Mungkinkah Demokrasi Merestui RUU Minol?

RUU Minol yang sarat pengecualian memang sejalan dengan sistem demokrasi itu sendiri yang merupakan sistem politik dalam ideologi kapitalisme. Bukankah kapitalisme akan terus berorientasi keuntungan dalam segala hal?



Oleh : Fani Ratu Rahmani (Aktivis Muslimah dan Pendidik)

NarasiPost.Com — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menggulirkan Rancangan Undang Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Larangan Minol) yang diusung oleh PPP, PKS, dan Partai Gerindra. Alasannya, untuk menciptakan ketertiban dan menaati ajaran agama.


Menurut draf RUU tersebut, peminum alkohol yang tidak sesuai aturan terancam penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp50 juta. Sementara, penjualnya bisa dipidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak satu miliar. (BBC News (13/11/2020)


Menariknya, RUU Minuman Beralkohol ini digulirkan dengan dalih untuk ketertiban dan menaati ajaran agama. Namun, disisi lain ternyata proses produksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, menjual serta mengonsumsi minol tidak berlaku untuk beberapa kepentingan. Dan beberapa kepentingan itu dilindungi pula oleh UU. Tentu saja, kepentingan-kepentingan yang akan terganggu jika benar-benar RUU ini disahkan.


Padahal secara realita minol merupakan sumber kriminalitas. Banyak fakta menunjukkan bahwa minol menjadi penyebab utama terjadinya kriminalitas. Setiap tahunnya mengalami peningkatan. Kriminalitas yang muncul bukan hanya sekedar pencurian, perampokan, tetapi hingga pemerkosaan dan pembunuhan.


Dengan adanya pengecualian yang ditunjukkan oleh RUU ini menandakan bahwa pemerintah tidak serius atasi persoalan umat. Bukan lagi setengah hati, tapi terkesan menarik simpati masyarakat saja. Pemerintah masih memfasilitasi keberadaan minol di tengah masyarakat, dan penegakan hukum pun akan longgar jika RUU ini diberlakukan.


Namun, tentu kita tidak perlu kaget melihat kelucuan dan keanehan berbagai kebijakan yang bermunculan. RUU Minol yang sarat pengecualian memang sejalan dengan sistem demokrasi itu sendiri yang merupakan sistem politik dalam ideologi kapitalisme. Bukankah kapitalisme akan terus berorientasi keuntungan dalam segala hal? Bukankah jika RUU Minol dirancang secara menyeluruh akan menutup pintu kepentingan para kapitalis yang bergerak di bisnis minol?


Lantas, bagaimana dengan kriminalitas yang bermunculan akibat minol, apakah kapitalisme peduli? Tentu saja tidak, itu menjadi sebuah penampakan yang wajar dalam sistem rusak ini. Kapitalisme hanya berfikir tentang uang bukan keselamatan masyarakat. Rusaknya akal generasi pun akan dibiarkan. Jadi, untuk apa kita harus kaget dengan RUU Minol ini?


Sehingga, kita harus pahami bahwa adalah kemustahilan lahir aturan perundang-undangan sesuai syariat dalam rahim demokrasi. DPR pun tidak akan membidani aturan ini ada, Perda Syariah saja senantiasa tarik ulur apalagi undang-undang yang merupakan implementasi dari syariat Islam. Jelas, ini akan bertentangan dengan proses legislasi hukum dalam demokrasi yang menihilkan agama untuk dijadikan asas lahir peraturan.


Demokrasi meletakkan kedaulatan berada di tangan manusia. Manusia dijadikan acuan dalam membuat hukum, padahal manusia tidak sanggup mendefinisikan standar kebenaran hakiki. Ketika manusia dijadikan pembuat hukum maka bersiaplah akan lahir aturan yang rusak dan merusak manusia.


Syariat Islam hanya dijadikan pilihan dalam demokrasi. Artinya, Islam tidak akan dijadikan asas dalam mengatur kehidupan, karena Islam meletakkan kedaulatan berada di tangan Allah. Bukankah berbeda dengan demokrasi? Sehingga legislasi hukum pun akan berbeda, demokrasi tidak akan pakai prinsip halal haram, termasuk dalam minol ini.


Dalam Islam, legislasi hukum dilakukan oleh Khalifah sebagai pelaksana hukum syara' bagi seluruh kaum muslim. Khalifah punya peran besar untuk mengadopsi hukum syara' dan diberlakukan dalam perundang-undangan. Undang-undang itu adalah hasil ijtihad para Mujtahid yang menyandarkan dari Al-Qur'an dan as Sunnah.


Khalifah akan ada jika sistem khilafah diwujudkan. Islam akan tegak dan kemuliaan akan tercipta. Jika kini khilafah belum terwujud, maka ini menjadi tugas kita untuk memperjuangkannya. Kita tidak akan terjebak dalam polemik RUU dan berjuang agar disetujui atau dibatalkan undang-undang ini. Kita harus fokus pada pergantian sistem yang jelas sebagai jalan hakiki perubahan. Maukah anda berjuang demi tegaknya Islam dalam naungan khilafah? Wallahu a'lam bish shawab []

Pictures by google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Untukmu Perindu Neraka
Next
Kerinduan Umat Terhadap Pemimpin Adil
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram