Kapitalisme Membajak Potensi Santri

"Maka, ketika ada program ekonomi di pesantren ini tampak bahwa pemerintah tengah mengatur otoritas kerja pesantren dengan kebijakan-kebajikan yang harus dijalankan pesantren di luar fungsi yang seharusnya. Pesantren bagai hilang jati diri karena adanya intervensi ini."

Oleh. Putriyana
(Penggiat Literasi)

NarasiPost.com-Tanggal 22 Oktober 2021 , belum banyak orang yang tahu bahwa hari tersebut adalah Hari Santri. Sejak tahun 2015 lalu, 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional berdasarkan keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 tahun 2015. Sebagai bentuk resolusi jihad NU yang diserukan oleh KH. Hasyim Asyari kepada para santri dan ulama di pondok pesantren seluruh wilayah Indonesia pada tanggal 22 Oktober 1945. Tujuannya adalah mengusir para penjajah Belanda yang ingin kembali menduduki Indonesia.

Dari peristiwa sejarah ini, makna secara eksplisit yang bisa kita ambil adalah pesantren merupakan tokoh utama pelaku perubahan sesuai tuntunan syariat. Mengusir penjajah di tanah kaum muslimin adalah bagian dari hukum syarak yang ditetapkan oleh Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya, "Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, tidak lain karena perkataan mereka, Tuhan kami hanyalah Allah." (TQS. Al Hajj: 39-40)

Sayangnya, semangat jihad yang dikobarkan para ulama dalam perspektif sekularisme kapitalis yang notabene menjadi sistem saat ini terkooptasi dengan narasi "Penggerak Ekonomi". Sebagaimana yang dikatakan pemerintah pada Hari Santri Nasional tahun 2021 dengan adanya agenda peluncuran logo baru Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). Pemerintah berharap pada pengembangan ekonomi syariah terus dilakukan terutama pada kalangan santri. Dari sini diharapkan banyak wirausaha dari kalangan santri dan lulusan pondok pesantren. Dengan adanya program ini ke depannya orientasi santri bukan lagi mencari pekerjaan. Tetapi dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat seluas-luasnya dan bisa menebar manfaat bagi umat.

Pada kesempatan lain, dalam webinar Hari Santri Nasional 2021 yang digelar secara virtual oleh Rabithah Ma'ahid Islamiyah NU Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta pesantren untuk bertransformasi. Sebagai bentuk dukungan dari pemerintah kepada pesantren menjelang hari santri kemarin, pemerintah pun mengeluarkan Perpres No.82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren artinya melalui Perpres tersebut terdapat pengaturan dana abadi pesantren. Di mana pesantren mendapatkan alokasi dana khusus yang bersifat abadi untuk mengatur pengembangan pendidikan pesantren.

Dana abadi ini diharapkan mampu membantu pesantren-pesantren di Indonesia untuk meningkatkan daya saing tidak hanya di aspek keagamaan, namun juga meluaskan aktivitasnya ke bidang sains dan teknologi agar pesantren mampu menjawab tantangan zaman yang semakin berkembang pesat. Selain itu, pesantren dituntut untuk berdaya di bidang ekonomi dengan keikutsertaannya dalam berbagai program yang diluncurkan pemerintah. Program itu seperti yang dipaparkan sebelumnya yaitu MES, kemudian pemerintah juga sebelumnya sudah membuat program santripreneur, One Petani One Product (OPOP) dan petani muda yang diluncurkan pada tahun 2018 silam.

Dengan banyaknya program ekonomi yang dijalankan oleh pesantren, akankah mampu membawa lembaga ini berada di posisi tertinggi dan menjadi sentral peradaban generasi ke depan? Atau yang terjadi justru sebaliknya?

Padahal, kita tahu bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan di mana para santri melakukan pengkajian berbagai tsaqafah Islam yang bersumber dari kitab-kitab para ulama. Pesantren akan menghasilkan para santri yang faqih fiddin, melahirkan ulama-ulama warasatul anbiya yang terdepan dalam dakwah dan terjun ke tengah masyarakat dan melakukan amar makruf nahi mungkar.

Maka, ketika ada program ekonomi di pesantren ini tampak bahwa pemerintah tengah mengatur otoritas kerja pesantren dengan kebijakan-kebajikan yang harus dijalankan pesantren di luar fungsi yang seharusnya. Pesantren bagai hilang jati diri karena adanya intervensi ini. Fungsi pesantren yang semula sebagai sentral pendidikan dan dakwah menjadi ke arah pemberdayaan masyarakat. Di mana fungsi pemberdayaan masyarakat ini mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah dengan berbagai program kemandirian pesantren yang digadang-gadang akan mampu menggerakkan ekonomi masyarakat. Alih-alih sukses, pada akhirnya ini akan menjadikan pesantren dan santri disibukkan pada aktivitas ekonomi tersebut.

Kemudian, dalam pendanaan pesantren yang diatur dalam Perpres No.82 memberikan ruang kepada pemerintah pusat maupun daerah dan pihak-pihak lain untuk mengucurkan pendanaan kepada pesantren termasuk dalam hal ini adalah pihak swasta, bisa jadi pihak swasta asing pun ikut ambil bagian di dalamnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendanaan itu merupakan alat untuk melakukan intervensi. Dan intervensi tersebut dalam rangka memudahkan masuknya paham moderat ke dalam pesantren.

Sejatinya jika kita lihat, upaya ini dapat merampas potensi santri sebagai calon ulama atau penegak agama. Semestinya dengan kelebihan yang mereka miliki yakni tsaqafah Islam baik dari santrinya maupun ulamanya, diharapkan lahir gelombang perubahan menentang segala bentuk penjajahan berdasarkan tuntunan Islam. Tsaqafah Islam ibarat amunisi untuk melenyapkan pemikiran jahiliah modern yaitu sekularisme, kapitalisme, dan liberalisme yang tengah menjajah pemikiran kaum muslimin. Sudah seharusnya pesantren dijauhkan dari paradigma pengelolaan ala kapitalisme dan dikembalikan pada pengelolaan sistem Islam yang sesungguhnya.

Sekularisme, kapitalisme, dan liberalisme menjadikan kondisi syariat Islam terabaikan dan malah mencari solusi dari selain Islam. Padahal, Islam adalah solusi dalam semua aspek kehidupan baik terkait akidah, akhlak, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. Para santri pun mempunyai tanggung jawab besar mewujudkan kebangkitan di tengah umat yaitu bangkit dengan ideologi Islam, bukan pemberdayaan ekonomi umat yang sejatinya adalah tugas penguasa.

Ketika penguasa gagal membuka lapangan kerja untuk rakyat, sehingga mengakibatkan banyak pengangguran, sudah seharusnya pemerintah mengevaluasi diri, bukannya menyuruh santri untuk membuka lapangan pekerjaan. Para santri hanya punya tanggung jawab pribadi untuk mencari nafkah, jika ia laki-laki. Walaupun tidak dimungkiri banyak juga santri yang sudah lulus menjadi pengusaha dan membuka lapangan kerja, tetapi hal tersebut tidak bisa menggeser tanggung jawab penguasa. Di sistem sekuler kapitalis ini, penguasa hanya menjadi regulator kepentingan kapital, bukan sebagai pengurus urusan umat.

Tugas penguasa menempatkan santri dan ulama pada posisi strategis (fungsi utama) hanya bisa dilakukan oleh pemimpin dalam sistem yang sahih yaitu sistem Islam. Dalam Islam penguasa bertugas mengurusi urusan rakyatnya. Termasuk urusan lapangan pekerjaan. Rasulullah bersabda, "Pemimpin masyarakat adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas hak muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di dalam sistem Islam membuka lapangan pekerjaan bukanlah hal yang sulit. Banyak hal yang dapat dilakukan di antaranya mengelola secara mandiri sumber daya alam yang dimiliki negara, bukan diserahkan kepada asing yang hukumnya haram. Sehingga, negara membutuhkan tenaga ahli dan teknisi yang diambil dari warga negara sendiri, sehingga terciptalah seluas-luasnya lapangan kerja. Selain itu iklim ekonomi nonriba menjadikan ekonomi masyarakat sehat. Sebab, memudahkan para pedagang dalam pemasarannya dan pebisnis dalam usahanya. Sehingga, tidak akan kurang lapangan pekerjaan. Dari perekonomian syariah pula, negara mendukung pembiayaan sistem pendidikan yang di antaranya hasil outputnya menghasilkan para ulama.

Selain itu, di dalam peradabannya Islam pernah memiliki pesantren pertama yang ada di Baghdad yaitu Pesantren Nizamiyah yang dikelola secara penuh oleh negara dengan kualitas yang prima. Sehingga, menghasilkan para ulama yang menjadi panutan hingga hari ini. Dan itulah gambar pesantren atau madrasah yang bisa menjadi sentral peradaban Islam.

Maka, dengan adanya sistem Islam para ulama akan fokus mengajar, mencerdaskan umat, dan melakukan amar makruf nahi mungkar kepada penguasa tanpa terbebani pembiayaan pesantren. Inilah gambaran negara yang benar dalam mengurus rakyatnya, yang hanya bisa terwujud dalam sistem Islam yakni Khilafah.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Putriyana Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ekonomi Syariah Mendunia Bersama Khilafah
Next
Thalab An Nushrah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram