Bala tentara yang dibentuk dalam kekhilafahan memiliki iman yang kuat dan kokoh, sehingga ketika melakukan sesuatu yang diperintahkan maka dorongannya adalah ingin mendapatkan ridho Allah bukan menjadi alat penguasa untuk mencengkramkan kuku tajam mereka kepada rakyat sendiri.
Oleh : Susi Ummu Ameera (Aktivis dan Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com — Netizen masih ramai memperbincangkan kasus penurunan baliho Habib Rizieq Shihab. Bahkan makin memanas. Ini bermula saat adanya sejumlah kendaraan taktis (rantis) milik Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia (Kopassus TNI) yang berhenti di jalan raya di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kendaraan itu membunyikan sirine meraung-raung dan berhenti di depan gang menuju Markas Front Pembela Islam (FPI). Sambil dikawal polisi militer (PM) dan sejumlah prajurit yang naik truk di belakangnya.
Kejadian ini memunculkan banyak pro dan kontra dari berbagai kalangan termasuk dari pengamat militer Fahmi Alfansi Pane, ia menjelaskan jika Kopassus TNI dibentuk untuk menghadapi ancaman nyata NKRI, seperti terorisme, separatisme, dan beragam ancaman hibrida (campuran).
Sehingga, bukan ranah pasukan khusus untuk menakut-nakuti warga sipil, dalam hal ini anggota FPI. "Terorisme yang bergerak di wilayah tertentu masih berlangsung hingga hari ini, seperti di Poso dan Papua. Meski beberapa hari lalu dua terduga teroris telah diselesaikan operasi gabungan TNI dan Polri," kata Fahmi kepada Republika, Jumat (20/11).
Kemudian ada pernyataan dari jubir OPM Sebby Sambom, pernyataannya berupa tantangan terhadap TNI. "Kebiasaan TNI memang hanya berani melawan sipil." Sebaiknya TNI berhadapan dengan pasukan TPNPB-OPM di Papua. Ini harusnya menjadi tamparan keras bagi TNI, karena masih ada PR besar yang belum bisa dituntaskan. Dan inilah yang sepantasnya dikatakan ancaman terhadap Negara.
Namun, tak bisa dipungkiri bahwa setiap manusia pasti memiliki naluri untuk mempertahankan diri, seperti yang dilakukan Pangdam Jaya Dudung Abduracman ia mecari pembelaan atas dirinya. Ia mengatakan bahwa TNI tugasnya menjaga keamanan Negara, persatuan dan kesatuan Negara. Penurunan baliho-baliho itu menurutnya salah satu dari tugas menjaga kesatuan Negara. Hal ini menunjukkan kepercayaan umat kepada penguasa sudah mulai luntur. Ditambah lagi dengan adanya kasus ini, ada kekecewaan mendalam yang dirasakan rakyat kepada para pengayomnya.
TNI adalah abdi negara yang memiliki tugas pokok yang jelas yang diatur dalam UU. Diantara tugas pokoknya adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Dengan demikian, penurunan baliho tidak termasuk poin manapun dari tupoksi diatas. Sehingga bisa dikatakan bahwa TNI telah mengangkangi tugas atau ranah kepolisian atau yang lebih rendah yaitu Satpol PP, yang mana masih ada pihak satpol PP dan kepolisian yang bisa menjalankan tugas tersebut itupun jika diperintahkan. Seperti yang diungkapkan oleh Khairul Fahmi pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), ia mengatakan upaya pencopotan ini sudah melampaui kewenangan Polri. Alasannya terkesan bahwa TNI lebih ditakuti dan dipatuhi. Khairul Fahmi menyarankan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tak perlu membangun narasi agresif dalam menyikapi pencopotan spanduk dan baliho bergambar pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Jakarta. (Kompas.com, 20/11/2020)
Selain itu, Fahmi juga mengingatkan Panglima TNI untuk menahan diri dengan tidak membangun narasi insinuatif atau bersifat menyindir. Ini menjadi potret buruk bagi bangsa ini di mata dunia internasional betapa koyaknya persatuan antara rakyat dan tentaranya.
Sejatinya seorang warga negara pasti menginginkan keamanan dan ketenangan di negerinya. Namun fakta hari ini banyak warga atau rakyat yang ketakutan. Takut akan kejahatan yang ada di sekitarnya yang makin hari makin merebak. Ada juga yang takut kepada penguasanya yang terkesan membungkam mulut rakyat untuk tidak mengkritik sedikitpun kebijakan Negara. Apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita hanya diam menunggu azab dari Allah atau melakukan sesuatu yang niscaya akan mampu merubah kondisi ini? Akankah ketenangan didapatkan rakyat dalam sistem ini?
Allah menurunkan syariat Islam untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya untuk umat Islam. Apapun warna kulit, suku, ras agama dan segala latarbelakangnya. Sebagaimana Allah swt berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." (TQS. Al-Anbiya: 107).
Islam menjamin keamanan siapapun yang hidup dalam naungannya seperti non muslim di era khilafah. Sistem yang menerapkan islam secara sempurna, kedudukan non muslim atau ahlu dzimmah diterangkan Rassulullah dalam sabdanya ;
“Barangsiapa membunuh seorang muahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alas an yang haq, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekalipun.” (HR. Ahmad)
Begitu pula pasukan dalam struktur kekhilafahan yang masuk ke dalam Departemen Amirul Jihad atau Departemen perang (pasukan). Departemen ini menjalankan fungsi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Khalifah. Seperti yang tertuang di dalam kitab Struktur Negara Khilafah karangan syekh Taqiyuddin an-Nabhani halaman 138. Departemen Peperangan merupakan salah satu instansi Negara. Kepalanya disebut Amirul al-Jihad. Adapun klasifikasi pasukannya dibagi menjadi dua kelompok: pertama, pasukan cadangan, yaitu setiap orang Islam yang mampu mengangkat senjata untuk perang. Kedua, pasukan regular, yaitu setiap orang yang secara kontinu menjadi anggota tentara yang telah ditetapkan bagi mereka gaji di dalam anggaran Negara sebagaimana pegawai negeri lainnya.
Tak lupa pula bala tentara yang dibentuk dalam kekhilafahan memiliki iman yang kuat dan kokoh, sehingga ketika melakukan sesuatu yang diperintahkan maka dorongannya adalah ingin mendapatkan ridho Allah bukan menjadi alat penguasa untuk mencengkramkan kuku tajam mereka kepada rakyat sendiri. Bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas karena takut akan perhitungan dengan Allah kelak, bukan semata-mata kepentingan dan keuntungan sesaat yan ingin diraih di dunia ini.
Negara dalam hal ini khilafah, tidak punya kepentingan mengurusi privasi individu rakyatnya. Selama rakyat tersebut tidak melakukan hal-hal yang mengancam negara. Semisal, melakukan pemberontakan secara terang-terangan dengan melanggar hukum-hukum syariah. Sementara, apa yang terjadi hari ini adalah negara yang memposisikan dirinya sebagai musuh bagi rakyatnya sendiri. Terlebih rakyat yang keras menyuarakan keadilan dan kezaliman penguasa yang tidak berlandaskan syariah. Wallahu 'alam bishawab []
Pictures by google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email [email protected]