Jika ingin benar-benar menjadi negara maju, Indonesia harus menggunakan ideologi Islam sebagai sistem negara.
Oleh. Vega Rahmatika Fahra, S.H.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengeluarkan pernyataan yang menarik perhatian publik, yaitu bahwa Indonesia akan segera menjadi negara maju, menyusul Korea Selatan (Korsel) dan Cina. Pernyataan tersebut didasari oleh keyakinan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam sumber daya alam, sumber daya manusia, serta perkembangan ekonomi yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, benarkah Indonesia akan benar-benar mencapai status negara maju dalam waktu dekat? Apakah sistem yang diterapkan saat ini, yaitu kapitalisme, mampu membawa negara ini ke arah tersebut?
Pernyataan Mendag Zulkifli Hasan ini tentu bukan tanpa alasan. Sebagai seorang pejabat tinggi negara, Zulkifli Hasan mengacu pada beberapa faktor yang ia anggap sebagai indikator kemajuan. Pertama, Indonesia merupakan salah satu negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara dan diprediksi oleh banyak pihak akan terus mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pembangunan infrastruktur yang masif serta keberhasilan dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah tantangan global, dinilai sebagai modal yang kuat untuk melangkah menjadi negara maju.
Kedua, Zulkifli Hasan juga melihat bahwa Indonesia telah memiliki hubungan yang kuat dengan negara-negara ekonomi besar dunia, seperti Cina dan Korea Selatan, baik dari segi perdagangan maupun investasi. Selain itu, populasi Indonesia yang besar juga dianggap sebagai potensi pasar yang sangat menjanjikan. Hal ini membuat banyak pihak optimistis bahwa Indonesia akan segera menyusul negara-negara seperti Korsel dan Cina yang telah lebih dahulu menjadi kekuatan ekonomi di dunia.
Namun, optimisme tersebut masih perlu dikaji lebih dalam karena ada berbagai faktor fundamental yang belum terpenuhi secara penuh oleh Indonesia jika kita melihat dari perspektif kapitalisme tentang apa yang menjadikan sebuah negara disebut sebagai negara maju.
Mengukur Kelayakan Indonesia
Dalam pandangan kapitalisme, sebuah negara dianggap maju jika memenuhi sejumlah syarat, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik. Beberapa syarat utama menurut pandangan ini adalah:
Pertama, pendapatan per kapita.
Pendapatan per kapita Indonesia pada 2022 adalah USD4.580 atau sekitar Rp70,53 juta per tahun. Ini jauh di bawah standar pendapatan per kapita negara maju (USD12.695). Sebagai perbandingan, Korea Selatan, yang sering menjadi contoh negara maju di Asia memiliki pendapatan per kapita USD34.000 atau sekitar Rp523,6 juta. Artinya, Indonesia masih berada dalam kategori negara berpenghasilan menengah bawah.
Kedua, Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
IPM Indonesia pada 2021 berada di angka 0,705 yang menempatkannya dalam kategori pembangunan manusia "tinggi", tetapi masih belum mencapai standar negara maju yang memiliki IPM di atas 0,800. Untuk menjadi negara maju, Indonesia harus meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan secara signifikan.
Ketiga, tingkat kemiskinan.
Meskipun ada penurunan, angka kemiskinan Indonesia pada Maret 2024 masih sebesar 9,03% atau sekitar 25,22 juta orang. Ini cukup tinggi dibandingkan negara maju yang biasanya memiliki tingkat kemiskinan di bawah 3% atau bahkan mendekati nol dalam kategori kemiskinan ekstrem.
Keempat, ketimpangan ekonomi (Rasio Gini).
Rasio Gini Indonesia pada Maret 2024 adalah 0,379, menandakan ketimpangan pendapatan yang cukup tinggi (Tirto.id). Negara maju biasanya memiliki Rasio Gini di bawah 0,30, ini menunjukkan distribusi pendapatan yang lebih merata. Hal ini menandakan bahwa Indonesia masih harus mengurangi ketimpangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta meningkatkan akses ekonomi untuk semua lapisan masyarakat.
Kelima, korupsi.
Tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2022, skor Indonesia hanya 34 dari 100, menempatkannya di peringkat 110 dari 180 negara. Sebagai perbandingan, negara maju seperti Denmark dan Selandia Baru memiliki CPI di atas 85 yang menunjukkan tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan bebas korupsi. Untuk bisa menjadi negara maju, Indonesia perlu memberantas korupsi yang masih merajalela di berbagai sektor.
Keenam, infrastruktur dan teknologi.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah meningkatkan investasi di bidang infrastruktur, terutama melalui proyek jalan tol, bandara, pelabuhan, dan transportasi publik. Namun, kualitas infrastruktur masih tertinggal dibandingkan negara maju, terutama di wilayah pedesaan dan daerah terpencil. Selain itu, akses internet dan teknologi digital masih perlu ditingkatkan, terutama di wilayah pedesaan yang ketersediaan infrastruktur digital masih sangat terbatas (Tirto.id). Negara maju biasanya memiliki infrastruktur yang canggih dan merata di seluruh wilayah.
Ketujuh, tingkat pendidikan.
Pendidikan menjadi salah satu faktor utama. Negara maju memiliki tingkat literasi yang tinggi, akses pendidikan yang merata, dan banyaknya penduduk dengan pendidikan tinggi. Di Indonesia, meskipun tingkat literasi Indonesia sekitar 96%, akses dan kualitas pendidikan masih belum merata di seluruh wilayah, terutama di daerah-daerah terpencil. Banyak lulusan sekolah menengah tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, dan tingkat pendidikan tinggi masih rendah dibandingkan negara maju.
Delapan, kesehatan.
Di negara maju, akses ke layanan kesehatan sangat memadai sehingga memiliki kualitas hidup yang tinggi dan harapan hidup yang panjang. Di Indonesia, meskipun memiliki program BPJS Kesehatan, masih banyak masalah dalam hal akses dan kualitas layanan kesehatan, terutama di daerah-daerah pedesaan.
Berdasarkan data di atas, Indonesia masih belum memenuhi syarat untuk menjadi negara maju. Indonesia masih harus mengatasi berbagai tantangan sebelum bisa mencapai status negara maju.
Kapitalisme Penghambat Indonesia Maju
Selama Indonesia masih mengadopsi sistem kapitalisme, sulit bagi negara ini untuk benar-benar mencapai kemajuan sejati. Mengapa demikian? Karena kapitalisme, dengan segala prinsip dan mekanismenya, menjadikan negara berkembang seperti Indonesia hanya sebagai pasar dan sumber daya bagi negara-negara adidaya. Sistem kapitalisme global pada dasarnya membuat negara-negara berkembang terus bergantung pada negara-negara maju, baik dari segi teknologi, investasi, maupun ekonomi.
Negara-negara adidaya, seperti Amerika Serikat dan Cina, sering kali memanfaatkan ketergantungan ini untuk memperkuat posisinya di peta ekonomi dan politik dunia. Mereka mengambil keuntungan dari sumber daya alam Indonesia, memanfaatkan tenaga kerja murah, dan menjadikan pasar Indonesia sebagai tempat bagi produk-produk mereka. Ini membuat Indonesia sebenarnya masih berada dalam bayang-bayang penjajahan ekonomi, meski tidak secara fisik, melainkan dalam bentuk ketergantungan yang sangat kuat.
Selama Indonesia masih menggunakan kapitalisme sebagai sistem ekonomi, sangat sulit bagi negara ini untuk maju dan benar-benar berdiri di atas kaki sendiri. Potensi sumber daya alam yang besar dan populasi yang melimpah hanya akan menjadi “komoditas” bagi negara-negara adidaya, bukan sebagai modal untuk kemajuan yang berkelanjutan.
Negara Maju Memerlukan Visi, Misi, dan Ideologi yang Jelas
Untuk menjadi negara maju, sebuah negara memerlukan visi, misi, dan ideologi yang kuat sebagai pedoman dalam mencapai tujuannya. Visi dan misi ini harus jelas dan terarah, serta didukung oleh ideologi yang memberikan arah bagi seluruh kebijakan negara. Tanpa itu, kemajuan hanyalah ilusi. Pertumbuhan ekonomi mungkin terjadi, tetapi kesejahteraan yang merata dan berkelanjutan sulit untuk tercapai.
Korea Selatan dan Cina, misalnya, memiliki visi dan misi yang jelas dalam memajukan negara mereka. Cina mengusung ideologi sosialisme, sedangkan Korea Selatan fokus pada pengembangan teknologi dan pendidikan sebagai kunci untuk mencapai kemajuan. Keduanya memiliki arah yang jelas sehingga memungkinkan mereka keluar dari status negara berkembang menjadi negara maju.
Indonesia Maju dengan Ideologi Islam
Jika ingin benar-benar menjadi negara maju, Indonesia harus menggunakan ideologi Islam sebagai sistem negara. Ideologi Islam menawarkan visi dan misi yang jelas dalam hal pengelolaan negara, dengan prinsip-prinsip keadilan, kesejahteraan, dan kesetaraan yang menjadi fondasinya. Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai pengayom yang bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elite.
"Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang kafir." (Surah Al-Ma'idah [5]: 44)
Islam juga menawarkan solusi bagi berbagai masalah yang dihadapi Indonesia saat ini, seperti ketimpangan ekonomi, korupsi, dan ketergantungan pada negara adidaya. Dalam sistem Islam, sumber daya alam dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukan untuk keuntungan korporasi asing atau segelintir individu. Selain itu, sistem pendidikan dan kesehatan juga diatur untuk dapat diakses secara merata oleh seluruh warga negara sehingga kualitas hidup masyarakat dapat meningkat secara keseluruhan.
Dengan ideologi Islam, Indonesia dapat memiliki arah yang jelas menuju kemajuan. Sistem ini tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga pada kesejahteraan sosial, keadilan, dan pemerataan pembangunan. Dengan demikian, Indonesia dapat lepas dari ketergantungan pada negara adidaya, dan benar-benar menjadi negara maju yang menjadi rahmatan lil ‘alamin. Wallahua'lam bishawab.[]
Setuju, Indonesia akan maju jika menjadikan ideologi Islam sebagai landasan aturannya.
Barakallah untuk penulis.
Korupsi harus segera diberantas
Baarakallahu fiik mb vega. Produktif banget ini
Tidak lagi dicengkeram oleh kapitalisme. Baru Indonesia bia jadi negara maju
Indonesia bisa menjadi negara maju selama mengganti sistem sekarang (kapitalisme) dengan sistem yang Allah ridhai (Islam)
Indonesia masih jauh dari kata negara maju karena belum benar-benar serius dalam memajukan bangsa
Indonesia akan mampu menjadi negara besar saat penguasa rida memerintah dengan aturan Allah secara sempurna
Betul, mba. Indonesia masih punya PR besar dalam persoalan mendasar seperti SDM. Sementara akses penddikan dan kesehatan yang bisa menjadi pintu masuk bagi perbaikan SDM makin sulit diakses kecuali oleh mereka yang mampu. Lagi pula untuk apa mengejar predikat maju jika moralitas bangsa carut marut kayak begini.