Ilusi Pelarangan Minol dalam Legislasi Demokrasi

Bagi kaum mukmin bukan untung rugi sebagai pertimbangan, atau bahkan suara mayoritas. Namun, ketetapan Allah yang menjadi satu-satunya hukum yang mengikat.


Oleh : Nur Arofah (penggiat literasi)

NarasiPost.Com — Pro dan kontra terus menguat, sejak Badan Legislasi DPR (Baleg DPR) kembali membahas RUU minuman beralkohol. Setelah mengalami penundaan sejak 2015, usulan datang dari partai PKS, PPP dan Gerindra. Dengan maksud melindungi masyarakat dari mengkonsumsi minol yang efeknya luas. Kriminalitas meningkat, pemerkosaan, kejahatan juga kematian akibat lalu lintas.

Target dari larangan minol ini untuk menciptakan ketertiban dan menaati ajaran agama. Demikian disampaikan oleh Illiza Sa'aduddin Djamal anggota PPP yang juga wakil walikota Banda Aceh. Meski begitu akan ada konsumsi minol yang dikecualikan dalam undang-undang ini, seperti untuk wisatawan, ritual keagamaan dan acara adat. Lanjut Illiza.

Harapannya, bukan hanya sekedar dibatasi peredarannya, tetapi melenyapkannya. Namun, sudahkah pengesahan pelarangan RUU Minol ini berpihak pada rakyat? Khususnya umat Islam yang menginginkan penghentian total.

Sejatinya pengecualian dalam peredaran tersebut, pemerintah masih setengah hati. Sebab, negaralah yang kini memfasilitasi keberadaan Minol, yang terlihat dari alotnya tarik ulur pengesahannya.

Polemik pun terjadi. Ketua Asosiasi Pengusaha Minuman Beralkohol Indonesia (APMBI), Stefanus mengatakan khawatir jika RUU itu sampai lolos maka akan bisa menghambat sektor pariwisata. (bbc.com, 13/11/2020). Selain Stefanus, Gomar Gultom selaku Ketum PGI menyatakan keberatannya. Sebab, minol menjadi salah satu minuman kebutuhan mereka saat perjamuan kudus. Sehingga, ia menyarankan agar adanya pengendalian, pengaturan dan pengawasan yang ketat saja.

Islam melindungi akal dengan pelarangan khamr. Sebab miras atau minol jelas menimbulkan kekacauan akal manusia. Minol mendorong bermacam tindak kejahatan serta melalaikan manusia dari mengingat Allah SWT. Bukan ciri orang beriman ketika mencari dalih pelarangan minol dapat mematikan perekonomian sebagian orang dan merugikan negara yaitu pendapatan dari pariwisata.

Sistem kapitalis sekuler menghasilkan sistem ekonomi kapitalis yang berorientasi pada materi atau keuntungan tanpa peduli halal haram.

Sistem ini membuka ruang bisnis haram termasuk minol. Selama ada permintaan pasar, keuntungan bagi pengusaha dan pemasukan bagi negara. Bisnis apapun termasuk yang merusak masyarakat akan difasilitasi hanya mengacu pada kepentingan pebisnis bukan pada penjagaan moralitas masyarakat.

Pemerintah bersikap kompromi, hal ini menunjukkan sistem kapitalisme sekulerisme sangat bobrok karena disetir oleh koorporat. Hal ini sudah menjadi rahasia umum, bahwa untuk meraih kekuasaan, para elit baik eksekutif atau legislatif butuh sokongan darinpara koorporat.

Mustahil, ketika masih menerapkan sistem ekonomi kapitalis dan sistem politik demokrasi akan terwujud pelarangan total terhadap minol. Karena, tabiat dari sistem ini adalah materi, materi dan materi.

Berbeda halnya, jika dalam negara Islam yang menerapkan syariat kaafah. Khalifah sebagai pelindung rakyat dari kejahatan dan segala macam bahaya. Sehingga, akan memberlakukan hukum atau UU yang berasal dari Allah Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan.

Standar penetapan hukum adalah syar'iat. Begitupun dalam hal minuman keras yang sudah jelas dilarang dalam Islam. Firman Allah,

"Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, berkorba untuk berhala dan mengundi nasib dan panah adalah termasuk perbuatan setan, karena itu jauhilah semua itu agar kalian beruntung." (QS. Al Maidah : 90).

Saatnya kaum muslim tegas, hanya halal haram menjadi standar perbuatan dan penetapan undang-undang. Bagi kaum mukmin bukan untung rugi sebagai pertimbangan, atau bahkan suara mayoritas. Namun, ketetapan Allah yang menjadi satu-satunya hukum yang mengikat. setiap mukmin harus menerima ketetapan Allah SWT karena yakin akan kebaikan dan keberkahan hidup di dunia hingga akhirat.

Miris ketika hukum Allah SWT ditimbang dengan hawa nafsu manusia. Inilah bukti ketika tidak adanya negara yang menerapkan syariat kaaffah, undang-undang pelarangan minol hanya ilusi. Wallahu A'lam Bishowab

pictures by google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Penanganan Tanggul Jebol secara Sistemik
Next
Pelecehan Seksual Ancaman Nyata bagi Generasi dan Pendidikan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram