Investasi dalam sistem kapitalisme hanya berorientasi pada keuntungan pengusaha kapitalis sehingga kecil kemungkinan keuntungan itu demi kesejahteraan rakyat.
Oleh. Vega Rahmatika Fahra, S.H.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam, salah satunya adalah sumber daya laut. Indonesia mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia dengan panjang sekitar 108.000 km. Ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan hayati laut yang melimpah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, sektor perikanan dan kelautan memberikan kontribusi signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, jumlahnya mencapai lebih dari Rp400 triliun.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 25.000 jenis biota laut, termasuk berbagai jenis ikan, terumbu karang, dan rumput laut. Potensi ini tidak hanya menjadi sumber pangan, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi industri yang bernilai tinggi. Keberagaman biota laut dan ekosistemnya tidak hanya memberikan sumber daya perikanan yang melimpah, tetapi juga potensi untuk sektor industri yang berkembang, termasuk rumput laut.
Hilirisasi Industri Rumput Laut
Hilirisasi rumput laut adalah proses pengembangan industri yang bertujuan meningkatkan nilai tambah dari rumput laut melalui pengolahan lebih lanjut sebelum dijual atau diekspor. Dalam konteks hilirisasi, rumput laut yang sebelumnya dijual dalam bentuk mentah atau setengah jadi (seperti rumput laut kering) akan diolah menjadi produk jadi yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi, seperti agar-agar, karagenan, kosmetik, makanan, obat-obatan, hingga bahan baku industri lainnya
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan telah mengumumkan rencana untuk memulai proyek hilirisasi industri rumput laut di Indonesia. Menurut Luhut, proyeksi nilai ekspor produk turunan dari industri rumput laut dalam negeri bisa mencapai 19 miliar dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp303,8 triliun. Ini adalah angka yang sangat signifikan yang menunjukkan potensi besar dari sektor ini untuk memberikan kontribusi pada perekonomian Indonesia. (Kompas.com, 22-05-2024)
Investasi Asing
Melihat potensi tersebut, pemerintah berkomitmen untuk mengembangkan industri ini dengan memanfaatkan teknologi modern dan meningkatkan kualitas produk. Hilirisasi tidak hanya akan meningkatkan nilai jual rumput laut, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi nelayan dan petani rumput laut yang merupakan bagian penting dari rantai pasokan.
Dalam proses pengembangan ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengajak Rusia untuk berinvestasi dalam hilirisasi rumput laut Indonesia. Pada pertengahan September 2024, Trenggono melakukan penjajakan investasi dalam forum Global Fishery Forum and Seafood Expo yang diselenggarakan oleh Federal Agency for Fisheries Rusia. Ini adalah langkah strategis untuk memperluas jaringan kerjasama internasional dan mendapatkan dukungan modal serta teknologi dari Rusia.
Fakta menunjukkan bahwa Rusia memiliki pengalaman dan teknologi yang kuat dalam pengolahan hasil laut. Dengan kerjasama ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan produksi dan meningkatkan daya saing produk rumput laut Indonesia di pasar global. Investasi Rusia dalam hilirisasi rumput laut bisa menjadi solusi untuk mempercepat pengembangan industri ini dan meningkatkan pendapatan negara.
Ada beberapa alasan pemerintah Indonesia mengundang Rusia untuk berinvestasi dalam hilirisasi rumput laut.
Pertama, investasi asing dapat membantu membawa teknologi dan inovasi yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi produksi.
Kedua, kerjasama ini dapat membuka akses pasar yang lebih luas bagi produk rumput laut Indonesia, tidak hanya di Rusia, tetapi juga di negara-negara Eropa lainnya.
Ketiga, dengan adanya investasi, diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal, terutama bagi masyarakat yang bergantung pada industri rumput laut. Ini bisa membantu meningkatkan pendapatan mereka dan menciptakan lapangan kerja baru. Namun, penting untuk dicatat bahwa kerjasama ini juga perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak merugikan kepentingan rakyat Indonesia.
Investasi dalam hilirisasi rumput laut dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan rakyat, tetapi juga ada potensi dampak negatif yang perlu diwaspadai. Peningkatan produksi dan nilai jual rumput laut dapat menciptakan lebih banyak peluang kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir. Ini sangat penting mengingat banyak nelayan dan petani rumput laut yang hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit.
Namun, investasi asing dapat mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam tanpa memberikan manfaat yang cukup bagi masyarakat lokal. Jika tidak diatur dengan baik, keuntungan dari investasi tersebut hanya akan dinikmati oleh perusahaan asing dan tidak mengalir kepada rakyat. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang ketat dan transparansi dalam pengelolaan investasi untuk memastikan bahwa keuntungan dapat dirasakan oleh rakyat.
Investasi dalam Sistem Kapitalisme
Dalam sistem kapitalisme, investasi menjadi salah satu cara untuk mengelola aset-aset negara. Dengan mengundang investor asing, pemerintah berharap dapat meningkatkan modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk mengembangkan industri domestik. Pengelolaan sumber daya alam yang baik dan berkelanjutan harus menjadi prioritas utama agar manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat.
Namun, benarkah rakyat bisa mendapatkan manfaatnya dalam sistem kapitalisme? Ini karena ada dampak yang harus dilihat dari investasi hilirisasi rumput laut dalam kapitalisme.
Pertama, motivasi keuntungan.
Pada dasarnya, tujuan utama investasi dalam sistem kapitalisme adalah untuk memperoleh keuntungan. Investor, baik individu maupun perusahaan, selalu mencari peluang untuk mendapatkan pengembalian yang lebih besar dari modal yang mereka tanamkan. Dalam konteks hilirisasi rumput laut, perusahaan-perusahaan asing mungkin tertarik untuk berinvestasi karena mereka melihat potensi keuntungan yang tinggi dari pengolahan rumput laut menjadi produk yang bernilai tambah, seperti makanan, kosmetik, dan bahan baku industri.
Kedua, persaingan pasar.
Sistem kapitalisme ditandai dengan adanya persaingan antara pelaku usaha. Persaingan ini mendorong perusahaan untuk berinovasi dan meningkatkan efisiensi produksi sehingga dapat menurunkan biaya dan meningkatkan kualitas produk. Dalam industri rumput laut, kehadiran investor asing dapat menciptakan tekanan untuk memperbaiki teknologi dan metode produksi.
Ketiga, adanya risiko dan ketidakpastian.
Investasi dalam kapitalisme juga membawa risiko yang tidak sedikit. Ketidakpastian pasar, perubahan kebijakan pemerintah, dan fluktuasi harga bahan baku dapat memengaruhi hasil investasi. Dalam hilirisasi rumput laut, jika tidak ada jaminan pasar untuk produk yang dihasilkan, investor bisa jadi akan menarik diri, meninggalkan proyek yang belum selesai dan masyarakat yang bergantung pada industri tersebut.
Keempat, dampak sosial dan lingkungan.
Di balik keuntungan yang dijanjikan, investasi dalam kapitalisme sering kali mengabaikan dampak sosial dan lingkungan. Dalam banyak kasus, perusahaan akan mengejar efisiensi biaya yang bisa berujung pada eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Misalnya, jika perusahaan tidak menerapkan praktik keberlanjutan dalam pengelolaan rumput laut, hal ini dapat merusak ekosistem laut, berdampak pada nelayan lokal, dan mengurangi keragaman hayati.
Kelima, ketergantungan ekonomi.
Ketergantungan pada investasi asing sering kali menjadi risiko jangka panjang bagi negara yang ingin mengembangkan industri mereka. Negara yang sangat bergantung pada modal asing mungkin kehilangan kendali atas sektor strategis mereka. Dalam kasus hilirisasi rumput laut, jika investor asing memutuskan untuk menarik modal mereka karena alasan apa pun, Indonesia bisa menghadapi dampak negatif, seperti hilangnya lapangan kerja dan investasi yang tidak bisa dilanjutkan.
Keenam, regulasi dan kebijakan.
Pemerintah mempunyai peran penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung investasi. Regulasi dan kebijakan harus jelas, jika regulasi dianggap tidak menguntungkan atau membingungkan oleh investor, hal ini dapat mengurangi minat mereka untuk berinvestasi. Dalam konteks hilirisasi rumput laut, kebijakan yang mendukung perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal sangat penting untuk menciptakan investasi yang berkelanjutan.
Jadi, investasi dalam sistem kapitalisme hanya berorientasi pada keuntungan pengusaha kapitalis sehingga kecil kemungkinan keuntungan itu demi kesejahteraan rakyat. Perlindungan terhadap hak-hak masyarakat lokal diabaikan dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Ketergantungan pada investor asing dapat membuat negara kehilangan kendali atas sumber daya alamnya. Jika suatu saat investor asing menarik diri, negara akan menghadapi kesulitan dalam melanjutkan proyek tersebut, rakyat kehilangan pekerjaan, dan alam pun menjadi rusak.
Konsep Khilafah dalam Mengelola SDA
Khilafah memiliki aturan khusus dalam mengelola sumber daya alam yang berbeda dengan konsep investasi asing dalam kapitalisme.
Pertama, kepemilikan sumber daya alam.
