Sistem pendidikan berbasis akidah Islam, tidak hanya mencetak generasi yang unggul di bidang sains dan teknologi, melainkan unggul dalam kesalehan dan ketakwaan kepada Allah Swt.
Oleh: Innani Zahidah
NarasiPost.Com — Sekolah kena, tidak sekolah lebih kena, itulah keadaan generasi sekarang. Maju mundur kena. Tidak ada keamanan dan perlindungan sama sekali.
Kabar pencabulan beberapa santri oleh oknum guru pesantren di Desa Petobong, Pinrang itu sangat menyayat hati. Disinyalir ada puluhan hingga ratusan santri yang menjadi korbannya. Tak tanggung-tanggung bahwa korbannya adalah santri laki-laki. Oknum predator anak dari kalangan pendidik ini sudah diamankan pihak Kepolisian Pinrang pada 19 November 2020.
Kini, para orang tua pasti bingung untuk mencari sekolah yang terbaik untuk anak-anaknya. Menurut mereka, pesantren adalah tempat teraman untuk menimba ilmu. Namun, dengan kejadian-kejadian yang merusak mental anak yang menyayat hati para orang tua, pasti mereka jadi berpikir seribu kali untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke pesantren. Lebih jauh lagi, orang tua pasti bingung, gelisah, juga horor, jika anak-anaknya sekolah di luar sana, di sekolah umum misalnya.
Keadaan sangat menghantui mereka. Pergaulan bebas pun merajalela di mana-mana. Dari kehidupan yang bercampur-baur antara remaja laki-laki dengan wanita, sampai mengkonsumsi obat-obatan yang terlarang, bahkan ugal-ugalan bersepeda motor hingga tawuran.
Belum lagi pengaruh dari TV yang tidak hanya sekedar tontonan, akan tetapi berubah menjadi tuntunan. Pun, HP bisa merusak akal dan akhlak anak. Inilah yang terjadi pada generasi kita saat ini.
Dari sinilah para orang tua berupaya memilih sekolah terbaik untuk anak-anak mereka. Sekolah yang tidak hanya sebagai tempat menuntut ilmu, melainkan membentuk karakter anak didik menjadi pribadi yang unggul dalam kesalehan dan ketakwaan. Dalam hal ini adalah sekolah pesantren menurut mereka yang terbaik.
Pesantren yang dianggap memiliki pengawasan sangat ketat, berada dalam pengontrolan yang masif dan ilmu agama yang mumpuni, namun ternyata hanya isapan jempol belaka. Tindakan asusila oleh oknum guru yang tidak bertanggungjawab, menghilangkan kepercayaan para orang tua terhadap sekolah berlabel pesantren.
Bukan hanya itu, kita sering disuguhkan berita kejahatan di dalam pesantren yang dilakukan oleh oknum-oknum gadungan di dalamnya, seperti memeras santri, mengambil barang-barang santri tanpa izin, bulyying terhadap anak yang dianggap kurang mampu dan berbagai kejahatan lainnya.
Dalam sistem pemerintahan demokrasi-kapitalisme, akan meniscayakan lahirnya berbagai kriminalitas dan kejahatan. Berawal dari bentuk kelalaian semua pihak, terutama pihak sekolah yang dalam hal ini mampu mengukur kapasitas dan kapabilitas seorang guru, termasuk mengedepankan sikap takwa kepada Allah.
Pun, orang tua tidak boleh berlepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab pendidikan dan pengajaran kepada pihak sekolah. Sebab, orang tua merupakan madrasatul 'ula (sekolah pertama) bagi anak-anaknya. Apatah lagi di sistem yang sama sekali tidak memberikan jaminan perlindungan dan keamanan terhadap warga negarannya.
Sangat berbeda dengan paradigma sistem pendidikan Islam. Kurikulum disusun berbasis akidah Islam. Para pengajar mengedepankan sikap takwa kepada Allah Swt. Ilmu yang mereka miliki menjadi cerminan kepribadian yang ditransfer kepada para peserta didik. Selain itu, Islam akan memberikan fasilitas pendidikan yang layak, termasuk bangunan sekolah yang layak, pengadaan buku serta berbagai program penunjang pembelajaran.
Sistem pendidikan berbasis akidah Islam, tidak hanya mencetak generasi yang unggul di bidang sains dan teknologi, melainkan unggul dalam kesalehan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Dengan ketakwaan, setiap manusia takut kepada Allah jika ingin melakukan kemaksiatan.
Sinergisitas antara orang tua, guru, dengan peran negara, yang dalam hal ini memenuhi fasilitas pendidikan termasuk skill tenaga pendidik dan pengajar, sangat diperlukan demi mencetak generasi calon pemimpin masa depan umat. Sebab, mereka tidak hanya fokus pada pelajaran sains, mereka juga difokuskan pada pelajaran ilmu dan tsaqafah Islam yang mampu membentuk kepribadian yang saleh.
Peran negara pun sangat penting dalam mengontrol media dalam negeri. Sebab, informasi di era digital saat ini, semakin masif dan mudah diakses oleh siapapun. Sehingga, negara harus memfilter tayangan-tayangan amoral, yang merusak otak dan kepribadian generasi.
Dengan begitu, pelecehan seksual sangat minim kita jumpai ketika semua aspek disandarkan pada sistem yang berbasis akidah Islam. Penerapan aturan Islam secara kaaffah akan mewujudkan ketakwaan individu (keluarga), kontrol masyarakat (termasuk sekolah), dan ri'ayah negara. Wallahu a'lam bishowab []
Pictures by google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email [email protected]