"Terkait masalah rezeki, sesungguhnya setiap makhluk sudah dijamin rezekinya oleh Allah. Bahkan, harta yang dikeluarkan untuk merawat orang tua akan menjadi wasilah berkahnya rezeki."
Oleh. Dyah Rini
(Aktivis dakwah & founder Rumah Qur'an Al-Ummah)
NarasiPost.Com-Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah." Peribahasa ini memang benar. Sampai kapan pun kasih sayang anak kepada ibunya tidak akan mampu menandingi kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Air susu yang membuatnya tumbuh menjadi manusia dewasa tidak tergantikan dengan makanan apa pun, dan tidak akan terbalas harta sebesar apa pun.
Berita tentang pengabaian anak terhadap orang tuanya menguatkan perbedaan persepsi tentang kasih sayang antara seorang anak dengan seorang ibu. Sebagaimana di wartakan dari viva.co.id. Trimah 85 tahun warga Magelang Jawa Tengah dititipkan di Panti Jompo Griya Lansia Husnul Khatimah Malang oleh ketiga anaknya karena alasan ekonomi. Mereka beralasan tidak mampu menanggung beban untuk merawatnya.
Sungguh malang nasib ibu Trimah. Di usia senjanya seharusnya bisa hidup tenang di samping putra-putrinya. Bisa menimang cucu dan mendoakannya agar menjadi anak yang saleh, salihah. Hidup dalam keridaan Allah. Namun, kini hidup yang dilaluinya harus jauh dari anak dan keturunannya.
Anak yang dulu dikandung, disusui, dan dibesarkannya tidak memperlakukannya serupa dengan apa yang telah ia lakukan dulu. Hari-harinya dilalui tanpa belaian lembut tangan anaknya. Walau saat diwawancarai wartawan Trimah mengatakan kerasan di panti jompo, tetapi suara hati seorang ibu secara fitrah tidak dapat disembunyikan.
Mungkin masih banyak yang senasib dengan Trimah. Mengapa seorang anak tidak punya rasa bakti pada orang tua? Untuk menjawab pertanyaan ini, tidak terlepas dari akidah yang dipahami seseorang. Ketika anak mulai kecil ditancapkan akidah yang kuat, dari mana mereka berasal? Untuk apa mereka hidup di dunia? Dan akan ke mana setelah mati? Maka, ketika pemahaman itu dibawa hingga dewasa akan dapat mengontrol perbuatannya agar sesuai dengan aturan Allah. Termasuk dalam hal melakukan kewajiban birrul walidain (merawat orang tua).
Namun, penjagaan akidah akan terasa berat ketika negara tidak turut andil. Parahnya lagi ketika negara justru menjadi pihak yang menghalangi penerapan syariat Allah. Sistem yang diberlakukan dalam mengurus rakyat berlandaskan asas sekuler kapitalisme. Agama tidak lagi menjadi patokan menilai baik buruk. Asas manfaat mewarnai setiap tujuan perbuatan. Tekanan ekonomi akibat kebijakan yang tidak bijak, membuat rakyat semakin menderita. Sulitnya lapangan pekerjaan, melambungnya harga kebutuhan pokok, tingginya tagihan listrik, pembayaran berbagai macam pajak adalah contoh beban yang harus ditanggung rakyat.
Islam Mendudukkan Masalah Rezeki
Islam mengajarkan masalah qada dan qadar, bahwa baik dan buruk semua dari Allah. Islam juga menjadikannya sebagai salah satu dari rukun iman. Dalam wilayah yang menguasai manusia, maka segala sesuatu yang terjadi, manusia tidak kuasa menolak dan menghindar. Dalam hal ini, tidak berlaku hisab (perhitungan amal) padanya seperti masalah jodoh, ajal, dan rezeki.
Maka, kadar banyak atau sedikit dari rezeki tidak menentukan seseorang masuk surga atau neraka.Tetapi bagaimana cara memperoleh rezeki dan membelanjakannya, itulah yang akan dimintai pertanggungjawaban Allah. Maka ketika masalah rezeki ini dipahami, tidak akan ada kasus seorang anak menelantarkan orang tuanya dan menganggap sebagai beban hidupnya.
Begitu juga ketika memahami bagaimana kewajiban seorang anak kepada orang tuanya ketika masih hidup, sudah tua, atau sudah meninggal dunia. Dalam Al-Quran surat Al-Isra ayat 23. Allah berkata: "…Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengucapkan perkataan 'ah'…"
Ayat ini menjelaskan secara gamblang, bagaimana memperlakukan orang tua ketika sudah lanjut usia. Jika mengucapkan kata "ah" saja dilarang, apalagi menyakitinya bahkan menelantarkannya.
Bersyukur bagi siapa saja yang berkesempatan merawat orang tua yang sudah lanjut usia, karena akan menjadi peluang meraih jannah-Nya. Sebagaimana hadis Nabi saw. dalam riwayat Muslim beliau bersabda, "Sungguh hina seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup, atau salah satu dari keduanya ketika mereka tua, namun justru ia tidak masuk surga."
Terkait masalah rezeki, sesungguhnya setiap makhluk sudah dijamin rezekinya oleh Allah. Bahkan, harta yang dikeluarkan untuk merawat orang tua akan menjadi wasilah berkahnya rezeki. Sebagaimana dalam hadis riwayat Ahmad, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rezeki, maka berbaktilah pada orang tua dan sambunglah tali silaturahmi."
Maka, sungguh sangat sempit pemikiran yang menganggap bahwa mengurus orang tua lanjut usia akan menambah beban. Kecuali, jika pemikirannya telah terpengaruh ideologi kapitalisme yang mengukur semua perbuatan dengan untung dan rugi.
Negara Sebagai Institusi Penjamin Kebutuhan
Tidak dimungkiri dalam kehidupan negara yang diatur dengan sistem kapitalisme telah menggerus akidah. Kalam Ilahi dan perkataan terbaik Rasulullah berlalu dalam pendengaran. Slogan kerja, kerja, dan kerja mengidentikkan kerasnya sistem yang diterapkan saat ini. Slogan yang bisa diartikan kalau mau makan ya harus kerja. Apalah artinya orang lanjut usia yang tidak bisa diharapkan untuk bekerja, hanya menambah beban. Naudzubillah.
Berbeda dengan sistem Islam yang menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi tiap individu. Melalui mekanisme optimalisasi peluang lapangan pekerjaan bagi penanggung nafkah, diharapkan tidak ada individu yang terlantar. Hingga jika ada seseorang yang tidak mempunyai penanggung nafkah, atau ada tapi kondisinya sangat tidak mampu. Maka, negara sebagai penjamin nafkahnya. Kaum wanita akan dikembalikan kepada habitatnya sebagai ummun wa rabbatul bait yang fokus pada pembinaan generasi. Bukan lagi turut bersaing menjadi tulang punggung keluarga.
Maka, dengan penerapan sistem Islam yang paripurna dalam institusi negara sajalah yang akan mencegah matinya persepsi seseorang terhadap rezeki. Sejatinya rezeki tidak hanya berupa uang, tapi juga makanan, kesehatan, ketenangan, keamanan, keadilan, dan sebagainya. Semuanya tercakup dalam kewajiban pengurusan Daulah Islam kepada rakyatnya.
Wallahu 'alam[]