Peringkat Perguruan Tinggi Rendah, Kualitas Dipertanyakan

Peringkat Perguruan Tinggi Rendah

Rendahnya peringkat perguruan tinggi unggulan harusnya menjadi perhatian semua pihak untuk mengevaluasi kualitas pendidikan selama ini.

Oleh. Arum Indah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Peringkat Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia dalam kancah internasional dinilai masih rendah. Dari banyaknya PT unggulan di negeri ini, hanya Universitas Indonesia (UI) yang masuk ke dalam 1000 universitas terbaik dunia versi Time Higher Education World University Ranking (THE WUR) 2025. UI menduduki peringkat 801-1000 setelah memperoleh kenaikan skor dalam beberapa bidang utama yang menjadi penilaian THE WUR. (Kompas.com, 12-10-2024)

Adapun perguruan tinggi unggulan yang lain seperti Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Sebelas Maret justru berada di peringkat 1201-1500. Universitas Diponegoro, Universitas Hasanuddin, Institut Teknologi Sepuluh November, IPB, dan Universitas Jember berada pada peringkat 1500 ke atas. Binus University menjadi perguruan tinggi swasta satu-satunya yang berada di peringkat 1201-1500. Rendahnya peringkat perguruan tinggi unggulan harusnya menjadi perhatian semua pihak untuk mengevaluasi kualitas pendidikan selama ini.

Didominasi Perguruan Tinggi Asing

Lima peringkat atas THE WUR didominasi oleh perguruan tinggi dari Eropa dan Amerika. Peringkat pertama diraih oleh University of Oxford (Inggris), Massachusetts Institute of Technology (Amerika Serikat) di peringkat kedua, selanjutnya Harvard University (Amerika Serikat) di peringkat ketiga, peringkat keempat adalah Pricenton University (Amerika Serikat), dan peringkat kelima diduduki oleh University of Cambridge (Inggris). University of Oxford kembali meraih posisi pertama dan tak tergantikan selama sembilan tahun berturut-turut. (detik.com, 11-10-2024)

Selain peringkat lima teratas, universitas dari Eropa dan Amerika juga mendominasi posisi 25 besar. Hanya ada dua kampus dari Cina yakni Tsinghua University dan Peking University serta satu kampus dari Singapura yakni National University of Singapore yang ikut berada di posisi itu.

THE WUR menggunakan lima indikator untuk menilai performa kampus, yaitu pengajaran yang terdiri dari lingkungan ajar; lingkungan penelitian yang terdiri dari volume, pendapatan, dan reputasi; kualitas penelitian yang mencakup kutipan, kekuatan penelitian, keunggulan, dan pengaruh penelitian; keterlibatan industri terdiri dari sisi pendapatan dan paten; serta pandangan internasional yang mencakup staf, mahasiswa, dan penelitian.

Perguruan Tinggi di Indonesia

UI merupakan PT nomor wahid di Indonesia dan berhasil mempertahankan gelar ini selama lima tahun berturut-turut. Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E, M.A, P.hD mengatakan bahwa prestasi yang diraih ini merupakan wujud komitmen UI untuk menjadi flag carrier bagi pendidikan Indonesia. Prof. Ari juga menyampaikan pihak universitas akan terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan, riset dan penelitian, serta pengabdian ke masyarakat. Keberhasilan UI ini diharapkan akan mampu menjadi contoh bagi kampus-kampus lain untuk terus meningkatkan kualitas dan bersaing di dunia internasional.

Akan tetapi, ada hal yang harusnya menjadi koreksi penting bagi semua pihak, yakni arah tujuan penyelenggaraan PT di Indonesia. Dikutip dari laman alumni.ui.ac.id, dikatakan bahwa alumni UI rata-rata memiliki rentang masa tunggu kerja hanya tiga bulan. Sebanyak 81% alumni UI bekerja sesuai disiplin ilmunya dan 75% di antaranya mencari kerja lewat internet. Kepribadian dan keterampilan diri, bahasa inggris, serta reputasi kampus adalah tiga modal penting yang harus dimiliki lulusan UI.

Dari kondisi di atas, tampak jelas bahwa seluruh mahasiswa memang tengah disiapkan untuk memenuhi permintaan dunia industri kapitalis baik lulusan UI atau pun bukan. Reputasi kampus hanya sebatas penilaian tambahan. Intinya setelah tamat kuliah, para alumni harus menjadi budak korporasi.

Rendahnya Kualitas Perguruan Tinggi Indonesia

Rendahnya kualitas perguruan tinggi di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor.

Pertama, tidak idealnya rasio antara dosen dan mahasiswa. Rasio ideal harusnya adalah 1:20 untuk bidang eksakta dan 1:30 untuk bidang sosial humaniora. Akan tetapi, hari ini rasio yang ada bahkan bisa menembus 1:100.

Kedua, kurikulum yang rusak. Kurikulum MBKM lebih fokus untuk mempersiapkan para pelajar  terjun ke dunia industri. Secara tak langsung, kurikulum ini justru mencetak generasi bermental buruh.

Ketiga, minimnya dana riset yang disediakan oleh negara. Pada saat yang sama negara menuntut PT untuk melakukan berbagai riset, tetapi tidak ada sokongan dana dari pemerintah.

Keempat, keberadaan jurnal predator atau jurnal yang tidak memenuhi standar kualifikasi penerbitan sebagaimana mestinya.

Kelima, kualitas pengajar yang tidak memenuhi standar dan keberadaan guru besar yang abal-abal. Faktor-faktor ini berdampak signifikan pada jebloknya peringkat perguruan tinggi negeri ini di kancah dunia internasional.

Sumber Masalah Perguruan Tinggi

Semua permasalahan di atas bersumber dari liberalisasi perguruan tinggi yang terjadi di negeri ini. Cengkeraman liberalisasi makin menguat tatkala empat PTN unggulan UI, ITB, UGM, dan IPB mengubah statusnya menjadi PTN BHMN. Kampus pun diberikan otonomi khusus untuk mengelola kegiatannya sendiri secara mandiri dan diberikan kewenangan untuk membuat serta memutuskan kebijakan.

Konsekuensinya, subsidi untuk PT pun berkurang atau tetap, tetapi PT dipaksa untuk harus meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan terhadap mahasiswanya. PT yang ada dituntut untuk memenuhi standar internasional agar menjadi kampus yang unggul dan maju. Akhirnya, PT pun memobilisasi segala cara untuk mengumpulkan dana guna membiayai aktivitas kampus dan cara paling mudah adalah membebankan pengeluaran kampus kepada para mahasiswa. Tak heran, biaya pendidikan terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan tiap tahunnya. Pendidikan yang harusnya bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, justru hanya bisa diakses oleh segelintir orang.

Berkiblat pada Barat

Selain mahalnya pendidikan di negeri ini, permasalahan pendidikan di Indonesia juga diperparah dengan landasan arah pendidikan yang berkiblat pada Barat. Barat sendiri menjadikan pendidikan sebagai jalan untuk menggenjot pertumbuhan perekonomian negara, bukan untuk kemaslahatan umat. Barat menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang dibanderol dengan harga.

Barat juga berpandangan bahwa perguruan tinggi adalah pabrik yang akan menghasilkan faktor produksi berupa tenaga kerja untuk melayani kebutuhan dunia usaha dan kepentingan bangsa lain. Pemberdayaan berbagai PT dalam mega proyek penelitian pun bertujuan untuk memenuhi kepentingan kapitalisme dan korporasi-korporasi raksasa.

Tradisi Rusak

Semua cara pandang Barat dalam memandang ilmu menghasilkan tradisi ilmu yang rusak di tengah masyarakat. Masyarakat menjadi umat yang tidak cinta ilmu dan hanya fokus pada perolehan gelar dan ijazah. Mayoritas masyarakat hanya mengejar gelar dan ijazah demi kesejahteraan. Tak heran jika tindak kejahatan seperti jual beli skripsi dan transaksi gelar menjadi pandangan yang lumrah saat ini.

Lebih dari itu, semangat kompetisi yang terjadi di alam kapitalisme terjebak pada orientasi materi berbalut kompetisi global. Ini merupakan jebakan dari slogan World Class University (WCU).  Indikator WCU meliputi kualifikasi fakultas yang tinggi, keunggulan penelitian, kualitas pengajaran, pendanaan nonpemerintah, otonomi PT yang terstruktur, dan kelengkapan fasilitas kampus. WCU merupakan buah dari globalisasi. Dengan WCU, seluruh kampus di belahan bumi mana pun dipaksa untuk mengikuti standar Barat.

Islam Mewujudkan PT Kelas Dunia

Sejak awal berdirinya, Khilafah Islamiah telah mencurahkan perhatiannya pada aspek pendidikan. Rasulullah pernah mencontohkan membebaskan tawanan perang dengan tebusan mengajari anak-anak kaum muslim. Perhatian ini makin bertambah seiring berjalannya waktu dan berhasil mencapai puncak kejayaan. Khilafah telah memiliki banyak perguruan tinggi saat Eropa masih mendengkur dalam tidur panjang dan berenang dalam lautan kebodohan. Apalagi benua Amerika yang saat itu juga belum ditemukan.

Perguruan tinggi di Kairo, Baghdad, Cordoba, Alexandria, dan wilayah lain telah mencapai tingkat popularitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan PT Eropa dan Amerika saat ini. University of Oxford pun baru berdiri pada abad ke-11 hingga 12 Masehi. Akan tetapi, hanya Universitas Al-Karaouine atau Al-Qarawiyyin di Fez, Maroko dan Al-Azhar di Kairo yang masih eksis hingga kini dan merupakan universitas tertua di dunia. Universitas Bologna di Italia, Universitas Paris, dan Oxford masih mengimpor buku-buku dunia Islam saat itu.

Strategi Pendidikan Islam

Pokok-pokok strategi pendidikan Islam dibangun di atas empat asas yakni kurikulum berdasarkan akidah Islam, negara memberikan akses pendidikan gratis bagi seluruh warga negara, negara akan memerangi kebodohan semaksimal mungkin, dan Islam mewajibkan pengajaran ilmu pengetahuan dalam bidang sains, teknologi, serta mengharamkan segala sesuatu yang bertentangan dengan hukum Islam.

Kemandirian PT dalam Islam juga tidak lepas dari politik ekonomi Islam yang menetapkan pengelolaan SDA dengan benar. Hasil kekayaan alam yang berlimpah ini akan digunakan untuk kemaslahatan umat termasuk pendidikan. Oleh karena itu, Khilafah akan mampu memberikan pendidikan gratis bagi umatnya, membiayai riset dan penelitian, membangun perpustakaan, laboratorium, serta segala hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Khilafah akan memudahkan jalan bagi umatnya untuk menuntut ilmu sebagai realisasi dari hadis Rasulullah: “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Orientasi PT dalam Islam

Orientasi PT dalam Islam adalah membangun dan memajukan peradaban Islam. Oleh karenanya, penyelenggaraan pendidikan dikendalikan penuh oleh negara. PT dalam Islam akan berdedikasi penuh untuk menyelesaikan persoalan umat dan melebur bersama masyarakat.

Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk kepribadian Islam. Cara pandang Islam terhadap ilmu ini akan menciptakan tradisi masyarakat yang gemar akan ilmu. Masyarakat akan mencintai ilmu dan menganggap ilmu sebagai saudara iman bukan sebatas perolehan ijazah. Pengembangan riset pun dilakukan untuk membangun industri berbasis jihad dan kemaslahatan umat. Semangat kompetisi yang terjadi di tengah-tengah umat adalah berlomba-lomba dalam kebaikan demi memberikan yang terbaik untuk Islam dan kaum muslimin.

Khatimah

Perguruan tinggi di Indonesia dan negeri-negeri kaum muslimin akan sulit untuk menduduki peringkat pertama selama masih menjadikan Barat sebagai mercusuar pendidikan sebab PT di Indonesia hanya diproyeksikan untuk memenuhi permintaan industri kapitalis.

Khilafah akan bertanggung jawab penuh untuk membentuk PT yang berkualitas dan mencetak generasi cemerlang. Tanpa Khilafah, cita-cita untuk mewujudkan PT terbaik di negeri-negeri kaum muslim hanya ilusi.

Wallahu a’lam bi-showab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Arum Indah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Stevia dan Keajaiban Alam
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Firda Umayah
Firda Umayah
1 hour ago

Sudah saatnya sistem pendidikan dan sistem lain berjalan sesuai syariat Islam.

Barakallah untuk penulis.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram