Memboikot ideologi demokrasi dan akidahnya yakni sekularisme sebagai pangkal lahirnya kebebasan berekspresi yang menumbuhsuburkan islamofobia, sehingga pengulangan penghinaan terhadap Nabi terus terjadi. Ini yang wajib dilakukan seluruh kaum muslimin di dunia.
Oleh: Rita Handayani (Pengamat Kebijakan Publik dan Praktisi Literasi)
NarasiPost.com -- Allahumma sholli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, terpancar kegembiraan di hati kaum muslimin menyambut momen kelahiran kekasih Allah SWT, pemimipin terbaik umat manusia. Nabi agung Muhammad Saw pada 12 Rabiul Awal kemarin. Namun sayangnya, momentum maulid Nabi besar Muhammad Saw ini telah dinodai oleh perbuatan para kafir harbi. Kebencian mereka terhadap Islam tiada berkesudahan. Juga penghinaan terhadap Nabi Saw terus mereka ulangi.
Demikianlah, umat Islam di seluruh dunia wajib menyadari kebencian barat (kafir) terhadap Islam, Nabinya, ajarannya dan pengikutnya terus tumbuh. Ini merupakan sunatullah dari perang peradaban yang akan selalu terjadi. Sekularisme dan demokrasi sebagai sumber peradaban Barat berkarakter menghasilkan kerusakan bagi manusia. Kebobrokan moral dan adab pemimpin negara pionir sekularisme, salah satunya Emmanuel Macron presiden Prancis adalah buktinya.
Emmanuel Macron memberikan pembelaan terhadap publikasi kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad Saw. "Kartun itu adalah bentuk kebebasan berbicara," ungkapnya. Macron juga meluncurkan kampanye melawan radikalisme Islam dan memantik kemarahan di sejumlah negara Muslim (Tribuneternate.com, 3/11/2020).
Berbanding terbalik tentunya dengan khilafah (peradaban Islam) yang bersumber dari wahyu. Menghasilkan keharmonisan kehidupan meski warga negaranya beragam agama hingga menghasilkan kerahmatan bagi dunia.
Bukti nyatanya di abad ini adalah viralnya kisah salah seorang wanita penduduk Prancis ras kulit putih bernama Shopie Petronin yang ditawan oleh Muslim jihadis di Mali. Ditebus oleh presiden Emmanuel Macron seharga 10 juta euro (setara dengan 170.429.041.200,00 Rupiah Indonesia).
Konon katanya perempuan tersebut seorang misionaris dari Prancis. Setelah tiba di Prancis wanita paruh baya itu langsung disambut oleh presiden Prancis Emmanuel Macron dan para pejabatnya. Namun wanita berusia 75 tahun tersebut membawa kabar yang sangat mengagetkan, hingga diistilahkan presiden Prancis dan para pejabat yang menyambutnya bak tersambar petir di siang bolong.
Bagaimana tidak, tahanan wanita yang ditebus dengan mahal itu. Ternyata berubah, penampilannya layaknya seperti wanita Muslim dengan hijab di kepalanya. Dan wanita tersebut punya niat yang kuat untuk masuk Islam setelah sampai di Prancis. Bahkan jumpa pers yang rencananya akan dilakukan ternyata dibatalkan.
Tidak hanya itu, malahan wanita yang berganti nama menjadi Maryam Petronin ini mendakwahi presiden Prancis Emmanuel Macron, para pejabat dan seluruh warga Prancis. Surat pernyataan yang berisi dakwahnya pun menyebar di media sosial. "…Tidak ada yang pernah melecehkan saya secara verbal atau fisik, dan mereka tidak menghina agama saya, Yesus atau Perawan Damai atas mereka berdua seperti yang Anda lakukan dengan Nabi Muhammad Saw…" Itulah sebagian isi pesan yang viral tersebut (Bangsaonline.com, 04/11/2020).
Penghinaan yang dilakukan Emmanuel marcon ini telah memicu negara berpenduduk Muslim mengecam Macron hingga memboikot produksi perancis. Boikot adalah ungkapan protes yang menandakan masih adanya 'nyawa' bagi umat Islam. Hal tersebut tentu merupakan langkah yang sangat baik. Sebagai bukti kemarahan atas penghinaan yang dilakukan oleh penguasa Prancis.
Namun, ini tidak akan cukup untuk menghentikan kelakuan biadab mereka. Terbukti, berulangnya penghinaan terhadap Rasulullah Saw. Maka, memboikot produk-produk Prancis harus diiringi dengan boikot terhadap sekularisme-liberalisme, demokrasi dan kapitalisme. Memboikot ideologi demokrasi dan akidahnya yakni sekularisme sebagai pangkal lahirnya kebebasan berekspresi yang menumbuhsuburkan islamofobia, sehingga pengulangan penghinaan terhadap Nabi terus terjadi. Ini yang wajib dilakukan seluruh kaum muslimin di dunia.
Juga sudah saatnya kaum muslimin bersatu di bawah kepemimpinan yang satu, yakni kekhilafahan. Untuk menbungkam total mulut kebencian Prancis dan seluruh imperialis Eropa. Kepemimpinan seorang Khalifah, yang perannya sebagai perisai akan mampu melindungi kehormatan Rasulullah Saw, kekasih Allah SWT. Melindungi Islam dan seluruh kaum muslimin. Bahkan perlindungan atas orang-orang yang terzalimi.
Sebagaimana Rasulullah Saw, Bersabda.
“Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang Imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dia (Khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)
Sebagaimana, dulu Sultan Abdul Hamid II (berkuasa 31 Agustus 1876–27 April 1909), yang merupakan Sultan ke-34 Kekhalifahan Utsmaniyah atau Ottoman Empire, pernah marah besar dengan kelakuan pemerintah Prancis. Dalam salah satu serial Payitaht: Abdülhamid, Sultan Abdul Hamid yang dikenal lembut tidak bisa lagi menahan emosi ketika mendapat kabar Prancis akan menggelar pertunjukan teater yang menampilkan tokoh utama Nabi Muhammad Saw (Republika, 27/10/2020)
Sultan Abdul Hamid pun memanggil sang legasi Prancis dan mengatakan "Kedutaan, kami umat Muslim begitu mencintai Nabi kita Rasulullah Saw. Kami sangat mencintainya hingga rela mengorbankan hidup kami untuknya. Kami tigak ragu dan rela mati untuknya."
Khalifah mengungkapkan, pihaknya mendapat informasi jika pemerintah Prancis menyiapkan pertunjukan yang niatnya menghina Nabi Muhammad Saw. Sultan pun menegaskan, jika ia adalah pemimpin umat Islam di Balkan, Irak, Suriah, Lebanon, Hijaz, Kaukasus, Anatolia, dan Payitaht (Istanbul).
"Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid Han! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!" ucap Sultan dengan nada geram sembari melemparkan koran kepada legasi Prancis tersebut.
Ketegasan dan keberanian Khalifah Abdul Hamid tersebut, membuat Prancis ketakutan dan Prancis akhirnya menghentikan pertunjukan teater itu. Dan kini sejarah penghinaan terhadap baginda Nabi Saw, kembali terulang. Hanya bertumpu kepada aturan Islam kaffahlah akan didapati kepemimpinan yang kuat dan berani sebagaimana kepemimpinan Khalifah Abdul Hamid Han. Wallahu a'lam bishshawab.[]
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected].