksi tegas dijamin akan membuat jera para pelaku.
Allah Swt. berfirman dalam surat An-Nur [24] ayat 2, yang artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman."
Kedua, penyediaan lapangan pekerjaan bagi setiap warga negara. Impitan ekonomi sering kali menjadi alasan utama seseorang terjun ke jurang prostitusi. Jika ada jaminan pemenuhan kebutuhan hidup dari negara, maka aktivitas menjajakan diri dengan dalih kemiskinan tak perlu terjadi. Selain pemenuhan kebutuhan dasar, negara juga wajib menyediakan lapangan pekerjaan, khususnya bagi laki-laki yang memang memiliki kewajiban mencari nafkah.
Ketiga, penyediaan pendidikan yang bermutu dan gratis. Hal ini dimaksudkan agar dapat memberi bekal kepandaian dan keahlian kepada setiap individu rakyat. Bekal tersebut kemudian mendorong setiap orang untuk bekerja dengan cara yang baik dan halal. Pendidikan ini pula yang akan menanamkan pemahaman tentang standar hidup yang boleh diambil dan yang tidak.
Keempat, penyelesaian masalah sosial. Membentuk keluarga harmonis merupakan cara untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang juga menjadi tanggung jawab negara. Termasuk membentuk masyarakat yang acuh pada merebaknya kemaksiatan. Sikap tidak permisif ini akan menjadi kontrol sosial di masyarakat.
Kelima, adanya upaya politik. Masalah prostitusi tidak akan selesai tanpa kebijakan yang disandarkan pada syariat Islam. Karena itu, negara wajib membuat undang-undang yang mengatur pelarangan aktivitas kemaksiatan apa pun, termasuk prostitusi.
Demikianlah solusi hakiki terhadap gurita prostitusi. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, segala bentuk kemaksiatan akan dienyahkan. Hanya di bawah naungan Islam pula, wanita mulia dan jauh dari berbagai bentuk eksploitasi.
Wallahu a'lam bishshawab[]