Nama produk Beer dan Wine mengalami pengaburan makna. Produk halal, tetapi menggunakan nama haram. Jangan heran jika masyarakat akan terbiasa dengan nama produk haram.
Oleh. Puput Ariantika, S.T.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com- Indonesia dihebohkan oleh beredarnya minuman bermerek Beer dan Wine yang bersertifikat halal. Masyarakat mempertanyakan kehalalan produk-produk tersebut. Apakah benar-benar halal atau tidak karena nama dari produk-produk itu identik haram.
Pemerintah merespons keresahan masyarakat akan produk dengan nama haram tersebut. Melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), pemerintah menyatakan bahwa produk-produk itu halal dan masyarakat tidak perlu meragukan kehalalannya karena sertifikasinya telah melewati prosedur sebagaimana mestinya. Masalah ini hanya tentang nama, bukan zatnya. (CNCB Indonesia.com, 5-10-2024)
MUI menyatkan bahwa produk Beer yang beredar di masyarakat adalah minuman tradisional yang telah dikenal oleh masyarakat setempat dengan jenis bir pletok. Jenis minuman ini telah mendapatkan sertifikasi halal lantaran masuk kategori hal yang dikecualikan dalam penamaan produk.
Syarat Sertifikasi Halal
Menurut Dirut LPPOM MUI, Mutia Arintawati, produk yang akan disertifikasi halal harus memenuhi kriteria bahan, proses pembuatan, dan nama produk. Adapun kriteria dari sisi nama harus sesuai dengan syariat Islam.
Mengacu pada surat keputusan Direktur LPPOM MUI Nomor SK46/Dir/LPPOMMUI/XII/14, nama produk yang tidak bisa disertifikasi halal, yaitu:
Pertama, nama produk yang mengandung nama minuman keras, seperti rootbeer, es krim rasa rum raisin, dan lain-lain.
Kedua, nama produk yang mengandung nama hewan yang haram dimakan, seperti babi, anjing, dan turunannya, yaitu pig, pork, swine, hog, boar, dan lard.
Ketiga, nama produk yang menggunakan nama setan, seperti tuyul, rawon setan, es pocong, dan lain-lain.
Keempat, nama produk yang mengarah pada kebatilan atau kekufuran serta nama yang memiliki konotasi vulgar, porno, dan erotis.
Adapun dari sisi bahan dan bentuk produk tidak boleh disertifikasi produk yang berbentuk anjing, babi, atau gambar-gambar erotis dan vulgar. Standar ini yang menjadi acuan untuk menyatakan suatu produk itu halal atau tidak. Namun, ada pengecualian terhadap produk yang telah mentradisi, dikenal oleh banyak masyarakat, dan telah dipastikan kehalalannya maka bisa mendapatkan sertifikasi halal, seperti bir pletok yang merupakan minuman tradisional Betawi yang terbuat dari rempah-rempah, seperti jahe, serai, daun pandan, kayu manis, dan secang,
Berdasarkan hal itu, produk dengan nama Beer, Wine, dan Tuyul bisa mendapatkan sertifikat halal MUI karena produk Beer yang beredar di masyarakat masuk kategori bir pletok dan produk Wine yang beredar bukan produk makanan atau minuman, melainkan hanya menyatakan warna pada produk kosmetik, yaitu merah wine
Pengaburan Makna
Pengaburan makna akan berefek besar pada masa mendatang, baik hanya sebuah kata atau nama suatu produk. Kata yang baik bisa menjadi buruk, sebaliknya kata yang buruk bisa menjadi baik, misalnya kata radikal. Kata ini punya makna positif, tetapi karena terjadi pengaburan makna, kata radikal menjadi negatif. Menurut KBBI, radikal adalah mendasar atau mengakar, tetapi karena ada pengaburan makna, orang yang punya pemikiran mendasar dinilai negatif.
Contoh lain adalah pekerja seks komersial (PSK), makna dari kata itu adalah orang yang mendapatkan upah dari aktivitas berzina (makna negatif), tetapi pengaburan makna telah membuat kata PSK, salah satu pekerjaan yang sah-sah saja dilakukan karena dinilai sebuah pekerjaan.
Begitu juga pada nama produk Beer dan Wine yang mengalami pengaburan makna. Produk halal menggunakan nama haram (Beer) maka jangan heran jika masyarakat akan terbiasa dengan nama produk haram. Jika kemudian muncul produk haram dengan nama haram, masyarakat akan biasa saja dan tidak perlu klarifikasi, apakah telah disertifikasi halal atau tidak, yang terpenting telah beredar di masyarakat. İni artinya boleh dibeli dan dikonsumsi, toh kemungkinan cuma namanya yang haram, bukan zatnya.
Jaminan Halal Sulit Digapai
Standar hidup kaum muslim adalah halal dan haram, baik dari aspek perbuatan, makanan, dan minuman. Dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah 168, Allah Swt. berfirman,
"Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata."
Kehalalan makanan dan minuman sulit terjamin di sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Kapitalisme memiliki standar manfaat dalam setiap aspek, termasuk makanan dan minuman. İni menjadi kesulitan tersendiri bagi kaum muslim untuk memperoleh makanan halal karena tidak ada yang menjamin suatu produk itu halal atau tidak. Meskipun ada lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal, tidak menjamin bahwa produk itu benar-benar halal.
Baca juga: Hilang Akal Hilang Rasa Kemanusiaan
Kasus manipulasi halal pernah terjadi pada produk roti merek Okko. Produk ini telah mendapatkan sertifikat halal pada 27 Juni 2023 dan dicabut pada 1 Agustus 2024. Alasan pencabutan karena ditemukan bahan pengawet yang berbeda saat proses sertifikasi dan saat dipasarkan. Bahan pengawet untuk proses sertifikasi menggunakan kalsium propionate dan untuk dipasarkan menggunakan natrium dehidroasetat, bahan yang menyebabkan kanker, gangguan hati, dan ginjal. Bayangkan, masyarakat telah mengonsumsi roti Okko selama satu tahun. (BPJPH.halal.co.id)
Setelah satu tahun, pemerintah baru bertindak. Ke mana pemerintah selama ini? Tidak heran memang karena kapitalisme telah menjadikan negara hanya berfungsi sebagai regulator, bukan pengurus rakyat. Negara abai pada aspek pengontrolan. Produsen bebas menipu demi keuntungan dan mengabaikan kesehatan konsumen. İni masih satu kasus, ada banyak kasus kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga sertifikasi halalnya. Bahkan para produsen menganggap sertifikasi halal hanya sebatas administrasi.
Islam Menjamin Kehalalan Produk
Setiap perbuatan kaum muslim harus terikat dengan hukum syarak, termasuk dalam hal makanan dan minuman. Kewajiban inilah yang menjadikan kaum muslim berhati-hati dalam memilih makanan. Makanan sangat memengaruhi perbuatan seseorang. Jika makanannya baik, seseorang akan mudah melakukan kebaikan. Begitu pun sebaliknya, jika makanannya buruk, seseorang akan cenderung melakukan kemaksiatan. Oleh karenanya, penting bagi kaum muslim untuk memastikan makanan yang dimakannya.
Islam memiliki sistem pemerintahan yang menerapkan syariat secara menyeluruh, termasuk menjamin kehalalan produk makanan untuk rakyatnya. Begitu juga, Islam membolehkan siapa saja melakukan jual beli, tetapi melarang menjual produk yang haram atau pun berbahan haram. Adanya sistem sanksi dalam Islam akan memastikan siapa saja yang melakukan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai syariat.
Semua sistem syariat itu bisa berjalan jika diterapkan dalam sebuah negara, yaitu Khilafah Islam. Tiga pilar pembentukan Khilafah Islam, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan negara. Setiap individu yang bertakwa tidak akan mengonsumsi makanan yang haram, begitu pun para produsen tidak akan memproduksi produk yang mengandung bahan haram. Jika terjadi penggunaan bahan haram pada suatu produk, ada masyarakat yang senantiasa mengingatkan dan melaporkannya ke negara. Bagi pelaku kecurangan dengan menjual produk haram akan mendapat sanksi hukum dari negara.
Khatimah
Sistem Islam akan menjamin kehalalan setiap produk karena itu adalah bagian dari syariat Islam yang merupakan perintah Allah Swt. Oleh karena itu, Islam tidak membutuhkan sertifikat halal yang dilakukan hanya demi kelengkapan administrasi. Wallahua'lam bishawab. []
Kalau itu jelas minuman halal, mengapa harus memakai nama yang haram?
Ga dikaburkan aja banyak yang beredar, apalagi dikaburkan. Umat makin kesulitan melihat yang benar dan salau, yang haram dan halal.
Pengaburan makna yg berbahaya. Pakai nama produk yg aneh2 atau yg identik dgn sesuatu yg buruk supaya beda dan viral. Katanya sebagai strategi pemasaran. Hadeuh...
Kan bisa, ya, pakai nama yg bagus, yg kesannya positif, atau yg imut2 lucu gitu buat menarik konsumen.. Nama kan bisa jadi doa dan harapan, makanya dikasih nama yg baik2..
Sangat berbahaya bagi generasi muda yang tidak tahu tentang halal dan haram, sehingga semakin menjerumuskan para generasi
Jika dibiarkan batas antara halal dan haram bisa makin rancu
Subhanallah.. bisa bahaya sih kalau sertifikasi seperti ini dibiarkan terus.. negara wajib menjamin kehalalan dan kebaikan produk pangan rakyatnya..