"Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya)." [TQS. Al-Maidah: 33)
Oleh. Ummu Ainyssa
NarasiPost.Com-Salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya adalah nikmat rasa aman dan damai. Nikmat yang sangat diharapkan oleh semua orang, terutama dalam situasi yang penuh dengan ketakutan dan ancaman kejahatan. Meski terkadang nikmat ini juga sering dilupakan.
Mirisnya, sering sekali kita mendengar berita, bagaimana sekelompok orang berusaha untuk mengoyak nikmat aman ini. Dengan merampas hak milik orang lain, tanpa memedulikan akibat dari perbuatannya. Seperti yang sering dilakukan oleh para pembegal. Demi memenuhi keinginannya, mereka dengan sadis melakukan segala cara. Mereka pun tak segan lagi melukai korbannya bahkan hingga menghilangkan nyawa.
Seperti kasus pembegalan yang terjadi beberapa hari lalu di Jalan Raya Bekasi KM 26, Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur yang menewaskan seorang pria berinisial SP (34 tahun). Sebagaimana diberitakan oleh Kompas.com, (Selasa, 26/10/2021), SP saat itu sedang nongkrong bersama salah satu rekannya di depan halte Ujung Menteng pada tengah malam. Tiba-tiba ia didatangi oleh sekelompok pembegal yang hendak merampas hand phone miliknya. Saat hendak melarikan diri, salah satu pelaku menarik jaket korban dan membacok tangan kirinya. Korban kemudian meninggal dunia saat dibawa ke Rumah Sakit Ananda Bekasi.
Bukan hanya itu, dua hari sebelum kejadian tersebut, kasus serupa juga menimpa karyawan Basarnas berinisial MN (22 tahun) di Kemayoran, Jakarta Pusat, sekitar pukul 02.00 saat sedang menunggu ojek online untuk rekannya. Ia didatangi sekelompok pembegal yang merampas tasnya, yang kemudian menyerang korban dengan senjata tajam secara bertubi-tubi hingga korban tewas. Sungguh kejadian yang membuat hati kita miris dan menangis.
Kasus ini hanyalah beberapa contoh dari banyaknya kasus pembegalan yang akhir-akhir ini kerap terjadi. Realitasnya hampir setiap hari kita bisa saksikan di berbagai pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik yang meliput berbagai tindak kriminal di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, boleh dibilang tiada hari tanpa kriminalitas.
Seorang kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon, pernah mengatakan bahwa mayoritas motif para pelaku melakukan pembegalan adalah karena motif ekonomi. Apalagi dari beberapa hasil pemeriksaan para tersangka pembegalan yang sudah ditangkap mengaku hanya pengangguran. Terlebih pada situasi pandemi seperti saat ini yang kemungkinan besar pelaku melihat peluang.
Para pengangguran di negeri ini tampaknya sudah tidak lagi sabar menangisi nasib dan menyesali ketidakberuntungan. Pandemi yang belum juga usai semakin menambah keterpurukan mereka. Mereka yang tadinya begitu tenang bekerja untuk menafkahi keluarganya, secara tiba-tiba harus menelan pahit keputusan PHK. Tidak adanya lapangan pekerjaan, kebijakan PPKM yang semakin mempersulit gerak mereka untuk mencari usaha lagi, semakin menambah ekonomi mereka bertambah sulit. Akibatnya negara hanya menghasilkan tingginya angka pengangguran.
Para pengangguran tadi setelah menempuh cara terhormat untuk mendapatkan kesempatan kerja, agaknya sudah mulai frustrasi dengan keadaan. Mereka menghalalkan segala cara yang tidak hanya merampas harta benda korban, tetapi juga tega menganiaya, bahkan menghilangkan nyawa korbannya. Mulanya mereka sekadar mencari uang jajan, uang rokok, dan sejenisnya berangsur menjadi mencari uang yang lebih besar.
Realitas ini menunjukkan bahwa segala bentuk tindak kejahatan yang terjadi ini tidak lain karena penerapan sistem sekularisme yang rusak. Sistem yang berasal dari hasil pemikiran manusia dengan meminggirkan peran agama ini, bukan hanya tidak mendatangkan rasa aman, namun juga menimbulkan banyak perselisihan dan pertentangan di tengah masyarakat. Pengaturan ekonomi yang hanya memperhitungkan bisnis tanpa berlandaskan halal dan haram terbukti hanya membuat rakyat semakin terpuruk ekonominya.
Bukan hanya masalah ekonomi saja, berbagai macam adegan kekerasan yang dipertontonkan oleh media pun semakin merusak moral masyarakat. Dengan keimanan yang minim membuat mereka pun terjerumus dalam tindak kejahatan. Begitu juga dengan penegakan hukum yang tidak sungguh-sungguh dan maksimal dalam memberantas segala bentuk kejahatan. Sistem pengawasan yang minim bahkan sanksi yang tidak tegas yang diterapkan di negeri ini membuat para pelaku tidak jera untuk mengulangi kejahatannya kembali.
Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam, di dalam Islam pemenuhan kebutuhan primer seperti sandang, pangan, dan papan menjadi salah satu bagian terpenting dari syariat Islam dalam pemenuhannya oleh negara. Tentu bukan dengan membagi-bagikan makanan, pakaian, atau perumahan kepada siapa saja setiap saat. Akan tetapi pemenuhan ini dengan mekanisme yang dapat menyelesaikan masalah ekonomi tersebut.
Di antaranya dengan mewajibkan kaum laki-laki untuk bekerja demi mencukupi kebutuhan dirinya, anak-anak dan istrinya, serta sanak kerabatnya yang tidak mampu. Bagi orang yang sama sekali tidak mampu untuk bekerja dan berusaha, Islam telah menetapkan nafkah mereka ditanggung oleh sanak kerabatnya. Jika sanak kerabatnya juga tidak mampu untuk memenuhinya, maka beban menafkahi diserahkan kepada negara.
Di samping itu, negara juga akan menyediakan atau menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya, agar rakyat bisa bekerja dan berusaha. Negara juga akan mendorong rakyatnya untuk giat bekerja. Begitu juga dengan pendidikan dan kesehatan yang merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia. Maka negara juga menjadi pihak yang wajib memenuhinya.
Dengan terpenuhinya semua kebutuhan bagi rakyatnya, maka akan sangat minim atau bisa jadi tidak ada rakyat yang melakukan tindakan kriminal seperti mencuri, merampok, membegal, dan lain-lain dengan alasan ekonomi. Kalaupun setelah terpenuhi semua kebutuhannya, masih ada yang melakukan tindak kriminal tersebut, maka Islam telah menetapkan sanksi yang tegas yang ukurannya telah ditentukan oleh Asy-syari' (Allah Swt.) yang akan membuat mereka jera.
Allah Swt. berfirman di dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 33; "Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya)."
Ayat tersebut turun berkenaan dengan perbuatan begal (qutha'i ath-thariq) dan bersifat umum, baik yang dilakukan oleh kaum muslim maupun nonmuslim.
Adapun sanksi bagi mereka yang melakukan pembegalan berbeda-beda sesuai dengan tindakan dan dosa yang mereka lakukan. Dosa tersebut hanya terbatas pada tiga perkara, yaitu pembunuhan, merampas harta benda, dan melakukan teror di jalanan. Jika mereka hanya merampas harta benda saja, maka akan dikenai sanksi dipotong tangan kanan dan kaki kirinya secara bersilang. Tangan dipotong di pergelangan seperti pada kasus pencurian, dan kaki dipotong pada persendian mata kakinya.
Jika mereka hanya melakukan teror di jalanan, mereka akan dikenai sanksi pengusiran. Jika mereka hanya membunuh, maka akan dikenai sanksi bunuh saja. Jika mereka merampas dan juga membunuh, maka mereka akan dikenai sanksi dibunuh dan disalib. Penyaliban dilakukan setelah pelaku dibunuh. Sementara jika mereka hanya melukai tangan atau kaki, atau tulang rusuk, atau menghardik saja, maka tidak termasuk ke dalam had qutha' ath-thariq. Sebab, had adalah sanksi yang telah ditentukan ukurannya yang harus sesuai dengan nas.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. Rasulullah saw. bersabda: "Rasulullah saw. berpisah dengan Abu Barzah Al-Aslamiy, kemudian datanglah sekelompok orang ingin masuk Islam. Tetapi mereka membunuh sahabat beliau saw., lalu Jibril turun untuk menjelaskan had atas mereka, "Sesungguhnya barang siapa yang membunuh dan merampas harta benda, ia akan dibunuh dan disalib, barang siapa membunuh tapi tidak merampas harta benda, maka ia dibunuh, dan barang siapa merampas harta benda tetapi tidak membunuh, dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan."
Adapun jika pelaku qutha' ath-thariq ini melakukan tobat sebelum mereka tertangkap oleh negara, maka gugurlah hudud Allah atas mereka, namun mereka harus mengembalikan hak-hak manusia (huqun adamiyyun), baik jiwa, pelukaan, atau harta benda. Sedangkan, jika mereka dimaafkan maka dengan sendirinya had tersebut gugur atas mereka.
Akan tetapi, jika mereka bertobat setelah penangkapan, maka tidak ada satu pun hudud yang gugur bagi mereka. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 34: "Kecuali orang-orang yang bertobat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka. Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Demikianlah Islam menerapkan hukum atas pembegal. Terkesan hukum yang diterapkan ini terlihat keras, namun hukum seperti inilah yang nyatanya bisa mencegah manusia untuk melakukan tindak kriminal. Hukum yang diterapkan secara tegas tersebut akan membuat masyarakat merasa takut untuk melakukan tindak kejahatannya, mengingat beratnya sanksi yang akan mereka terima.
Selain itu, hukum Islam yang diterapkan di dunia ini bisa menjadi penghapus sanksi di akhirat kelak. Hal inilah yang disebut bahwa uqubat di dalam negara Islam berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Sanksi seperti ini hanya bisa dilakukan oleh seorang imam (khalifah) atau orang yang mewakilinya saja. Yakni hanya dalam negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Maka dari itu sudah saatnya kita perjuangkan kembali tegaknya syariat Islam di muka bumi ini, agar rasa aman yang kita dambakan bisa kembali kita rasakan. []
Photo : Pinterest