Hakim Mogok, Bagaimana Hukum Tegak?

Hakim mogok, Bagaimana Hukum Tegak

Adanya aksi mogok hakim memiliki konsekuensi serius terhadap layanan hukum publik yang dapat menghambat akses keadilan bagi masyarakat.

Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Di dalam sebuah negara hukum, kedudukan hakim sangat penting untuk menjaga supremasi hukum itu sendiri agar bisa tegak di tengah masyarakat. Lalu, bagaimana jadinya bila para hakim berencana mengadakan aksi mogok karena menuntut kenaikan gaji atau upah?

Sebagaimana dilaporkan oleh media berita Tempo.co (5-10-2024), akan adanya aksi mogok hakim di Indonesia dari tanggal 7-11 Oktober 2024, perkiraan aksi tersebut diikuti 1.730 hakim. Jumlah tersebut menurut juru bicara gerakan Solidaritas Hakim Indonesia (SHI), Fauzan Arrasyid, kemungkinan bertambah karena secara keseluruhan jumlah hakim yang ada saat ini di Indonesia sebanyak 7.700 orang.

Bila dicermati lebih dalam, tuntutan para hakim untuk kenaikan gaji mencerminkan ketidakpuasan yang lebih luas terhadap kondisi kerja dan kompensasi yang diterima. Sebagai gambaran gaji hakim paling rendah saat ini adalah golongan III A sebesar Rp2,05 juta dan gaji tertinggi adalah golongan IV E sebesar Rp4,9 juta. Selain itu, terdapat pula tunjangan untuk para hakim senilai Rp8,5-14 juta, tergantung pada kelas pengadilan tempat mereka bertugas. 

Walau dinilai cukup besar, tetapi para hakim masih merasa bahwa gaji yang mereka terima tidak sebanding dengan tanggung jawab dan beban kerja yang mereka hadapi. Dengan meningkatnya biaya hidup di tengah situasi ekonomi sekarang yang makin sulit, dan tuntutan profesional yang semakin kompleks, banyak hakim merasa bahwa kompensasi mereka harus disesuaikan agar lebih adil.

Persoalannya, bila aksi mogok tersebut benar terjadi, hal ini akan membawa dampak signifikan terhadap layanan hukum publik yang harus diperhatikan. Mogoknya para hakim akan mengakibatkan penundaan dalam berbagai proses pengadilan. Kasus-kasus yang telah dijadwalkan untuk disidangkan mungkin akan ditunda, yang dapat memperburuk situasi bagi para pihak yang sedang menunggu keputusan hukum.

Keadaan seperti itu, pastinya akan mengganggu proses dan akses terhadap keadilan bagi masyarakat akan terhambat. Masyarakat, terutama mereka yang berada dalam situasi mendesak seperti kasus kekerasan, perceraian, atau sengketa hak asuh, akan merasakan dampaknya secara langsung.

Selain itu, penundaan yang berkepanjangan dapat menyebabkan penumpukan kasus, yang pada akhirnya akan memberikan beban tambahan pada sistem hukum. Hal ini bisa memicu krisis kepercayaan terhadap sistem peradilan. Lebih para lagi, keadaan ini akan memperburuk citra hakim dan pengadilan yang selama ini terpuruk karena banyak kasus hakim yang mudah disetir oleh kekuasaan, terlebih lagi para pemilik modal (oligarki).

Dengan demikian, adanya aksi mogok hakim memiliki konsekuensi serius terhadap layanan hukum publik yang dapat menghambat akses keadilan bagi masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah ini demi menjaga integritas dan efisiensi sistem peradilan.

Qadi dan Keadilan dalam Islam

Pengadilan atau qadi, memegang peranan penting dalam sistem pemerintahan Islam. Qadi bertugas untuk menegakkan keadilan berdasarkan hukum syariat Islam, dan memainkan peran sentral dalam penyelesaian sengketa serta perlindungan hak-hak individu maupun masyarakat.

Dalam sistem Islam, qadi terbagi menjadi tiga, yaitu qadi biasa yang menangani penyelesaian perkara sengketa di tengah masyarakat dalam masalah hubungan individu dan sanksi (uqubat). Lalu, ada pula qadi muhtasib, yaitu hakim yang menangani penyelesaian perkara penyimpangan yang mengganggu kepentingan masyarakat (jemaah). Ketiga, qadi mazalim, yaitu hakim yang mengurusi penyelesaian perkara sengketa yang terjadi antara rakyat dengan kekuasaan (khalifah).

Meskipun keberadaan hakim atau qadi di bawah kekuasaan pemimpin negara (khalifah), tetapi memiliki otonomi dalam menjalankan tugasnya. Dengan kata lain, sekalipun para hakim bertanggung jawab kepada pemimpin (khalifah) tetapi dalam menjalankan tugasnya, mereka harus tetap mempertahankan prinsip-prinsip hukum syariat Islam tanpa intervensi kekuasaan. Realitas seperti ini mencerminkan adanya keadilan dan kesetaraan hukum dalam Islam.

Banyak sekali dalil yang menyebutkan bagaimana keadilan dalam sistem Islam telah mampu menjadi solusi atas segala persoalan kehidupan yang dihadapi masyarakat secara umum. Allah Swt. mengingatkan kaum muslim ketika ada perselisihan suatu hal, maka kembalikanlah masalah tersebut kepada tuntunan syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunah.

Persoalan tuntutan kesejahteraan hidup, termasuk gaji para hakim dalam sistem Islam bisa diatasi dengan dijalankan amanah kekuasaan yang diserahkan pada orang yang tepat. Di dalam surah An-Nisa (4:58), Allah Swt. telah memerintahkan kalian untuk menyerahkan amanah kepada yang berhak dan apabila kalian menghukumi suatu perkara di antara manusia, hendaklah kalian menghukuminya dengan adil. Ayat ini untuk menegaskan betapa pentingnya keadilan dalam pelaksanaan hukum.

Sementara itu, di dalam sebuah hadis riwayat Ahmad, Rasulullah saw. juga mengatakan, bahwa seorang qadi itu adalah perisai bagi manusia. Hadis ini menegaskan peran qadi sebagai pelindung dan penegak keadilan dalam masyarakat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan kedudukan qadi dalam sistem pemerintahan Islam sangat penting untuk menegakkan keadilan dan terjaganya pelaksanaan syariat Islam. Dengan tugas dan tanggung jawab yang besar, qadi berfungsi sebagai perantara dalam menyelesaikan sengketa serta melindungi hak-hak masyarakat, dan tidak akan mudah disuap hanya untuk memenangkan kasus mereka yang berkuasa.

Wallahu 'alam bish-shawaab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Maman El Hakiem Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mata Minus, Epidemi Baru yang Mengancam Generasi
Next
Perempuan Mulia dalam Islam
5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Netty
Netty
1 month ago

hakim juga manusia. Bisa mogok juga. Wkwkwk...

Tami Faid
Tami Faid
1 month ago

Hanya dalam Islam, hakim bisa mendapatkan kesejahteraan sehingga tidak perlu korupsi

Yuli Sambas
Yuli Sambas
1 month ago

Mustanir

Deena
Deena
1 month ago

Hakim juga butuh keadilan dan kesejahteraan. Namun, hal itu hanya bisa terwujud dalam sistem Islam. Karena itu, harusnya jangan berhenti pada tuntutan peningkatan kesejahteraan, tetapi juga agar sistem Islam ditegakkan.

Hanimatul
Hanimatul
1 month ago

Para Hakim ada yang korupsi karena fasilitas yang kurang menyejahterakan dan didukung sistem ini, seharusnya negara memperhatikan dari sisi ujrohnya, kalau dalam Islam difasilitasi penuh meskipun tidak digaji. Wajar hakim saat ini dalam sistem kapitalisme komplain. Barakallah penulis dan NP

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram