Doom Spending, Cemas Masa Depan?

Doom Spending , cemas masa depan

Dalam menyikapi keadaan ketidakpastian ekonomi di masa depan, harusnya bukan dengan cara doom spending, tetapi dengan membelanjakan harta sesuai kebutuhan dan sebagian hartanya dialokasikan untuk sedekah dan amal kebaikan.

Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Belakangan ini di kalangan milenial dan Generasi Z tengah dilanda gaya hidup berbelanja secara berlebihan tanpa melihat risiko di masa depan. Ironisnya, sikap ini dilakukan di tengah situasi ekonomi yang tidak pasti, bahkan mengarah kepada krisis karena pengaruh sistem ekonomi kapitalisme.

Fenomena ini dinamakan doom spending atau pengeluaran yang bersifat impulsif dan berlebihan di tengah ketidakpastian ekonomi, sebagai bentuk perilaku yang mencerminkan respons psikologis terhadap stres dan kecemasan.

Penyebab Doom Spending

Banyak faktor yang memengaruhi generasi muda saat ini melakukan doom spending di antara penyebabnya adalah ketidakpastian ekonomi, termasuk inflasi dan resesi. Hal ini dapat mendorong individu untuk merasa bahwa mereka harus "menikmati hidup" sekarang sebelum peluang hilang. Banyak yang merasa bahwa masa depan finansial mereka tidak pasti, sehingga mereka memilih untuk menghabiskan uang dengan cara yang dianggap memberikan kepuasan instan.

Selain itu, adanya pengaruh peran media sosial. dalam hal ini, platform media sosial sering kali menampilkan gaya hidup glamor yang mengundang keinginan untuk berbelanja. Melihat teman atau influencer yang memamerkan produk terbaru dapat memicu perasaan FOMO (fear of missing out), mendorong individu untuk membeli barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan.

Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan dosen senior di bidang keuangan di King's Business School, Ylva Baeckström. Dalam artikel yang dilansir Liputan6.com (5-10-2024), beliau mengatakan bahwa praktik tersebut tidak sehat dan fatalistik. Pasalnya, anak muda lebih terhubung secara daring dan terus-menerus terpapar berita buruk. Tentunya, keadaan ini yang dapat memengaruhi perasaan dan mendorong kebiasaan belanja buruk mereka.

Penyebab lainnya, bisa karena tingginya tingkat stres, kecemasan, dan depresi di kalangan milenial dan Gen Z yang membuat banyak orang mencari pelarian melalui belanja. Aktivitas ini dapat memberikan rasa kontrol dan kepuasan sementara, meskipun sering kali diikuti dengan penyesalan.

Generasi Z mengalami kecenderungan lebih menghargai pengalaman dibandingkan barang materiel. Namun, saat pengalaman tersebut sulit dijangkau (misalnya, karena pembatasan sosial), belanja barang-barang mewah atau hobi menjadi alternatif untuk merasakan kepuasan.

Faktor lainnya yang turut memengaruhi gaya hidup doom spending, yaitu adanya kemudahan akses ke kredit, banyak milenial dan Gen Z yang terjebak dalam siklus utang. Pembelian dengan cicilan atau aplikasi pembayaran instan memudahkan mereka untuk mengeluarkan uang tanpa berpikir panjang.

Dalam banyak budaya, belanja telah menjadi cara untuk merayakan pencapaian atau mengatasi kekecewaan. Dalam konteks ini, doom spending dianggap sebagai bentuk penghiburan yang wajar, meskipun dapat berujung pada masalah keuangan di kemudian hari.

Oleh sebab inilah, penting bagi individu untuk mengembangkan kesadaran finansial dan mencari alternatif penghiburan yang lebih sehat, serta mendukung satu sama lain dalam menghadapi tantangan yang ada. Meskipun belanja dapat memberikan kepuasan sementara, penting untuk mengenali dan mengelola kebutuhan emosional dan finansial agar tidak terjebak dalam siklus konsumsi yang tidak berkelanjutan.

Butuh Solusi Islam

Dalam Islam, pengelolaan harta dan pengeluarannya dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, tanggung jawab dan menghindari pemborosan. Ada kekeliruan dalam memahami sifat boros yang terkesan melarang orang untuk membelanjakan harta dalam jumlah banyak. Padahal, makna yang sebenarnya adalah menghindari pemanfaatan harta untuk digunakan pada jalan yang haram, walaupun jumlahnya sedikit.

Sebaliknya, pemanfaatan harta untuk keperluan yang baik apalagi menjadi kebutuhan, boleh dilakukan meskipun jumlahnya besar. Jadi sifat boros lebih kepada kualitas pemanfaatan harta bukan pada kuantitasnya. Dengan kata lain jika membeli barang yang banyak untuk dimanfaatkan dengan baik, maka bukanlah termasuk pemborosan. Allah Swt. di dalam Al Qur'an surah Al Isra: 26 telah melarang orang yang menghambur-hamburkan hartanya dengan cara yang salah (haram).

Oleh karena itu, pentingnya niat yang baik sebelum mengeluarkan harta, seorang muslim dianjurkan untuk memiliki niat yang baik, seperti untuk memenuhi kebutuhan, membantu orang lain, atau beramal kebaikan. Rasulullah saw. menyebutkan, bahwa setiap amal tergantung pada niatnya.

Selain itu, penting pula untuk mengutamakan kebutuhan dasar terlebih dahulu sebelum mengeluarkan uang untuk hal-hal yang bersifat sekunder atau tersier. Allah Swt. berfirman di dalam Al-Qur'an surah Al Araf: 31, hendaklah makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.

Dalam menyikapi ketidakpastian ekonomi di masa depan, harusnya bukan dengan cara doom spending, tetapi dengan membelanjakan harta sesuai kebutuhan dan sebagian hartanya dialokasikan untuk sedekah dan amal kebaikan. Sikap seperti ini bukan hanya untuk membantu sesama, tetapi juga dapat membersihkan harta yang kita miliki. Dan menunaikan zakat menjadi solusi agar harta yang kita miliki bersih dan suci. (QS. At-Taubah: 103)

Ingatlah selalu bahwa harta yang kita miliki akan dihisab di akhirat kelak, dari mana harta berasal dan bagaimana pemanfaatannya? Jangan sampai kita termasuk orang yang merugi hanya karena jebakan kenikmatan dunia yang sifatnya sementara. Dari sini pentingnya belajar tentang manajemen keuangan dengan baik sehingga memiliki kecerdasan finansial, dan yang terpenting jangan sampai memakan harta yang haram, apalagi cara memperolehnya dengan cara yang batil pula.

Hal tersebut diperingatkan Allah Swt. di dalam Al Qur'an surah Al Baqarah: 188, kepada orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil.

Oleh karena itu, sebelum membuat keputusan keuangan, dianjurkan untuk mencari ilmu dan nasihat dari orang yang lebih berpengalaman. Sebabnya, Rasulullah saw. mengatakan untuk bertanyalah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui. (HR. Ibnu Majah)

Wallahu 'alam bish-shawaab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Maman El Hakiem Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ojol
Next
Kala Cinta Mantan Menggoda
3.7 3 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

7 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback
4 days ago

[…] Baca: doom-spending-cemas-masa-depan/ […]

Deena
Deena
5 days ago

Belanja sesuai kebutuhan. Jangan sampai menghambur2kan harta untuk sesuatu yg tidak diperlukan. Lebih baik dibelanjakan di jalan Allah

Netty
Netty
6 days ago

Doom spending, gaya gaul yang bikin buntung

Tami Faid
Tami Faid
7 days ago

Setuju, tidak perlu ikut trend, belanja harus dimanajemen

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
7 days ago

Doom spending gaya hidup yang tidak memahami agama. Semua akibat sistem sekularisme sehingga tidak menyandarkan perbuatannya pada akidah Islam. Dimana kewajiban umat adalah mentaati Islam sebagai aturan yang datang dari-Nya

novianti
novianti
7 days ago

Doom spending karena mereka tidak paham bahwa ada hak orang lain dari harta yang dimiliki, harus ada zakatnya, lebih baik infak, sedekah kepada yang membutuhkan. Doom spending muncul akibat dari hanya berpikir untuk kesenangan sendiri atau egois.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
7 days ago

Sepakat, harus bisa memanajemen keinginan belanja. Terlebih keadaan ekonomi yang tidak baik-baik saja.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram