Lalu, mengapa pemerintah tertarik pada Islam hanya pada dana haji, dana wakaf, serta dana zakat saja? Mengapa pemerintah enggan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh?
Oleh: Mulyaningsih (Pemerhati masalah anak, remaja dan keluarga)
NarasiPost.com -- Pandemi masih menyelimuti negeri. Seluruh lini kehidupan porak poranda akibat terpaan makhluk kasat mata tersebut. Begitu juga sisi ekonomi, nampak di hadapan kita bahwa masyarakat banyak yang terdampak pandemi. Pemutusan hubungan kerja sampai menurunnya daya beli masyarakat menjadi suguhan nyata. Tentunya pemerintah akan melakukan berbagai macam cara agar kondisi sekarang dapat diatasi.
Berdasarkan data yang ada, potensi wakaf nasional mencapai Rp 217 triliun. Tentunya nilai yang tak sedikit, ini sangat berpotensi sekali untuk menyembuhkan situasi dan kondisi sekarang. Pemerintah melirik akan dana tersebut dan ingin menggunakannya dengan dalih mendukung pembangunan negeri serta meningkatkan kesejahteraan rakyat (masyarakat). Seperti di tahun 2018, pemerintah menggunakan dana haji untuk pembiayaan insfrastruktur negeri. Yang mana proyek-proyek tersebut minim resiko dan berprinsip syariah.
Kini, tak hanya melirik dana haji serta wakaf sebagai alat pendukung pembangunan di negeri ini. Pemerintah juga telah melirik sisi penerapan ekonomi Syariah. Sri Mulyani Indrawati mengatakan, “Dalam perekonomian syariah yang sejalan dengan kearifan lokal Indonesia, seperti nilai kejujuran, keadilan, dan tolong-menolong serta adanya keberpihakan pada kelompok lemah. Itu semua dapat membantu pemulihan ekonomi nasional” (liputan6.com, 24/10/2020).
Terlihat oleh kita, sisi-sisi yang memang diambil untuk kemudian diterapkan. Semua itu dilakukan dengan alasan memulihkan situasi dan kondisi sekarang. Nampak bagus memang, namun pada kenyataannya belum tentu bisa terealisasi dengan sempurna. Pasalnya, pemerintah hanya mau mengambil dana umat yang terkumpul lewat zakat, dana haji, dan wakaf saja tanpa mau menerapkan seluruh sistem ekonomi Islam. Terkesan, mengambil manfaat yang ada tanpa mau bersusah payah untuk serius keluar dari wabah ini. Lalu, mengapa pemerintah tertarik pada Islam, hanya pada dana haji, dana wakaf serta dana zakat saja? Mengapa pemerintah enggan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh?
Keterpurukan ekonomi saat ini sebenarnya telah terjadi juga jauh sebelum pandemi menyebar ke seluruh dunia. Pandemi ini hanya sebuah situasi saja yang mempercepat ‘resesi’ di negeri ini. Pasalnya, setiap sepuluh tahun sekali krisis tentunya melanda berbagai negara di dunia. Semua itu patut diduga karena penerapan sistem yang ada sekarang. Kapitalisme yang membuat porak porandanya negeri ini, hingga berbagai kebijakan yang ada tentunya bersumber pada sistem tersebut.
Sistem ekonomi kapitalis ini bersandar pada ekonomi non-riil, yang melahirkan adanya wujud pasar modal, sektor perbankan yang berbasis riba, sistem keuangan yang bertumpu pada pajak dan utang luar negeri serta sistem moneter berbasis uang kertas. Semua komponen tersebut yang akhirnya menyebabkan pergerakan ekonomi menjadi tidak sehat dan baik. Akan berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang menggenjot sektor riil masyarakat serta menerapkan semua apa yang ada dalam syariah Islam. Dengan begitu ekonomi akan berjalan dengan lancar, anti krisis, dan mandiri. Tentunya didasarkan pada keimanan yang melekat kuat dalam diri-diri seluruh kaum Muslim.
Dalam Islam, negara (Khilafah) akan menjalankan politik ekonomi Islam secara menyelutuh. Yaitu negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap warga negara baik Muslim maupun Non-Muslim. Tak lupa akan mendorong masyarakat untuk mencapai atau memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan kapasitas individu. Disamping itu, dalam Islam juga melarang praktik riba. Negara berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghapus seluruh praktik riba tersebut.
Mata uang khilafah berbasis pada emas dan perak, sehingga nilai akan stabil. Jika negara butuh mencetak uang kertas maka harus dicover dengan emas dan perak dengan nilai yang sama dan dapat ditukarkan saat ada permintaan. Sehingga uang kertas tidak akan mendominasi di negara manapun. Ditambah bahwa negara tidak akan bergantung pada utang luar negeri untuk pembiayaan operasioanal.
Dalam Islam juga jelas dalam pembagian kepemilikan. Bahwa ada 3 yaitu kepemilikan negara, umum, dan pribadi. Dengan jelasnya pembagian kepemilikan tersebut maka akan mudah mengetahui sumber pemasukan negara serta pengelolaan sumber daya alam akan dengan mudah dapat dikelola untuk kemaslahatan umat. Negara haram hukumnya untuk melakukan privatisasi terhadap SDA milik umum, apalagi jika diserahkan kepada asing dan aseng.
Negara mendapat pemasukan dari sektor dari fai’, kharaj, dan zakat yang pembelanjaannya sudah ditetapkan oleh syariah. Pos kepemilikan individu bersumber pemasukan bagi rakyat sebagai hasil aktivitas individu mereka baik diperoleh dari hasil bekerja, harta warisan.
Jadi, dalam sistem Islam begitu jelas dan gambalng masalah pembiayaan atau sumber pemasukan negara. Begitu hebatnya sistem ekonomi Islam yang akan dijalankan oleh khilafah. Sistem ekonomi yang telah terterap selam 1300 tahun lamanya. Solusi yang disuguhkan bukan solusi yang hanya tambal sulam belaka. Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah akankah kita terus mempertahankan sistem yang sudah diambang kehancuran ini? Wallahu a'lam.[]
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]