"Murtad dianggap hal wajar sebagai realisasi dari kebebasan beragama. Paham kebebasan ini merupakan buah dari sekularisme yang menempatkan syariat Islam hanya untuk ibadah saja. Sedangkan untuk aturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, Islam dianggap tak punya andil dan tak perlu diterapkan. Karena manusia sudah mampu untuk menciptakan aturan kehidupan sendiri. Tak lagi butuh aturan dari Tuhannya."
Oleh. Rochma Ummu Arifah
NarasiPost.Com-Islam adalah satu-satunya agama yang diridhmai di sisi Allah Swt. Bagi yang memeluk dan meyakini Islam, tentu saja menjadi sebuah kenikmatan tersendiri. Namun sayang, di era yang penuh dengan kebebasan ini, beberapa muslim memilih untuk mengganti agama mereka alias keluar dari Islam (baca=murtad).
Kemurtadan yang Disombongkan
Belakangan ini, publik disuguhkan dengan satu berita mengenai perpindahan agama satu tokoh nasional. Awalnya seorang muslim, lalu berpindah keyakinan menjadi pemeluk Hindu. Berita ini hampir dapat ditemukan di semua kanal berita online. Karena memang si tokoh mengundang beberapa pihak untuk memperlihatkan tak lagi berislamnya dirinya. Bahkan, dibuatlah satu ritual perpindahan agama yang tetap dengan mengundang sejumlah media dengan tujuan untuk menyiarkan hal ini agar publik luas mengetahui hal ini.
Sebagian pihak merasa bahwa peristiwa ini merupakan satu hal yang wajar. Tak ada yang perlu untuk diperdebatkan. Hal normal yang bisa dilakukan oleh siapa pun. Terlebih, bagi mereka yang memahami paham kebebasan, termasuk di dalamnya kebebasan beragama. Apa yang dilakukan oleh tokoh tersebut merupakan bukti dijunjung tingginya asas kebebasan beragama ini.Tak ada paksaan dalam beragama. Seseorang bisa dengan mudah dan tanpa kendala memilih agama apa yang ia kehendaki.
Hanya saja, ada tanggapan berbeda yang diberikan dari sebagian umat muslim yang memiliki pemahaman yang benar mengenai murtadnya seorang muslim. Sebagaimana yang difirmankan Allah Swt dalam Surat An-Nahl ayat 106, yang artinya berbunyi, "Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar."
Sangat jelas dapat dipahami bahwa siapa saja yang kafir setelah menjadi orang yang beriman akan mendapatkan kemurkaan dan azab dari Allah Swt. Karena memang kemurtadan ini adalah satu hal yang buruk atau bahkan hina di dalam Islam. Bukanlah kemuliaan dan pujian manusia yang akan didapatkan bagi siapa saja yang mengganti agamanya setelah berislam. Bahkan, pelakunya diancam dengan azab yang besar dari Allah Swt. Sehingga menjadi satu kesalahan besar jika kemurtadan ini malah dibanggakan, diumumkan dengan penuh kesombongan seakan menantang Islam dan syariatnya serta Rabb pembuatnya.
Kemurtadan merupakan satu kemaksiat yang pelakunya justru akan dihukum secara syariat oleh negara. Hanya saja, tetap ada upaya yang diberikan untuk mengembalikan si pelaku agar beriman kepada Allah dan kepada Islam. Jika upaya ini tidak berhasil, barulah si murtad akan dihukum mati.
Pelajaran yang bisa diambil dari sini bahwa kemurtadan dalam Islam bukanlah satu prestasi yang bisa digembar-gemborkan di sini. Hukuman mati yang diberikan adalah sebagai satu penjagaan bagi Islam sendiri. Dengan ini, akan memberikan upaya pencegahan bagi siapa saja yang memiliki niat yang sama. Inilah satu pengaturan yang ada dalam hukum Islam yang diterapkan dengan tepat.
Buah Sekularisme
Saat Islam tak memiliki taring, itulah waktunya Islam akan dihinakan. Islam ibarat singa yang tak punya taring. Gampang sekali dilecehkan dan dihina. Syariatnya mudah dipelintir sesuka hati pelakunya. Syariatnya dianggap sebagai sumber masalah sehingga butuh untuk direkonteksrualisasikan menyesuaikan dengan kebutuhan dan zaman modern ini, termasuk dalam hal kemurtadan ini.
Murtad dianggap hal wajar sebagai realisasi dari kebebasan beragama. Paham kebebasan ini merupakan buah dari sekularisme yang menempatkan syariat Islam hanya untuk ibadah saja. Sedangkan untuk aturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, Islam dianggap tak punya andil dan tak perlu diterapkan. Karena manusia sudah mampu untuk menciptakan aturan kehidupan sendiri. Tak lagi butuh aturan dari Tuhannya.
Untuk itu, sangatlah perlu mengembalikan syariat Islam di tengah kehidupan manusia saat ini. Akidah umat harus dibentuk sampai membuahkan pemahaman yang benar dan menyeluruh terhadap Islam. Selain itu, keimanan yang terbentuk akan mengarahkan pada kebanggaan pada Islam dan syariatnya sehingga kemuliaan peradaban Islam dapat diraih dan bisa dirasakan oleh seluruh umat Islam dan manusia secara keseluruhan.[]