Akibat kebakaran itu, kilang minyak Cilacap harus berhenti beroperasi selama beberapa waktu. Hal ini tentu akan mengurangi cadangan minyak nasional. Meskipun Pertamina menyatakan bahwa cadangan minyak masih aman, tetapi tetap ada kekhawatiran akan dilakukannya impor minyak.
Oleh. Mariyatul Qibtiyah, S.Pd.
NarasiPost.Com-Kilang minyak milik Pertamina kembali terbakar. Untuk yang ke tujuh kalinya, kilang minyak Cilacap dilalap si jago merah. Menurut Pertamina, kebakaran yang terjadi pada Sabtu malam (13/11) itu disebabkan oleh sambaran petir. BMKG pun menguatkan pernyataan tersebut.
Kebakaran ini telah menyebabkan kerugian, baik pada Pertamina maupun masyarakat di sekitarnya. Abra Talattov, ekonom Indef (Institute for Development of Economics and Finance) memperkirakan kerugian Pertamina mencapai Rp237 miliar. Kerugian ini dihitung berdasarkan volume Pertalite yang terbakar di dalam tangki kilang sebanyak 31.000 kiloliter. (kontan co.id, 14/11/2021)
Di samping itu, Pertamina juga harus memberikan ganti rugi kepada masyarakat di sekitar yang terdampak. Menurut BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Cilacap, daerah terdampak kebakaran kilang minyak tersebut mencapai radius 20 km dari lokasi kilang. Tentunya, biaya untuk memberikan ganti rugi ini juga tidak sedikit. Pertamina sendiri memperkirakan kerugian yang dialaminya mencapai US$30 juta.
Akibat kebakaran itu, kilang minyak Cilacap harus berhenti beroperasi selama beberapa waktu. Hal ini tentu akan mengurangi cadangan minyak nasional. Meskipun Pertamina menyatakan bahwa cadangan minyak masih aman, tetapi tetap ada kekhawatiran akan dilakukannya impor minyak.
Jika kebakaran ini terus terulang, dikhawatirkan kerugian Pertamina akan semakin besar. Ujung-ujungnya, Pertamina akan dijual ke pihak swasta. Hal ini mungkin saja terjadi. Sebab, beberapa BUMN telah mengalami nasib yang sama, misalnya, Indosat, Perusahaan Gas Negara, Kimia Farma, Garuda Indonesia, dan sebagainya. Perusahaan pelat merah tersebut telah melakukan IPO (Initial Public Offering) atau go public.
Ada Unsur Kesengajaan?
Seringnya kebakaran yang terjadi pada kilang minyak Cilacap ini memunculkan kecurigaan. Fahmy Radhi, pengamat energi dari Universitas Gajah Mada menganggap dugaan penyebab kebakaran akibat sambaran petir sebagai satu hal yang naif. Ia berpendapat bahwa kilang minyak Cilacap sebagai salah satu aset vital negara, tentu sudah dibuat sedemikian rupa agar terlindungi dari petir dan sejenisnya.
Karena itu, ia menduga ada unsur kesengajaan dalam kebakaran yang terjadi pada kilang minyak Cilacap tersebut. Sebab, sejak tahun 1995, telah terjadi tujuh kali kebakaran. Semuanya diklaim sebagai akibat dari alam, yaitu sambaran petir atau tiupan angin kencang.
Kecurigaan itu dikaitkan dengan keinginan segelintir orang yang ingin melakukan impor minyak. Mereka itu orang-orang yang ingin meraup keuntungan besar dari bisnis impor minyak. Sebab, kilang minyak Cilacap merupakan kilang yang paling besar dibandingkan kilang-kilang lainnya. Karena itu, volume minyak yang diolah di sana juga besar, yakni 348.000 barel BBM per harinya. Jika kilang Cilacap tidak beroperasi, maka akan banyak mengurangi stok BBM. Untuk menutupi kekurangan itu, dilakukanlah impor. Ini berarti kesempatan bagi para importir untuk mendapatkan keuntungan.
Lebih jauh, Fahmy Radhi juga mengatakan bahwa apa yang disampaikannya itu berdasarkan pengamatan. Menurutnya, kebakaran kilang minyak Cilacap akan diikuti dengan peningkatan volume impor minyak.
Deni Septiadi, seorang pakar dari Sekolah Tinggi Meteorologi Badan Meteorologi dan Geofisika (STMKG) juga meragukan pernyataan bahwa kebakaran terjadi akibat sambaran petir. Menurut Deni, petir yang mampu membakar adalah jenis petir CG (Cloud to Ground). Petir ini hanya mungkin muncul pada siang hari. Sebab ia membutuhkan atmosfer yang sangat labil, yang biasanya terjadi antara pukul 13.00--17.00. Sedangkan pada malam hari, awan sudah mengalami disipasi (punah). Sangat kecil kemungkinan terjadinya petir jenis CG ini.
Di samping itu, masih menurut Deni, seandainya kebakaran itu terjadi karena sambaran petir, mestinya kebakaran itu tidak akan menyebabkan lubang pada kilang. Sebab, kilang yang penuh dengan bahan minyak jenis fluida. Maka, panas akibat sambaran petir itu akan menyebar. (cnnindonesia. 17/11/2021)
Tentu, dugaan
adanya unsur kesengajaan ini harus dikaji lebih lanjut. Jika hal ini benar, tidaklah mengherankan. Sebab, selama ini BUMN memang lebih banyak dijadikan sebagai sapi perah oleh partai politik serta individu-individu yang ingin memperkaya diri.
Pengelolaan Migas dalam Islam
Islam adalah agama yang sempurna. Segala sesuatu telah diaturnya secara rinci, mulai dari urusan pribadi, hingga bernegara telah diatur oleh Islam, termasuk mengatur kepemilikan.
Dalam Islam, kepemilikan dibedakan menjadi tiga, yakni, kepemilikan individu, negara, dan kepemilikan umum. Kepemilikan umum meliputi padang rumput, air, dan api. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Beliau saw bersabda,
المسلمون شركاء في ثلاثة، في الماء والكلإ والنار
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput, dan api."
Kepemilikan umum ini meliputi tiga macam, yaitu 1) Sesuatu yang dapat menimbulkan persengketaan dalam mencarinya, 2) Bahan tambang yang tidak terbatas, 3) Sumber daya alam yang menghalangi individu untuk memilikinya.
Karena itu, semua yang termasuk dalam kepemilikan umum harus dikelola untuk kepentingan dan kemaslahatan umat. Karena itu, tidak boleh dikelola oleh individu atau swasta. Sebab, jika dikelola oleh individu atau swasta, akan menghalangi orang lain dalam memanfaatkannya.
Maka, negaralah yang melakukan pengelolaan. Hasilnya dapat diberikan langsung kepada masyarakat atau digunakan untuk kepentingan masyarakat. Pengelolaan migas, misalnya, hasilnya dapat diberikan kepada masyarakat berupa BBM gratis atau dijual dengan harga murah, sekadar untuk mencukupi kebutuhan operasional kilang minyak. Misalnya, untuk membayar pegawai, merawat mesin-mesin yang digunakan, atau untuk biaya pendistribusian.
Pengelolaan yang sesuai dengan aturan Allah ini akan meminimalkan kebocoran-kebocoran dana. Di samping itu juga memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan kepada umat. Untuk ini, dibutuhkan penguasa yang bertakwa kepada Allah Swt. Penguasa yang memahami fungsinya sebagai pelayan umat. Penguasa yang takut kepada azab Allah Swt. Wallaahu a'lam bishshawaab.[]