Kemiskinan Sistemis Versus Kesejahteraan Sistemis

"Rakyat sebenarnya tidak mengharapkan 'santunan' yang hanya meringankan beban kehidupan mereka, tapi mereka butuh penghasilan yang layak dan perhatian pemerintah agar bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya."

Oleh. Ai Siti Nuraeni
(Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com-Menyedihkan, Badan Pusat Statistik (BPS) dalam surveinya menyatakan bahwa terdapat 93.000 penduduk Kabupaten Bandung yang saat ini mengalami kemiskinan ekstrem. Karenanya Dadang Supriatna selaku Bupati Kabupaten Bandung telah menginstruksikan seluruh jajarannya untuk bekerja sama dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan menjalankan program khusus berupa integrasi program serta mengatur seluruh program di SKPD agar merujuk pada objek yang sama. (Ayobandung.com, 28/10/2021)

Kemiskinan ekstrem sejatinya adalah kondisi langka ketika masyarakat tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya termasuk makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan informasi yang disebabkan oleh minimnya pendapatan serta ketersediaan kebutuhan dasar. Pemerintah Kabupaten Bandung akan melakukan mapping dan mempertajam database untuk menemukan titik kemiskinan. Selanjutnya barulah program akan dilakukan sesuai dengan karakter masyarakat dan daerahnya.

Kita bisa menyimpulkan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan selama ini hanya sebagai bentuk reaksi dari meningkatnya angka kemiskinan. Artinya jika data itu tidak ada maka tidak akan dibuat program khusus serta pengerahan aparat begitu masif untuk menangani masalah tersebut. Data mengenai kondisi kesejahteraan masyarakat pun begitu lambat diperoleh. Padahal kemiskinan sejatinya bukan masalah baru di negeri ini.

Target pemerintah mengentaskan angka kemiskinan pada 2024 mendatang diduga akan sulit diraih jika data sebaran penduduk miskin baru diteliti. Sebenarnya, berbagai program pengentasan kemiskinan seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Program Indonesia Sehat (PIS), Program Keluarga Harapan (PKH), Beras Sejahtera (Rastra)/Bantuan Sosial Pangan, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) , Program Dana Desa serta Program Reformasi Agraria dan Perhutanan Sosial (RAFS), semuanya bersifat pragmatis sama sekali tidak menyentuh akar masalah kemiskinan yang ada, yaitu distribusi kekayaan yang tidak merata.

Rakyat sebenarnya tidak mengharapkan 'santunan' yang hanya meringankan beban kehidupan mereka, tapi mereka butuh penghasilan yang layak dan perhatian pemerintah agar bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Maka, rakyat ingin tercipta lahan kerja yang luas dan terbuka lebar bagi mereka. Sayangnya keadaan tidak mendukung, bahkan banyak sarjana yang menganggur karena terbatasnya lapangan pekerjaan. Investasi yang belakangan digembar-gemborkan pun nyatanya tidak menjadi solusi karena dilakukan pada usaha yang bukan termasuk padat karya juga karena rombongan pekerja asing dibiarkan masuk Indonesia sebagai syarat investasi tersebut.

Kemiskinan semakin menjadi sebab pos pengeluaran rakyat untuk pendidikan, kesehatan, listrik, air bersih, gas hingga bahan bakar minyak tidak bisa didapat dengan harga yang ramah di kantong. Penurunan harga atau subsidi hanya bisa dirasakan segelintir rakyat saja, padahal kekayaan Indonesia yang melimpah memungkinkan harga murah dalam semua komoditas ini, bahkan bisa gratis jika dikelola secara mandiri.

Sayangnya, negara tidak tertarik mengelolanya sendiri malah membuat regulasi yang mempermudah swasta, perorangan, asing hingga aseng untuk memiliki aset tersebut. Negara lebih memilih memaksimalkan pajak dari rakyat untuk menjadi sumber utama APBN-nya. Maka jadilah rakyat semakin kering karena diperas tapi para konglomerat itu semakin tenggelam dalam kekayaan. Oleh karena itu, sebenarnya sangat sedikit rakyat yang miskin karena malas bekerja tapi kebanyakan dari mereka dimiskinkan oleh sistem yang ada.

Sistem tersebut adalah kapitalisme-sekuler, sistem buatan manusia yang sangat mengutamakan keuntungan materi. Karenanya dalam sistem ini mereka yang punya banyak modal (kapital) bisa mengendalikan banyak hal. Setiap kebijakan akhirnya pro para kapitalis, sementara rakyat terabaikan. Kehidupan berjalan layaknya hukum rimba di mana yang kuat mendominasi, yang lemah akan punah.

Hukum rimba yang tidak manusiawi ini tidak akan ditemui jika rakyat mau tunduk pada aturan buatan Sang Pencipta. Dalam pandangan Islam setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk diperhatikan oleh pemimpinnya. Tidak dibenarkan mengistimewakan sebagian masyarakat lalu mengabaikan masyarakat lainnya.

Adapun data kesejahteraan masyarakat akan senantiasa diperbaharui dengan segera. Hal itu karena prinsip dalam Islam menghendaki pemenuhan kebutuhan kepala per kepala setiap harinya. Pemimpin dalam Islam, bahkan tak segan berkeliling tengah malam untuk mengetahui kondisi rakyat, tidak mencukupkan dari laporan para pegawainya. Karena sangat dimungkinkan antara laporan dengan faktanya berbeda. Seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab, saat berkeliling di wilayah kepemimpinannya. Beliau mendapati seorang janda memasak batu agar anak-anaknya yang kelaparan bisa tertidur dan melupakan rasa laparnya. Beliau bahkan memanggul, mengantar hingga memasakkan sendiri makanan untuk rakyat tersebut karena takut akan pertanggungjawaban kelak di akhirat.

Bukan hanya dibantu dalam memenuhi kebutuhan hidup, rakyat yang mampu bekerja akan didorong untuk bekerja dan dibukakan lapangan pekerjaan yang luas tanpa mengandalkan investasi asing. Hal itu dimungkinkan karena pengelolaan sumber daya alam milik umat akan dikelola mandiri oleh negara. Jika pun negara membutuhkan tenaga ahli atau modal yang besar di awal, negara tetap tidak akan menyerahkan hak pengelolaan SDA itu pada individu, swasta apalagi asing. Namun, memberlakukan sistem upah pada tenaga ahli dan kerja sama saja.

Dengan sistem seperti ini otomatis kebutuhan dasar rakyat seperti air bersih, bahan bakar minyak, listrik, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lainnya bisa didapat dengan murah bahkan gratis, karena hasil pengelolaan SDA dipegang penuh negara. Lalu kasus kemiskinan ekstrem sangat mungkin ditekan hingga nol persen seperti yang pernah terjadi di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Pada waktu itu negara sulit mencari rakyat yang mau menerima zakat karena kebutuhan mereka sudah tercukupi. Artinya tidak ada kalangan fakir, miskin, dan gharim. Ketika negara mencari pemuda yang membutuhkan bantuan untuk biaya pernikahan juga tidak ditemukan. Kondisi seperti ini bisa tercipta karena Umar bin Abdul Azis menerapkan aturan Islam dalam setiap sendi kehidupannya. Maka tidak akan ada kemiskinan sistemis melainkan kesejahteraan sistemis. Negara benar-benar menjadi tumpuan masyarakat bukan malah menzaliminya seperti dalam sistem kapitalis.

Fakta sejarah tersebut membuktikan kebenaran kitab suci Al-Qur'an dalam surat Al-A’raf ayat 96 yang artinya "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
Wallaahu a'lam bish shawaab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ai Siti Nuraeni Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Bukan Sekadar Seremonial
Next
Belum Saatnyakah Indonesia Tinggalkan Peradaban Rusak Buatan Manusia?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram