Penanganan Tanggul Jebol secara Sistemik

Semua ini sudah cukup menjadi bukti bahwa sistem buatan manusia tidak layak dijadikan sumber hukum terlebih dijadikan solusi atasi masalah masyarakat agar terhindar dari bencana.



Oleh : Rosmiany Azzahra (Pendidik Generasi & Member AMK)

NarasiPost.Com — Hujan sudah mulai turun setiap hari. Pertanda musim hujan siap menyapa. Masyarakat mulai khawatir jika hujan akan mengakibatkan banjir di daerah setempat dan berdampak buruk bagi mereka. Sebab, sebelumnya sudah mengalami kerusakan. Salah satunya yaitu tanggul jebol, seperti yang dialami masyarakat Pilar Biru, di sungai Cipariuk. Sehingga dalam benak mereka muncul keinginan untuk memperbaikinya. Untuk menyelesaikan salah satu masalah yang menimpa mereka.


Dilansir oleh Jurnal Soreang (3/11/20), bahwa sejumlah warga mulai memperbaiki tanggul sungai Cipariuk yang jebol akibat tergerus arus sungai di Kampung Pilar Biru, Desa Cibiru Hilir, Cileunyi, Kabupaten Bandung. Warga berharap tanggul yang jebol segera diperbaiki. Khawatir berakibat banjir ke wilayahnya. Kepala Desa Cibiru Hilir, M. Yunus mengatakan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait mengenai hal demikian.

Beliau menyatakan bahwa biaya untuk perbaikan tanggul tersebut menggunakan dana darurat desa. Selain itu, menggunakan bahan-bahan sederhana semisal karung tanah, bambu, atau bahan lainnya untuk menyangga.


Ya, pemerintah desa setempat berinisiatif memperbaiki tanggul jebol dari anggaran darurat. Padahal, sudah semestinya perbaikan infrastruktur yang rusak akibat bencana alam, seperti jembatan putus, gedung ambruk, tanggul jebol atau kerusakan lainnya, seperti yang dialami masyarakat Pilar Biru, bisa diperbaiki menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pada dasarnya penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama, antara pemerintah dan pemerintah daerah. Begitupun dengan masyarakat, hendaknya didorong untuk berpartisipasi di dalamnya sebagaimana disebut dalam pasal 60 angka (1) dan (2) UU no. 24/2007.


Upaya untuk menanggulangi bencana harusnya ada anggaran yang tersedia dari kas negara agar bisa langsung ditangani. Dana penanggulangan bencana tersebut bersumber dari APBN dan APBD. Pada saat tanggap darurat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggunakan dana siap pakai yang disediakan oleh pemerintah. Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Meliputi, kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana. (Pasal 1 angka 10 UU no. 24/2007)


Sedangkan, yang dimaksud dana "siap pakai" berdasarkan penjelasan pasal 6 huruf f UU no. 24/2007 yaitu dana yang dicadangkan oleh pemerintah untuk dapat dipergunakan sewaktu-waktu apabila terjadi bencana. Ini sangat bertolak belakang sekali dengan fakta yang ada saat ini. Realisasinya tidak sebanding dengan apa yang termaktub dalam UU. Kenyataannya pemerintah tidak tanggap darurat dalam menyikapinya. Justru cenderung abai.


Tidak hanya buruk dalam pencegahan, pemerintah juga gagap melakukan penanggulangan bencana. Meski sudah diatur dalam UU, akan tetapi faktanya apabila terjadi kerusakan sarana yang ada, seperti tanggul sungai Cipariuk yang jebol tadi, tidak ditangani dengan cepat. Sehingga, mengharuskan masyarakat untuk memperbaiki tanggul tadi dengan menggunakan alat dan bahan seadanya. Mengingat akan berdampak buruk jika dibiarkan tanpa diperbaiki.

Abainya pemerintah dalam memberikan perhatian dan pelayanan berupa dana untuk memperbaiki tanggul jebol ini, akan mengundang kebahayaan dan juga keselamatan jiwa masyarakat.


Kesiapan pemerintah dalam menangani tanggul sungai yang jebol dan juga dalam menyelesaikan masalah lainnya terkategori lamban. Dalam kondisi masyarakat membutuhkan bantuan tidak cepat ditanggapi, bahkan seolah-olah lalai dalam mengurusinya.


Demikianlah penanganan pra bencana dalam sistem demokrasi kapitalisme saat ini. Aturan yang bersumber dari manusia dimana sifatnya sebagai makhluk yang memiliki keterbatasan ilmu, banyak hal yang luput dari pantauan serta perhatian. Sehingga, aturan yang telah dibuat tak terealisasi sebagaimana mestinya.


Semua ini sudah cukup menjadi bukti bahwa sistem buatan manusia tidak layak dijadikan sumber hukum terlebih dijadikan solusi atasi masalah masyarakat agar terhindar dari bencana.


Sungguh berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam penanganan terhadap musibah diatur dalam manajemen bencana Khilafah Islamiyah. Dimana kebijakan ini tegak di atas akidah Islamiyah. Prinsip pengaturannya didasarkan pada syariat Islam untuk kemaslahatan rakyat.

Manajemen bencana ini mengatur penanganan sebelum bencana, ketika, dan sesudah bencana. Penanganan sebelum bencana adalah seluruh kegiatan yang ditujukan untuk mencegah atau menghindarkan penduduk dari bencana. Termasuk pembangunan sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana, seperti pembangunan kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul dan lain sebagainya. Termasuk di dalamnya juga kegiatan sebelum bencana yaitu terkait penanaman kembali (reboisasi), pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, relokasi (pemindahan tempat), tata kota yang berbasis pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), memelihara kebersihan lingkungan, dan lain-lain.


Aktivitas lain yang tak kalah pentingnya adalah membangun pemikiran dan kepedulian masyarakat agar mereka memiliki persepsi yang benar terhadap bencana. Memiliki perhatian terhadap lingkungan hidup, peka terhadap bencana, dan mampu melakukan tindakan-tindakan yang benar ketika dan sesudah bencana. Sehingga masyarakat terbiasa berpikir cerdas, cepat tanggap terhadap bencana yang mengintai setiap saat. Jika dengan berbagai macam upaya sudah ditempuh, tetapi pada akhirnya yang Maha Mengatur berkehendak lain, maka itu sudah menjadi ketetapan-Nya yang harus diterima dengan ikhlas. Di sini seorang pemimpin tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang terjadi.


Untuk mewujudkan kegiatan ini, Khalifah (pemimpin dalam sistem Islam) melakukan proses pembelajaran (edukasi) terus-menerus, khususnya pada warga negara yang bertempat tinggal di daerah-daerah rawan bencana alam. Seperti, warga di lereng gunung berapi, pinggir sungai dan laut, dan daerah-daerah rawan lainnya. Pendidikan ini meliputi pembentukan dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap penjagaan dan perlindungan lingkungan, serta peningkatan pengetahuan mereka terhadap penanganan ketika dan pasca bencana. Supaya masyarakat terbiasa peduli terhadap lingkungannya. Terlebih mengetahui cara untuk mengantisipasi dan menangani bencana. Dan mengembalikan lingkungannya yang rusak akibat bencana agar kembali berfungsi normal sebagaimana mestinya.

Adapun penanganan ketika bencana, maka Negara cepat tanggap untuk mengevakuasi warga ataupun harta benda yang masih bisa diselamatkan. Menempatkan mereka di tempat pengungsian yang aman. Memfasilitasi makanan dan pakaiannya, sertaa kebutuhan darurat lainnya. Dan segala hal yang diperlukan dalam hal penanganan bencana untuk meminimalisir korban manusia ataupun harta benda.

Sedangkan, sesudah bencana maka Negara melakukan recovery dari segala sisi. Baik mental maupun sarana dan prasarana untuk menunjang keberlangsungan hidup manusia. Jika kerusakan itu menimpa rumah-rumah warga atau bahkan lahannya, maka negara menyiapkan perbaikannya dengan segera. Agar rakyat bisa k3mbali beraktivitas seerti sedia kala.


Demikian, penanganan sebelum bencana dalam Islam, salah satunya terkait tanggul di pinggir sungai. Kerusakan demi kerusakan yang melanda negeri ini sudah begitu serius. Maka dari itu perlu solusi segera dan tuntas. Caranya, bersegera menerapkan sistem yang bersumber dari yang Maha Pencipta dan Maha Mengatur alam ini. Sistem yang memiliki aturan yang menyeluruh, yang akan mengatur makhluk di bumi dan segala isinya tanpa memilah dan memilih hukum. Tidak hanya sebatas ibadah saja, akan tetapi mengatur dalam segala aspek kehidupan. Baik ibadah, ekonomi, politik, pendidikan, pertahanan dan keamanan, kesehatan dan sebagainya. Yakni, sistem Islam yang mengikuti manhaj kenabian (sistem pemerintahan Islam warisan Rasul saw) yang telah terbukti kegemilangannya hingga berabad-abad lamanya.


Khalifah (pemimpin negara Islam) adalah seorang pelayan umat yang memiliki amanah luar biasa besar, dunia dan akherat. Pasalnya, seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan. Apabila melayani dengan baik, maka akan mendapat pahala yang berlimpah. Sebaliknya, jika ia lalai dan abai dalam melayani urusan rakyat, justru akan menjadi sebab penyesalan dirinya di hari akhir. Pun demikian halnya ri'ayah penanggulangan bencana. Dipundaknyalah solusi terbaik harus direalisasikan.


Rasulullah saw. bersabda:"Imam (kepala negara) itu laksana penggembala, dan dialah penanggung jawab rakyat yang digembalakannya." (HR. Muslim)

Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Pictures by google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Paradoks Sistem Demokrasi
Next
Ilusi Pelarangan Minol dalam Legislasi Demokrasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram