Wujudkan Blue Economy Melalui Hilirisasi Emas Hijau

Wujudkan Blue Economy

Keterlibatan banyak kementerian dan lembaga dalam upaya percepatan hilirisasi rumput laut, berpotensi menjadi ladang baru penyelewengan anggaran.

Oleh. Ikhtiyatoh, S.Sos.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” (TQS. Al-Anfal: 27)

Di tengah ancaman kerusakan ekosistem laut, gaung hilirisasi rumput laut menjadi angin segar bagi para pecinta lingkungan. Keberadaan rumput laut merupakan salah satu indikator laut yang sehat. Hal ini karena rumput laut tidak akan tumbuh subur pada suhu air laut yang terlalu tinggi. Melalui percepatan hilirisasi, upaya pembudidayaan rumput laut tentu akan lebih serius lagi. Dengan kata lain, upaya menjaga, melindungi, dan memulihkan ekosistem laut akan dianggap sebagai perkara krusial hingga lebih diperhatikan.

Hilirisasi Emas Hijau

Setelah hilirisasi nikel dianggap sukses, pemerintah mempercepat hilirisasi rumput laut. Selama ini, Indonesia sebagai negara penghasil rumput laut terbesar kedua di dunia, lebih banyak mengekspor dalam kondisi mentah. Kementerian Perindustrian menyebutkan, ekspor rumput laut kering Indonesia masih mendominasi, yaitu sebesar 66,61%. Sementara ekspor produk olahan berupa agar-agar dan karagenan sebesar 33,39% (liputan6.com, 25–6–2024).

Harga komoditas rumput laut masih fluktuatif. Pontas Tambunan selaku Wakil Ketua Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (Astruli) mengungkapkan, naik-turunnya harga rumput laut terkait dengan demand (permintaan) negara importir, termasuk Cina. Rumput laut kering Indonesia diekspor ke Cina dengan harga Rp11.996,00 per kg per Desember 2023. Sementara harga per Januari 2024 naik menjadi Rp13.146,00 per kg. Hiliriasi rumput laut, menurutnya, dilakukan demi menjaga kestabilan harga (cnbcindonesia.com, 25–6–2024).

Dikutip dari laman bps.go.id, Cina memang menempati urutan pertama negara tujuan ekspor rumput laut dan ganggang lainnya, yaitu sebanyak 220.711,9 ton di tahun 2023. Disusul Vietnam 9.972,1 ton, Chilli 4.899,8 ton, Korea Selatan 4.259,2 ton, dan beberapa negara tujuan ekspor lainnya. Total ekspor rumput laut dan ganggang lainnya di tahun 2023 mencapai 251.071,5ton dengan total nilai FOB sebanyak US$284.801.100. Permintaan komoditas yang kerap disebut Emas Hijau ini memang sangat menjanjikan di pasar dunia.

Presiden Jokowi pun meminta Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mendesain rencana dan strategi hilirisasi rumput laut. Permintaan tersebut disampaikan dalam pembukaan Kongres ISEI XXII di Surakarta, Kamis (19–9–2024). Menurutnya, produk turunan rumput laut tak hanya berupa pupuk organik, agar-agar, kosmetik, dan tepung, tetapi juga bahan bakar pesawat terbang (bioavtur). Rencana pengembangan bioavtur dari rumput laut tersebut tampak serius.

Pemerintah telah meluncurkan rencana aksi pengembangan avtur ramah lingkungan atau Sustainable Aviation Fuels (SAF) dalam Bali International Airshow (BIAS) 2024. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, rencana aksi tersebut merupakan bagian dari komitmen Indonesia mencapai emisi nol bersih. Peta jalan penerapan SAF akan segera dilakukan dengan menggali sumber daya potensial, yaitu minyak kelapa, rumput laut, dan ampas beras (antaranews.com, 18–9–2024).

Implementasi Blue Economy

Rumput laut merupakan jenis tanaman yang mudah dan murah untuk dibudidayakan. Selain tidak membutuhkan skill khusus, rumput laut tidak membutuhkan pupuk maupun pestisida. Petani hanya perlu mencari lokasi perairan dangkal yang tenang dari ombak dan angin. Setelah itu, dilakukan pembersihan laut dari sampah hingga sinar matahari bisa tembus ke dalam air di mana rumput laut tumbuh. Hanya dengan menggunakan tali dan botol bekas, rumput laut bisa tumbuh dengan cepat, berkualitas, dan tahan terhadap perubahan kualitas air.