Sumber daya alam dalam negara Islam dibagi menjadi tiga jenis kepemilikan:
1. Kepemilikan Umum (milkiyah 'ammah): Sumber daya alam yang sifatnya sangat penting bagi kehidupan masyarakat banyak, seperti air, padang rumput, energi (minyak, gas, dan tambang), laut, dll. Ini didasarkan pada hadis Rasulullah yang menyatakan, "Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api (energi)" (HR. Abu Dawud). Sumber daya yang termasuk dalam kategori ini dikelola oleh negara untuk kepentingan umum, bukan untuk dimiliki oleh individu atau pihak tertentu.
2. Kepemilikan negara (milkiyah daulah): Sumber daya yang tidak dikategorikan sebagai milik umum, tetapi tidak dimiliki individu, dapat dikelola oleh negara untuk kesejahteraan masyarakat. Hasil dari pengelolaan sumber daya ini digunakan untuk membiayai kepentingan negara dan rakyatnya, seperti jalan raya, jembatan, bendungan, pelabuhan, dan bandara yang dibangun dan dikelola oleh negara. Infrastruktur ini digunakan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, tetapi kepemilikannya tetap berada di bawah kendali pemerintah.
3. Kepemilikan individu (milkiyah fardiyah): Beberapa sumber daya bisa dimiliki individu, selama tidak termasuk dalam kategori kepemilikan umum atau negara. Misalnya, tanah yang tidak termasuk sebagai bagian dari kepemilikan umum bisa dimiliki dan diolah individu sesuai dengan ketentuan Islam.
Kedua, pengelolaan dan distribusi sumber daya alam.
- Negara sebagai pengelola: Negara bertanggung jawab mengelola sumber daya alam milik umum dan negara dengan amanah. Pengelolaan ini harus dilakukan sesuai dengan kepentingan umat dan tidak boleh dikomersialkan untuk keuntungan pribadi atau perusahaan asing.
- Distribusi untuk kemaslahatan: Hasil dari pengelolaan sumber daya alam, seperti tambang atau ladang minyak, harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, misalnya dengan menyediakan layanan dasar, seperti listrik, air, dan bahan bakar dengan harga yang terjangkau.
- Tidak ada privatisasi sumber daya milik umum: Dalam khilafah, sumber daya alam yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum tidak boleh diprivatisasi oleh pihak swasta. Negara harus memastikan bahwa kekayaan ini benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat dan tidak dieksploitasi oleh segelintir orang.
Ketiga, larangan eksploitasi dan kerusakan lingkungan.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an,
"....Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya." (QS. Al-A'raf: 56).
Ini menunjukkan bahwa dalam mengelola sumber daya alam, khilafah memastikan bahwa tidak ada eksploitasi berlebihan yang dapat merusak lingkungan atau mengganggu keseimbangan ekosistem alam.
Keempat, pemasukan baitulmal.
Hasil dari pengelolaan sumber daya alam, terutama yang termasuk dalam kepemilikan umum dan negara, akan dimasukkan ke dalam baitulmal yaitu kas negara yang dikelola untuk kemaslahatan umat. Dari kas ini, negara akan mengalokasikan dana untuk kebutuhan sosial, pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
Kelima, transparansi dan akuntabilitas.
Dalam Islam, transparansi dan akuntabilitas adalah hal penting dalam pemerintahan. Khilafah harus memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara adil dan transparan, tanpa adanya korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan. Setiap bentuk pelanggaran dalam pengelolaan ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan hukum Islam.
Keenam, sanksi terhadap penyalahgunaan.
Jika ada pihak yang berusaha mengeksploitasi sumber daya alam secara ilegal atau merusak lingkungan, hukum Islam menetapkan sanksi yang tegas. Negara akan bertindak sebagai pengawas untuk memastikan bahwa seluruh proses pengelolaan sumber daya alam berjalan sesuai dengan syariat dan tidak ada pelanggaran.
Oleh karena itu, khilafah mengelola sumber daya alam dengan prinsip keadilan, amanah, dan keberlanjutan. Negara bertindak sebagai pengelola utama untuk memastikan bahwa kekayaan alam yang merupakan anugerah dari Allah dimanfaatkan demi kemaslahatan seluruh umat manusia, bukan segelintir individu, perusahaan atau investor asing. Melalui pengelolaan yang adil dan bertanggung jawab, sumber daya alam akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan membangun masyarakat yang sejahtera sesuai dengan hukum-hukum syariat Islam. Wallahua'lam bishawab.[]
Hilirisasi produk mentah itu bagus, tapi ketika dibalut dengan mekanisme investasi ala kapitalisme ambyar semuanya,,, dalihnya untuk rakyat, tapi faktanya lebih demi maslahat para kapitalis dan oligarki semata. Begitulaaah,,, kapitalisme sekuler
Investasi dalam sistem kapitalisme pasti akan lebih menguntungkan investor dari pada negara dan masyarakat.
Barakallah untuk penulis.
Baarakallahu fiik mb vega. Naskahnya keren