Peningkatan prevalensi miopia pada anak-anak disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari faktor genetik, kurangnya aktivitas luar ruangan, hingga penggunaan gadget yang berlebihan.
Oleh. Vega Rahmatika Fahra, S.H.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Mata minus, atau yang dikenal dengan istilah medis miopia, adalah kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan melihat objek yang jauh dengan jelas. Pada dasarnya, miopia terjadi ketika sinar cahaya yang masuk ke mata tidak terfokus tepat pada retina, melainkan jatuh di depan retina. Kondisi ini menyebabkan penglihatan kabur, terutama ketika melihat objek jauh. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan perubahan gaya hidup, prevalensi mata minus, terutama pada anak-anak, mengalami peningkatan yang signifikan.
Peningkatan Penderita Mata Minus pada Anak-Anak
Peningkatan prevalensi miopia, khususnya pada anak-anak, telah menjadi fenomena global yang mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk lembaga kesehatan dunia. Sebuah studi yang dipublikasikan oleh American Academy of Ophthalmology menunjukkan bahwa sekitar 30% dari populasi dunia diperkirakan mengalami miopia pada tahun 2020, dan angka ini diperkirakan meningkat hingga 50% pada tahun 2050. Fakta yang lebih mengejutkan adalah peningkatan pesat penderita miopia di kalangan anak-anak. Di Indonesia sendiri, data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi miopia pada anak-anak usia sekolah, dengan perkiraan 15-25% anak-anak mengidap mata minus. (Kompas.com, 28-09-2024)
Peningkatan prevalensi miopia pada anak-anak disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari faktor genetik, kurangnya aktivitas luar ruangan, hingga penggunaan gadget yang berlebihan. Studi ilmiah menunjukkan bahwa paparan gadget seperti ponsel pintar, tablet, dan komputer yang berlebihan dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan risiko miopia. Selain itu, aktivitas luar ruangan yang minim juga berperan dalam meningkatnya kasus ini, di mana sinar matahari diketahui dapat membantu mencegah terjadinya elongasi bola mata yang menjadi salah satu penyebab utama miopia.
Pandemi Covid-19 dan Meningkatnya Kasus Miopia
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak akhir 2019 telah membawa dampak yang luas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan mata. Pembatasan sosial dan kebijakan pembelajaran jarak jauh selama pandemi telah memperburuk masalah miopia pada anak-anak. Sebagian besar sekolah dan institusi pendidikan di berbagai negara, termasuk Indonesia, menerapkan pembelajaran daring (online) sebagai upaya pencegahan penyebaran virus. Hal ini mengakibatkan anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar gadget untuk mengikuti pelajaran, mengerjakan tugas, serta berkomunikasi dengan guru dan teman-teman mereka.
Studi menunjukkan bahwa selama pandemi, anak-anak rata-rata menghabiskan lebih dari 7-8 jam sehari di depan layar komputer, tablet, atau ponsel pintar. Penggunaan layar elektronik secara berlebihan dalam jangka waktu panjang menyebabkan mata harus bekerja lebih keras, yang pada akhirnya dapat memicu atau memperparah kondisi miopia. Sebuah penelitian yang dilakukan di Tiongkok menunjukkan bahwa insiden miopia pada anak-anak usia 6-8 tahun meningkat hampir dua kali lipat selama pandemi dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Selain itu, selama pandemi, waktu yang dihabiskan anak-anak untuk aktivitas luar ruangan juga menurun drastis akibat kebijakan karantina dan pembatasan sosial. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa paparan sinar matahari dan aktivitas luar ruangan dapat membantu mencegah perkembangan miopia. Kurangnya waktu di luar rumah dan aktivitas fisik selama pandemi turut menjadi faktor penyebab meningkatnya kasus miopia pada anak-anak.
Miopia sebagai Epidemi Baru
Jika tidak ada upaya pencegahan dan penanganan yang serius, meningkatnya kasus miopia, terutama di kalangan anak-anak, dapat menjadi epidemi baru yang mengancam kesehatan masyarakat di masa mendatang. Miopia tidak hanya berdampak pada kualitas hidup sehari-hari, seperti penglihatan yang buruk dan ketergantungan pada kacamata atau lensa kontak, tetapi juga dapat meningkatkan risiko penyakit mata serius lainnya, seperti katarak, glaukoma, dan degenerasi makula yang dapat berujung pada kebutaan.
Peningkatan prevalensi miopia juga dapat berdampak pada sektor ekonomi. Masyarakat yang menderita miopia berat membutuhkan perawatan medis yang intensif, termasuk operasi korektif seperti LASIK atau penggunaan lensa kontak khusus. Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan tersebut tidaklah murah, sehingga dapat menjadi beban ekonomi baik bagi individu maupun negara.
Dalam jangka panjang, jika prevalensi miopia terus meningkat tanpa adanya intervensi yang tepat, generasi mendatang dapat menghadapi berbagai tantangan serius dalam hal kesehatan mata. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan miopia harus menjadi prioritas dalam kebijakan kesehatan publik, baik di tingkat nasional maupun global.
Upaya Pencegahan yang Harus Dilakukan oleh Negara
Untuk mencegah lonjakan kasus miopia di masa mendatang, negara perlu mengambil langkah-langkah konkret.
Pertama, pemerintah harus meningkatkan edukasi kepada masyarakat, terutama kepada para orang tua dan pendidik, mengenai pentingnya menjaga kesehatan mata anak-anak. Kampanye kesehatan mata harus dilakukan secara luas untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya miopia dan cara pencegahannya.
Kedua, pemerintah harus mendukung kebijakan yang mendorong anak-anak untuk lebih banyak menghabiskan waktu di luar ruangan. Berdasarkan penelitian, melakukan aktivitas di luar ruangan dengan cukup dapat membantu mengurangi risiko miopia. Oleh karena itu, kebijakan yang memperkuat pendidikan jasmani dan kegiatan di luar kelas sangat penting. Sekolah-sekolah perlu didorong untuk memberikan lebih banyak waktu bagi anak-anak untuk bermain di luar ruangan, serta mengurangi waktu mereka di depan layar.
Ketiga, regulasi terkait penggunaan gadget pada anak-anak juga perlu diperketat. Negara harus memastikan bahwa pembelajaran daring dilakukan secara bijak dan tidak menyebabkan anak-anak terlalu lama terpapar layar. Orang tua juga perlu diberikan panduan tentang waktu penggunaan gadget yang aman bagi anak-anak agar mata mereka tetap sehat.
Solusi Islam dalam Menangani Masalah Miopia
Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab untuk memastikan kesehatan seluruh warganya, termasuk dalam hal kesehatan mata. Berdasarkan syariat Islam, menjaga kesehatan merupakan bagian dari kewajiban negara. Oleh karena itu, pemerintah wajib memastikan bahwa segala bentuk penyakit, termasuk maraknya mata minus miopia, ditangani secara serius dan preventif. Beberapa langkah yang dapat diambil oleh sistem Khilafah dalam menangani masalah maraknya mata minus dan menjaga kesehatan mata adalah sebagai berikut:
- Pendidikan tentang Kesehatan Mata
Sistem Khilafah akan mewajibkan pendidikan kesehatan, termasuk kesehatan mata, sebagai bagian dari kurikulum pendidikan formal. Anak-anak akan diajarkan tentang pentingnya menjaga kesehatan mata sejak usia dini. Hal ini akan mencakup panduan dalam menghindari kebiasaan yang dapat merusak mata, seperti penggunaan gadget berlebihan, serta pentingnya aktivitas luar ruangan untuk kesehatan mata.
Islam sangat mendorong umat untuk menuntut ilmu dan memahami cara menjaga kesehatan tubuh dan ilmu tentang kesehatan mata juga termasuk sebagai bagian dari ilmu yang wajib dipahami untuk menjaga kualitas hidup yang lebih baik.
2. Fasilitas Kesehatan Gratis dan Berkualitas
Sistem khilafah akan menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas dan gratis bagi seluruh warganya, termasuk perawatan mata. Klinik dan rumah sakit yang dikelola oleh negara akan menyediakan layanan pemeriksaan mata secara berkala dan akses ke perawatan medis bagi mereka yang memerlukan bantuan, termasuk pemberian kacamata atau operasi mata bagi penderita miopia berat. Negara juga akan memastikan bahwa warga memiliki akses ke dokter mata dan layanan perawatan mata terbaik.
Dalil yang mendasari tanggung jawab negara dalam menyediakan layanan kesehatan berasal dari sabda Rasulullah saw: "Imam (pemimpin) adalah pengurus, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hal ini, negara berperan sebagai pengurus dalam menyediakan layanan kesehatan termasuk perawatan mata, demi kesejahteraan warganya.
3. Mendorong Aktivitas Fisik dan Keseimbangan Waktu
Sistem Khilafah akan mempromosikan gaya hidup sehat melalui kebijakan yang mendorong masyarakat, terutama anak-anak, untuk lebih banyak beraktivitas di luar ruangan. Aktivitas fisik di luar ruangan penting untuk mencegah miopia, karena paparan sinar matahari membantu mengatur pertumbuhan mata anak-anak. Negara akan mengatur kurikulum pendidikan fisik yang cukup di sekolah-sekolah dan mendorong masyarakat untuk mengurangi ketergantungan pada gadget, khususnya untuk anak-anak.
Ini mengisyaratkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam kehidupan, termasuk keseimbangan antara penggunaan gadget dan aktivitas fisik yang sehat untuk menjaga kesehatan mata.
4. Pengendalian Penggunaan Teknologi
Sistem Khilafah akan mengawasi dan mengontrol penggunaan teknologi yang berpotensi merusak kesehatan, termasuk penggunaan gadget yang berlebihan. Kebijakan ini mencakup aturan ketat tentang waktu penggunaan layar bagi anak-anak, terutama saat mengikuti pendidikan daring. Negara akan memberikan panduan kepada orang tua mengenai batasan penggunaan gadget yang aman bagi anak-anak agar mata mereka tidak terkena dampak buruk.
Islam sangat menekankan pentingnya menjaga kesehatan secara holistik, termasuk melalui pengendalian diri dalam penggunaan teknologi. Rasulullah saw pernah bersabda: "Tidak ada nikmat yang lebih baik bagi seorang hamba setelah keimanan selain kesehatan." (HR. Ahmad)
Hadis ini menekankan pentingnya menjaga kesehatan, yang juga mencakup kesehatan mata, sebagai bagian dari nikmat yang harus dijaga dengan bijaksana.
5. Penelitian dan Pengembangan dalam Ilmu Kesehatan
Sistem Khilafah juga akan mendukung penelitian dan pengembangan dalam bidang kesehatan, termasuk kesehatan mata. Negara akan memberikan dukungan penuh kepada para ilmuwan dan dokter untuk mengembangkan metode pencegahan dan pengobatan mata minus yang lebih efektif. Hal ini akan dilakukan dengan membangun pusat-pusat riset medis yang berfokus pada inovasi teknologi dan perawatan mata.
Islam mengajarkan bahwa penelitian dan penemuan ilmiah adalah bagian dari bentuk ibadah dalam rangka memberikan manfaat bagi masyarakat.
Ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan, termasuk ilmu kedokteran, harus dikembangkan untuk kebaikan umat, dan dalam konteks ini, penelitian kesehatan mata menjadi prioritas.
Sistem Khilafah berdasarkan syariat memiliki tanggung jawab yang jelas dalam menjaga kesehatan umat, termasuk dalam menangani masalah maraknya mata minus. Dengan pendidikan kesehatan yang terintegrasi, penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas, promosi gaya hidup sehat, pengendalian teknologi, serta dukungan penuh terhadap penelitian ilmiah, masalah kesehatan mata dapat dikelola dengan baik. Sistem ini berlandaskan pada syariat menunjukkan bahwa menjaga kesehatan adalah kewajiban, baik individu maupun negara.
Wallahu 'alam bish-showaab. []
Penggunaan gadget saat ini seperti sulit dihindari.
Selain berusaha meminimalisir penggunaan gadget dari diri sendiri.. kalau tidak ada keperluan ya tidak usah pakai gadget. Namun dari pemerintah juga harus berupaya menjaga kesehatan masyarakat secara keseluruhan dan sungguh2
Baarakallahu fiik mb. Kereen tulisannya
Kesehatan mata sejaknpandemi covid makin memprihatinkan, banyak anak bermata minus, saya pun kaget ketika itu dapat kabar dari gurunya, anakku ga keliatan matanya pas baca di papan tulis dari bangku paling belakang, seketika itu saya periksakan ke optik terdekat dan kaget sudah 2,7 dan harus membeli kacamatanya.
Masya Allah keren
Barakallah mbak Vega, hanya Islam yang mampu mengatasi persoalan