Masa panen rumput laut juga tergolong singkat, yaitu 45-60 hari. Artinya, emas hijau ini bisa dipanen lima kali dalam setahun. Berbagai keuntungan budidaya rumput laut ditambah permintaan global yang terus meningkat menjadikan emas hijau tersebut memiliki prospek bisnis yang menggiurkan. Melalui percepatan hilirisasi, ada harapan rumput laut memiliki nilai tambah hingga kesejahteraan masyarakat pesisir meningkat. Apalagi, budidaya rumput laut banyak memanfaatkan tangan manusia, yaitu termasuk sektor padat karya.

Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, yaitu sepanjang 99.083 km. Dengan sinar matahari yang diperoleh sepanjang tahun, banyak jenis rumput laut yang bisa hidup di perairan Indonesia. Ekspedisi siboga (1899-1900) telah mengidentifikasi rumput laut di perairan Indonesia sebanyak 782 jenis. Hilirisasi rumput laut diklaim sebagai bagian dari komitmen pemerintah mengimplementasikan blue economy (ekonomi biru).

Blue economy merupakan konsep pembangunan yang memanfaatkan sumber daya di lautan. Pembangunan ekonomi dilakukan secara berkelanjutan demi pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, seraya menjaga kesehatan ekosistem laut. Ekonomi biru yang digiatkan pemerintah digadang-gadang mampu menjadikan Indonesia setara dengan negara maju. Pemerintah pun membangun modeling budidaya rumput laut di Wakatobi, Maluku Tenggara, Buleleng, Rote Ndao di Nusa Tenggara Timur serta wilayah Nusa Tenggara Barat.

Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan siaran pers bahwa program modeling budidaya rumput laut berbasis kawasan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara berhasil panen raya (28–9–2024). Kawasan budidaya rumput laut seluas 51,25 hektare yang diresmikan akhir tahun 2023 tersebut menghasilkan 250 ton rumput laut. Sayangnya, percepatan hilirisasi rumput laut yang akan masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di pemerintahan Prabowo berpotensi menimbulkan masalah.

Di antara permasalahan hilirisasi adalah:

Pertama, APBN berpotensi membengkak. Percepatan hilirisasi rumput laut melibatkan sejumlah kementerian. Di antaranya, Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, termasuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Selain itu, pemerintah juga meminta Pertamina bekerja sama dengan maskapai penerbangan untuk memproduksi bioavtur.

Semakin banyak kementerian dan lembaga yang menangani suatu proyek, semakin banyak pula anggaran yang digelontorkan. Hal ini karena masing-masing kementerian dan lembaga akan menuntut kucuran anggaran. Langkah melibatkan banyak kementerian dan lembaga bertentangan dengan prinsip penyusunan APBN berdasarkan aspek pengeluaran negara, yaitu terarah, terkendali, hemat, dan efisien. Di tengah gembar-gembor APBN bocor, patut dipertanyakan, demi apa dan demi siapa percepatan hilirisasi rumput laut dilakukan?

Kedua, berpotensi menjadi ladang korupsi baru. Dari keenam kementerian di atas, termasuk BRIN dan Pertamina memiliki jejak kasus korupsi yang cukup mencengangkan. Sampai saat ini, Indonesia masih setia dengan sekularisme dan kapitalisme hingga lingkaran setan korupsi terus menjerat. Artinya, keterlibatan banyak kementerian dan lembaga dalam upaya percepatan hilirisasi rumput laut, berpotensi menjadi ladang baru penyelewengan anggaran. Apalagi, emas hijau ini merupakan bisnis menggiurkan di tingkat global.

Ketiga, hilirisasi rumput laut kontras dengan hilirisasi nikel. Hilirisasi nikel yang diklaim sukses oleh pemerintah ternyata membawa dampak negatif yang luar biasa bagi masyarakat setempat. Sebut saja Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang telah nyata membuat resah masyarakat Halmahera. Kawasan terpadu mega proyek pertambangan nikel dengan luas 15.000 hektare tersebut tidak hanya membuat hutan hijau di Halmahera menjadi gundul, tetapi juga menjadikan sungai dan lautan Halmahera berubah kecokelatan.

Masyarakat setempat tidak bisa lagi menggantungkan hidup dengan sungai yang jernih serta lautan yang bersih. Demi mengikuti tren mobil listrik, pemerintah berupaya menghijaukan dunia melalui deforestasi gila-gilaan. Aksi demonstrasi pun sudah sering dilakukan. Namun, PSN tersebut masih terus berjalan. Masyarakat juga sepertinya tak bisa berharap pada pemerintahan yang baru. Pemerintahan Prabowo-Gibran telah bersiap mendorong hilirisasi nikel berkelanjutan demi mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.

Keempat, hilirisasi rumput laut sangat kontras dengan izin ekspor pasir laut. Pemerintah kembali mengizinkan ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Regulasi ini memancing kegaduhan di tengah masyarakat. Pada akhirnya, publik sulit untuk percaya bahwa percepatan hilirisasi rumput laut adalah demi menjaga kesehatan ekosistem laut. Ketidakkonsistenan pemerintah dalam menjaga ekosistem laut memancing curiga ada misi tersembunyi di balik hilirisasi rumput laut.

Kelima, oligarki menang banyak. Pemerintah memakai teknik kultur jaringan dalam memproduksi planlet bibit rumput laut hingga membutuhkan teknologi dan tenaga ahli yang cukup. Jika percepatan hilirisasi rumput laut model ini dilakukan secara berkelanjutan, maka dibutuhkan kucuran dana segar. Apalagi, pemerintah mengharapkan produk turunan berupa biofuel, termasuk bioavtur. Upaya pemerintah merayu Rusia untuk berinvestasi dalam proyek hilirisasi rumput laut seolah memberi sinyal bahwa pemerintah minim modal.

Sangat disayangkan, investasi yang dipuja-puji membawa kebaikan, ternyata membawa banyak kerugian bagi masyarakat. Lihatlah bagaimana harga beras di Indonesia mahal, tetapi gabah dari petani dibayar murah. Harga minyak goreng melangit, tetapi petani sawit menjerit. Tidak ada jaminan bahwa hilirisasi rumput laut akan meningkatkan nilai jual hingga kesejahteraan masyarakat pesisir turut meningkat. Selama ini, segala produk yang melibatkan swasta atau asing, ada margin yang justru dinikmati oleh pemilik modal dan oligarki.

Keenam, mengancam kedaulatan negara. Pemerintah perlu waspada dengan investasi berkelanjutan pada ekonomi biru. Mengundang asing berinvestasi di sektor kelautan sama halnya mengajak mereka untuk mengacak-acak kedaulatan maritim Indonesia. Bagaimana jika kapal asing berlalu-lalang di perairan Indonesia dengan dalih melakukan pemantauan ataupun evaluasi proyek? Seperti diketahui, di bawah laut tidak hanya ada ikan dan rumput laut melainkan minyak, gas bumi, emas, dan lainnya yang menarik bagi investor.

Baca: Investasi dalam Hilirisasi Rumput Laut

Kebijakan Hilirisasi yang Serampangan

Irlandia merupakan negara pertama yang memakai biofuel dari rumput laut, yaitu terhitung sejak satu dekade lalu. Pada tahun 2010, Airbus mendemonstrasikan bahwa mereka bisa menerbangkan pesawat menggunakan biofuel alga. Saat ini, Airbus bekerja sama dengan peneliti Irlandia untuk menemukan cara baru mengembangkan biofuel tersebut. Setelah Irlandia, Inggris berencana membangun pabrik pertama biofuel di tahun 2025. Disusul Jerman yang sudah mulai memproduksi rumput lautnya sendiri.

Melalui Peta Jalan Ekonomi Biru, Indonesia berkomitmen meningkatkan kontribusi sektor maritim terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menjadi 15 persen di tahun 2045. Di tengah gencarnya dunia merancang sumber energi baru terbarukan, potensi rumput laut memang terlihat menjanjikan. Namun, percepatan hilirisasi rumput laut di Indonesia lebih tampak sebagai kebijakan yang serampangan. Hal ini karena Indonesia sementara berhadapan dengan masalah yang begitu kompleks.

Selain illegal fishing, laut Indonesia sementara menghadapi darurat sampah dan limbah tambang. Alangkah baiknya, pemerintah lebih fokus menghentikan eksplorasi dan eksploitasi tambang yang telah nyata merusak lingkungan. Masalah lainnya, utang Indonesia sampai Agustus 2024 berada di posisi Rp8.461,93 triliun atau 38,49% terhadap PDB. Pemerintah perlu berbenah dan memperbaiki perekonomian sebelum merencanakan mega proyek ekonomi biru.

Sebenarnya, hilirisasi rumput laut tidaklah salah. Apalagi, tanaman ini memiliki banyak manfaat. Namun, pemerintah perlu mengukur kemampuan diri. Melakukan percepatan hilirisasi rumput laut hanya demi mengikuti tren dunia akan menjadikan perekonomian Indonesia babak belur. Irlandia yang sudah lebih dulu menggunakan biofuel saja, masih dalam tahap penelitian untuk mengembangkan biofuel pesawat terbang. Bagaimana dengan Indonesia yang memulai dari nol?

Hilirisasi rumput laut untuk memproduksi biofuel ataupun bioavtur jelas butuh dana besar. Namun, sangat berbahaya jika mengundang investor asing. Seperti pepatah ‘tidak ada makan siang gratis’. Kalaupun tidak mendapat untung dari proyek rumput laut, investor akan mencari jalan untuk mengambil keuntungan di sektor lain. Lain halnya jika hilirisasi rumput laut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Di tengah kondisi ekonomi yang serba sulit, rumput laut bisa menjadi alternatif pemenuhan sebagian kebutuhan masyarakat.

Sangat disayangkan, emas hijau yang penuh manfaat lebih banyak diekspor. Sementara pemanfaatan dalam negeri hampir-hampir nihil. Rumput laut di Indonesia lebih banyak dimanfaatkan untuk membuat agar-agar atau campuran es. Padahal, rumput laut juga bisa dibuat beras tiruan yang nilai karbohidratnya hampir mendekati karbohidrat beras. Artinya, rumput laut bisa mengatasi masalah krisis pangan. Selain itu, pupuk organik dari rumput laut juga bisa menyolusi masalah meroketnya harga bahan baku pupuk yang selama ini diimpor.

Khatimah

Sepertinya, Indonesia kesulitan melepaskan diri dari utang dan investasi. Kekayaan alam yang begitu melimpah, baik di darat maupun di laut, tak mampu menjadikan Indonesia berdikari. Jelas bahwa ini diakibatkan oleh sistem sekuler-kapitalis yang tak memiliki konsep jelas antara kepemilikan individu, kepemilikan negara, maupun kepemilikan umum. Berbagai sumber daya alam yang seharusnya menjadi hak milik umum dikangkangi oleh oligarki. Di saat bersamaan, sekularisme melahirkan pejabat negara rakus yang hanya memedulikan kantong sendiri.

Hasilnya, kesejahteraaan di bawah sistem sekuler-kapitalis hanya menjadi angan-angan. Semanis apa pun program yang dirancang tidak akan memberikan kesejahteraan masyarakat luas. Tampaklah, kondisi saat ini dengan kehidupan masyarakat Islam sangat kontras. Hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah, blue economy melalui hilirisasi emas hijau lebih mungkin terealisasi. Nyatanya, syariat Islam memiliki aturan yang saling berkelindan dalam mengatur segala sendi kehidupan.
Wallahu alam bish showab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ikhtiyatoh S.Sos Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Deflasi Mengancam, Stabilitas Ekonomi Indonesia Dipertaruhkan
Next
Hidrokuinon dalam Skincare, Muslimah Harus Waspada
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Netty
Netty
1 day ago

Kaya emas Indonesia yah. Ga hanya emas kuning, emas hijau juga. Hehe sayang yang sejahtera haya segelintir orang

Yuli Sambas
Yuli Sambas
1 day ago

Semua regulasi berbasis kebijakan kapitalistis patut dicurigai ada udang di balik batunya... Blue ekonomi, hilirisasi emas hijau, bla bla...

Good article, barakallah

Novianti
Novianti
2 days ago

Selama masih dalam sistem kapitalisme, ide go green.apa pun pada ujungnya berakhir dalam bentuk eksploitasi sumber daya alam. Belum lagi bicara masalah biaya tinggi, yang nanti bisa berimbas ke utang. Indonesia sudah ruwet.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
3 days ago

Miris, negeri kaya namun nyatanya semua diekploitasi. Program yang bagus hanya akan terwujud dalam sistem yang bagus pula, yakni sistem Islam.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram