Membangun Infrastruktur Getol, Anggaran Jebol

Membangun Infrastruktur Getol, Anggaran Jebol

Bisa dipastikan ketika pemerintah terus getol membangun infrastruktur, anggaran negara bakal jebol. Lalu, bagaimana nasib rakyat?

Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Bapak Infrastruktur Indonesia pantas disematkan kepada Jokowi karena selama menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia sejak 2014, ia masif membangun infrastruktur. Serangkaian proyek infrastruktur diluncurkan di seluruh Indonesia, mulai dari infrastruktur transportasi, pendidikan, kesehatan, pangan, hingga energi.

Kebijakan pembangunan infrastruktur era Jokowi akan dilanjutkan Prabowo. Ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Transformasi ekonomi akan dilakukan melalui integrasi infrastruktur konektivitas dengan kawasan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Hal ini ditegaskan pula oleh pernyataan anggota Satgas Perumahan Prabowo Bonny Z. Minang, sebagaimana diwartakan cnbcindonesia.com (10-10-2024). Prabowo akan membentuk Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur. Kemenko baru itu untuk memperkuat sektor pekerjaan umum dan infrastruktur.

Dalam konsep kapitalisme, membangun infrastruktur dilakukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Dengan diciptakannya konektivitas antarwilayah akan mempercepat pergerakan barang dan jasa, mengurangi biaya logistik, dan membuka peluang investasi baru. Berikutnya, terbukalah lapangan pekerjaan yang dapat  meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat.

Secara teori, daerah akan memperoleh keuntungan dari pembangunan infrastruktur, yaitu akses ke pusat menjadi lebih terbuka sehingga meningkatkan daya saing daerah. Ini akan membuka peluang investasi swasta di daerah yang menyerap tenaga kerja. Produk-produk lokal pun bisa dijual ke pasar nasional, bahkan hingga ke internasional.

Fakta atau Ilusi?

Membangun infrastruktur membutuhkan biaya sangat besar. Dilihat dari trennya, anggarannya terus meningkat. Dalam RPJMN 2015-2019, kebutuhan total dana infrastruktur mencapai Rp4.796,2 triliun dengan keterlibatan swasta 35,5% dari total dana. Sedangkan dalam RPJMN 2020-2024 meningkat menjadi Rp6.445 triliun dengan keterlibatan swasta yang meningkat pula mencapai 42%.

Meski belum ada kesepakatan, Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso memberikan kode bahwa anggaran dan kontribusi swasta  pada 2025-2029 akan meningkat. Ini dikarenakan Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%  dan bisa dicapai melalui pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.

Kita perlu merenungi tentang hal ini, apakah benar pembangunan infrastruktur berdampak pada kesejahteraan rakyat?  Misalnya pada pembangunan jalan tol. Rakyat memang bisa merasakan manfaatnya, tetapi harus membayar dengan biaya yang mahal. Ini berimbas pada biaya pengiriman barang yang pastinya akan menyesuaikan dan ujung-ujungnya dilimpahkan pada konsumen.

Sementara itu, jalan umum, gedung-gedung sekolah, dan jembatan di daerah-daerah, banyak yang kondisinya rusak dan tidak mendapat perhatian. Berbanding terbalik dengan proyek pemerintah  yang terkesan prestisius dan ambisius. Jika demikian, hakikatnya pembangunan infrastruktur bukan untuk rakyat, melainkan untuk kepentingan penguasa dan bagi-bagi proyek bagi segelintir pemilik modal demi mendapatkan keuntungan.

Tidak hanya itu, pembangunan infrastruktur juga menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat. Akibat dari pengambilalihan lahan, masyarakat kehilangan mata pencaharian dan terjadi kerusakan alam.

Sebagai contoh dalam pembangunan Sirkuit Mandalika. Masih ada warga yang belum mendapatkan ganti rugi, padahal mereka  terusir karena sudah digusur dari tanahnya. Demikian juga pada kasus Wadas dan Rempang. Masih banyak kasus-kasus lain yang menempatkan rakyat pada posisi yang dirugikan. Mereka tetap miskin meski megahnya infrastruktur ada di depan mata.

Dari sinilah kita memahami, membangun infrastruktur untuk menyejahterakan rakyat hanyalah ilusi. Realitasnya, pembangunan infrastruktur justru merugikan rakyat. Pihak swasta yang diuntungkan, memanfaatkan rakyat sebagai mesin uang, bukan untuk tujuan pelayanan. Anggaran infrastruktur yang diambil dari APBN pun membuat pemerintah makin kelimpungan untuk pembiayaan program urgen seperti pendidikan dan kesehatan.  Demi menutupi defisit anggaran, utang menjadi pilihan.

Utang terus menggunung, rakyat yang harus menanggung. Pajak makin tinggi, subsidi akan dicabut. Anggaran pembayaran bunga utang jauh lebih besar dari anggaran subsidi. Subsidi energi pada 2024 sebesar Rp189,10 triliun, bandingkan dengan pembayaran bunga utang yang mencapai sekitar Rp499 triliun.

Kementerian Keuangan  mencatat utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2025 mencapai Rp800,33 triliun, sedang pembayaran bunganya senilai Rp552,9 triliun. Bisa dipastikan ketika pemerintah terus getol membangun infrastruktur, anggaran negara bakal jebol. Lalu, bagaimana nasib rakyat?

Mengapa Pembangunan Infrastruktur Dipaksakan?

Banyak yang mempertanyakan mengapa pemerintah ngotot membangun infrastruktur, padahal kondisi keuangan sudah kembang kempis. Ini tidak lepas dari arahan global PBB yang tertuang dalam SDGs. Ada 17 tujuan dan sasaran global tahun 2030 yang dideklarasikan di Sidang Umum PBB pada September 2015, di antaranya adalah industrialisasi, inovasi, dan infrastruktur.

PBB menggariskan bahwa pembangunan infrastruktur wajib untuk meraih pertumbuhan ekonomi yang diyakini bisa membuka banyak lapangan kerja. Sejatinya PBB merupakan  alat politik negara-negara Barat untuk melakukan neokolonialisme pada negara-negara berkembang. Melalui sistem demokrasi, para oligarki mendapat karpet merah menguasai ekonomi suatu negara, merampok kekayaan alam, dan merampas ruang hidup.

Pembangunan Infrastruktur ala Islam

Dalam sistem Islam, pembiayaan untuk program dalam rangka pelayanan umat berasal dari baitulmal. Penyusunan anggarannya tidak dibuat setiap tahun dan ada di tangan penguasa yaitu khalifah. Struktur baitulmal berupa pemasukan dan pengeluaran. Kebijakan pengelolaan bersifat sentralisasi, yaitu dana terpusat, kemudian didistribusikan ke daerah sesuai kebutuhannya.

Pembangunan infrastruktur harus melalui proses kajian mendalam oleh para ahli yang ditunjuk khalifah. Tujuannya agar pembangunan benar-benar bermanfaat bagi rakyat.  Jika memang dibutuhkan pembangunan infrastruktur dengan biaya yang besar di suatu daerah, sedangkan pemasukan daerah tersebut tidak mencukupi maka akan dilakukan subsidi silang. Ini merupakan konsekuensi dari otoritas khalifah sebagai pemilik mewenang dalam penyusunan anggaran.

Dengan cara seperti ini, pemerataan pembangunan infrastruktur dapat dilakukan dengan baik. Tidak akan terjadi penumpukan kekayaan di wilayah tertentu atau ketimpangan pembangunan antardaerah. Apabila terjadi pembengkakan biaya dan baitulmal tidak cukup, khalifah boleh mengambil sejumlah langkah yang dibenarkan hukum syarak, di antaranya mengambil pajak dari laki-laki muslim dewasa yang kaya.

Pajak ini bersifat darurat dan hanya boleh untuk menutupi beberapa kebutuhan, yaitu kebutuhan pembiayaan untuk membantu fakir miskin, ibnu sabil, dan jihad. Juga gaji untuk ASN, tentara, dan para penguasa. Demikian pula untuk kemaslahatan publik yang bersifat vital, seperti jalan raya atau pembangunan sekolah yang jika tidak dipenuhi akan terjadi mudarat. Termasuk jika ada kondisi darurat seperti untuk bantuan bencana.

Baca juga: Mimpi Manis Pertumbuhan Ekonomi ala Kapitalisme

Tidak ada peran investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur. Individu boleh berpartisipasi melalui wakaf atau pemberian utang tanpa menuntut kompensasi. Negara tetap menjadi pemimpin proyek untuk menjaga kepentingan rakyat. 

Inilah pembangunan infrastruktur dalam perspektif Islam. Negara tidak akan menyerahkan pembangunan kepada pihak swasta terlebih kepada negara kafir karena merupakan bentuk pelanggaran hak milik rakyat dan individu. Jika swasta menguasai hajat hidup orang banyak, rakyat akan dijadikan komoditas dan kepemilikannya dirampas secara batil.

Allah memerintahkan dalam surah Al-Baqarah ayat 188, ”Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.”

Khatimah

Pembangunan infrastruktur yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh rakyat secara gratis hanya bisa diwujudkan dengan menerapkan sistem Islam. Jika ini menjadi dambaan, seharusnya rakyat ikut ambil bagian dalam perjuangan penegakan sistem Islam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Novianti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mengkritisi Agenda SDGs Dunia
Next
Koalisi Besar Parlemen, Peluang Amnesia Kepentingan Rakyat
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

10 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Deena
Deena
29 days ago

Membangun dengan utang. Pastilah harus mengembalikan utang tersebut plus bunganya. Membangun infrastruktur lebih mengikuti keinginan para pemilik modal sehingga kepentingan rakyat ditaruh belakangan. Sementara itu, utang terus menumpuk dan lagi2 rakyat yg harus menanggungnya. Benar2 zalim!

Novianti
Novianti
Reply to  Deena
25 days ago

Beban rakyat dibagi rata, sementara pembangunan tidak dinikmati secara merata.

Netty
Netty
29 days ago

Tapi rakyat e seneng2 wae lho dibodohi. He he. Jalan mulus dikit weeee bangganya luar biasa. Tak tahunya jalan untuk memuluskan pengerukan SDA

Novianti
Novianti
Reply to  Netty
25 days ago

Soalnya kelihatan gagah, padahal mah beban utang terus numpuk.

Yuli Sambas
Yuli Sambas
30 days ago

Infrastruktur untuk capai target pertumbuhan ekonomi... Ini klaim pandangan kapitalisme

Novianti
Novianti
Reply to  Yuli Sambas
25 days ago

Harus membangun terus, meski tidak butuh padahal. Biar negara terus disibukkan yang tidak penting.

Mimy muthmainnah
Mimy muthmainnah
30 days ago

Luar biasa makin kesini makin zalim sj penguasa. Bergantinya peminpin pun sama saja tdk akan merubah keadan hanya beda tanda tangan sj. Dan melanjutkan dosa2 pembangunan dan utang pemerintahan sebelumnya, dan kemungkinan besar utang makin membengkak.

Benar2 mengelus dada hidup d kondisi alam kapitalisme, kasihan rakyat terus diperas hingga tetes darah penghabisan oleh para kapitalis.

Naskah Mb Novi keren mencerdaskan. Barakallah. Sukses dunia akhirat. Amin

Novianti
Novianti
Reply to  Mimy muthmainnah
25 days ago

Pergantian pemimpin tidak ada artinya karena apa yang akan dilakukan negara sudah ditentukan arahnya oleh PBB yang merupakan alat barat untuk.menjajah negara berkembang.

Atien
Atien
30 days ago

Getol membangun infrastruktur atas nama kepentingan rakyat, nyatanya itu hanya kamuflase belaka. Pada faktanya rakyat yang jadi korban sekaligus menanggung beban. Ujung-ujungnya yang menikmati hasilnya tetaplah mereka para pemilik modal.
Barakallah mba @Novianti

Novianti
Novianti
Reply to  Atien
30 days ago

Betul. Mirip gaya pinjol. Nikmati di depan, bayar mahal di belakang.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram