Namun, kekayaan bak paket lengkap itu tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Karena kekayaan alam itu justru membuat Papua menjadi sasaran eksploitasi yang mengatas-namakan perbaikan ekonomi masyarakat Papua.
Oleh : Ummu Syanum (Anggota Komunitas Setajam Pena)
NarasiPost.Com – Tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat besar. Mulai dari emas, nikel, batu bara, minyak, gas alam dan lain-lain yang melimpah ruah di negeri ini. Tapi ternyata semua itu menyisakan berbagai masalah.
Ibarat "anak ayam mati di lumbung padi", itulah keadaan negeri ini. Betapa tidak, begitu banyak limpahan kekayaan alam tetapi tak sedikitpun bisa menyejahterakan. Penjajahan dilegalkan penguasa atas nama investasi dan kesepakatan. Itulah sekarang yang terjadi di hutan adat Papua. Pulau yang mempunyai sebutan mutiara hitam karena begitu banyaknya sumber daya alam yang ada di sana.
Dilansir dari BBC Indonesia (12/11/2020), dalam rilis investigasi visualnya bahwa perusahaan raksasa asal Korea Selatan "secara sengaja" menggunakan api untuk membuka hutan Papua demi lahan sawit. Perusahaan Korea bernama Korindo tersebut merupakan salah satu perusahaan sawit dengan lahan terluas di daerah pedalaman Papua.
Penyebutan kesengajaan pembakaran hutan itu bukan tanpa alasan. Namun, ada pihak-pihak yang melakukan investigasi dan menemukan pola, arah, titik penyebaran api yang terstruktur.
Jika ingin merujuk kepada hukum dan perundangan di negeri ini, seharusnya pelaku pembakaran itu dikenai sanksi. Sebab, pembakaran hutan secara illegal dilarang dalam UU. Dan pelakunya tentu saja akan ditindak tegas sesuai dengan kerugian yang dihasilkannya.
Tanah mutiara hitam ini memang terkenal dengan kekayaan alam yang tak terkira. Papua memiliki sumber daya alam yang bisa dibilang terlengkap, mulai dari kekayaan mineral, minyak, gas, perkebunan, hingga hasil hutan yang membawa Papua sebagai daerah Indonesia dengan hutan terluas.
Namun, kekayaan bak paket lengkap itu tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Karena kekayaan alam itu justru membuat Papua menjadi sasaran eksploitasi yang mengatas-namakan perbaikan ekonomi masyarakat Papua.
Pembukaan lahan hutan tidak serta merta dilakukan tanpa adanya perizinan dan persetujuan yang akan bersinggungan dengan masyarakat sekitar lahan. Janji manis dan iming-iming berupa uang ganti rugi, adanya rumah, air bersih, fasilitas memadai, dan akses listrik, akan diberikan oleh Perusahaan Korindo.
Tapi janji tinggallah janji. Semua itu tak kunjung terealisasi seperti penuturan masyarakat sekitar. Uang ganti rugi yang diberikan perusahaan Korindo pada warga dinilai tak sebanding dengan janji dan iming-iming yang dulu pernah terucap.
Papua merupakan provinsi paling timur di Indonesia yang penuh dengan konflik dan kepentingan asing. Potensi kekayaan yang diperkirakan menghasilkan Rp5.000 triliun itu, hingga kini sama sekali tidak bisa dinikmati oleh rakyat Papua.
Sebut saja tambang emas yang dikeruk habis PT. Freeport McMoran asal Amerika. Hutan yang sekarang semakin terkikis oleh pembukaan korporasi kelapa sawit. Kekayaan laut yang tereksploitasi dengan pariwisata. Pembangunan yang digencarkan tapi tak kunjung pula mengubah nasib Papua yang selalu terpinggirkan dan jauh dari kemakmuran.
Ironi. Memang inilah yang terjadi di negeri yang memiliki kekayaan alam yang lengkap, justru tak mampu menyejahterakan penduduknya. Biang masalah Papua tak lain adalah terletak pada negara yang berkiblat pada kapitalisme.
Pemerintah yang dalam sistem kapitalisme dianggap mempunyai hak kedaulatan mengatur hutan yang dengan mudah memberi izin bagi asing untuk menguasai dan mengeksploitasi aset kepemilikan umum/masyarakat.
Berbeda dengan negara yang berdasarkan syariah Islam yang akan menjamin kekayaan alam, karena merupakan milik umum dan semata-mata untuk kepentingan rakyat. Kekayaan milik rakya umum, seperti barang tambang yang melimpah tersebut haram diberikan kepada individu, swasta, apalagi negara- negara kapitalis liberal.
Air, padang rumput, listrik dan sektor-sektor strategis lain berbahaya kalau dikuasai oleh individu karena rakyat membutuhkannya bersama-sama. Negara wajib mengelola semua kekayaan itu dengan baik untuk kepentingan rakyat. Kebijakan syariah ini akan sekaligus menghentikan penjajahan ekonomi dari negara-negara imperialisme yang masuk untuk menguasai kekayaan alam negeri Islam, termasuk Indonesia.
Dengan berdasarkan penerapan syariah, negara akan menggerakkan ekonomi riil. Ekonomi wajib bebas riba yang selama ini mengancam perekonomian. Negara haram meminjam hutang yang mengandung riba dan menjadi jalan negara-negara lain untuk menguasai negeri-negeri Islam. Daulah Khilafah akan menjadi sebuah negara adidaya yang sangat kuat. Dan ekonomi Islam itu mustahil bisa diterapkan dalam sistem kapitalisme. Karenanya, kaum Muslim wajib mengadakan sebuah negara yang menjadi wadah bagi diterapkan sistem ekonomi tersebut. Tentu saja dengan menegakkan Daulah Khilafah Islamiyyah. Wallahu a'lam bishshawab.
Pictures by google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email [email protected]