"Seolah sumber perpecahan itu terletak pada Islam dan umat muslim. Sehingga, harus ditata dan diarahkan agar bermetamorfosis menjadi muslim moderat."
Oleh. Sarie Rahman
(Komunitas Ibu Bahagia)
NarasiPost.Com-Di negeri ini intoleran seakan tak ada habisnya diperbincangkan. Berbagai upaya terus digalakkan di masyarakat tentang moderasi beragama. Sampai pada dunia pendidikan pun menjadi sasaran, kurikulum moderasi agama ditetapkan untuk membentuk karakter generasi agar bisa lebih toleran. Itu artinya moderasi agama mulai ditanamkan dalam kurikulum pendidikan.
Seperti diungkap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, yang mengategorikan intoleransi sebagai salah satu dosa dalam sistem pendidikan kita. Hingga dirasa perlu merancang kurikulum moderasi beragama untuk menghapus intoleransi. (detikNews.com,23/9/2021).
Bahkan, di bidang seni pun tak luput dari incaran moderasi beragama. Balitbang Diklat Kemenag RI yang bekerja sama dengan Institut Seni Indonesia (ISI) telah meluncurkan komik Madani di Solo Jawa Tengah, berupaya mengedukasi masyarakat tentang moderasi beragama melalui seni (dikutip dari antaranews.com,08/11/2021).
Sedangkan Kemenag sendiri telah merilis empat standar moderasi beragama sebagai pedoman teknis pelaksanaannya. Pertama, standar pendidikan karakter melalui moderasi beragama. Kedua, standar penguatan wawasan moderasi beragama. Ketiga standar peleburan moderasi beragama pada pendidikan Islam. Keempat standar pengembangan dan pengelolaan kegiatan moderasi beragama bagi siswa (republika.co.id,23/9/2021).
Moderasi agama secara istilah tidak bisa dimungkiri, bukan lahir dari ajaran Islam. Namun, di Indonesia istilah ini terus disuarakan dalam dunia pendidikan, seiring bergulirnya opini tentang munculnya bibit-bibit radikalisme dominan yang terdapat di dunia pendidikan.
Dalam kerangka politik masa kini, menurut penggagasnya di Indonesia, moderasi agama ditandai empat indikator. Pertama, adanya keterikatan nasionalisme, yaitu menerima asas kebangsaan dalam UUD 1945 dan berbagai konstitusi di bawahnya. Kedua, terdapat toleransi dalam bentuk menghormati perbedaan dengan memberi celah bagi orang lain berkeyakinan, mengaktualkan keyakinan dan menyampaikan pendapatnya. Ketiga, bersikap anti kekerasan yaitu menolak cara-cara kekerasan yang dilakukan seseorang atau kelompok tertentu baik fisik ataupun verbal dalam mengusung perubahan yang diinginkannya. Keempat, ramah terhadap kultur budaya lokal dalam integritas keagamaan, sepanjang tidak bertentangan dengan substansi ajaran Islam.
Empat indikator moderasi agama di atas secara konsep terlihat baik. Namun dalam pengamatan, faktanya moderasi agama sangatlah berbahaya dan pada pelaksanaannya sangat tidak adil jika hanya difokuskan pada agama Islam saja. Seolah sumber perpecahan itu terletak pada Islam dan umat muslim. Sehingga, harus ditata dan diarahkan agar bermetamorfosis menjadi muslim moderat. Bahkan, tanpa disadari pluralisme menancap kuat pada anak didik hingga memiliki pemahaman semua agama sama, hanya tata cara beribadahnya yang berbeda. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi keimanan generasi muslim, dan berbahaya pula terhadap cara pandang serta perbuatan dalam kehidupannya sehari-hari di masa mendatang.
Islam Agama Sempurna
Sebagaimana Allah Swt. berfirman: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.“ (QS. Al-Maidah : 3)
Sebagai muslim sudah sepatutnya kita meyakini sepenuh hati agama yang dianut adalah akidah sekaligus ideologi yang memiliki aturan hidup lengkap. Sudah selayaknya kita menjalankan Islam dengan kekhusyukan serta menyebarkannya sebagai media dakwah.
Lantas, pantaskah dikatakan intoleran jika umat Islam menjalankan apa-apa yang diyakininya, hanya karena umat Islam menolak untuk mengucap selamat pada agama lain yang sedang merayakan hari rayanya atau menilai L68T sebagai sebuah kemaksiatan, atau tidak mau masuk ke dalam rumah ibadah agama lain atau apa pun terkait keyakinan agama lain? Sungguh sesuatu yang sangat tidak wajar dan tak beralasan tentunya.
Islam memiliki standar toleransi yaitu yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah sebagai rujukannya. Islam adalah agama yang sangat toleran terhadap agama lain, apa-apa yang dianggap tidak toleransi dalam Al-Qur’an dan As-Sunah layak ditinggalkan. Arus moderasi beragama patut diwaspadai sampai pada batasan menghargai apa-apa yang pada dasarnya Allah telah haramkan, jangan sampai tanpa disadari ideologi dibikin mandul dan suasana dakwah pun perlahan hilang sama sekali. Artinya tidak ada lagi kepedulian terhadap kemaksiatan, umat tak lagi tergerak untuk saling mengingatkan dalam kebaikan, bersikap acuh manakala kemaksiatan dan kemungkaran terjadi di depan mata. Bahkan, tak akan ada lagi yang berdakwah menyampaikan Islam. Na’udzubillah mindzalik.[]
Waspada terhadap moderasi agama itu sangat perlu ya ternyata.. Kita jangan cuek" aja terhadap permasalahan ummat yang ada.
Yuk melek politik.. Oh ya tulisannya kereen banget, mampu mengungkap fakta menyadarkan ummat