Duaaarrr! Kini publik pun dibingungkan dengan postingan yang geger di medsos. Beer dan Wine benda haram bersertifikat halal.
Oleh.N' Aenirahmah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Bukan kali ini saja publik dibuat bingung dengan kata-kata ambigu. Sebelumnya, ada pernyataan dari penguasa yang menepis jika "Yang diekspor itu sedimen, bukan pasir!" Seolah mengulang gagal paham mengenai kebijakan, "Yang tidak boleh itu mudik, sementara pulang kampung boleh".
Duaaarrr! Kini publik pun dibingungkan dengan postingan yang geger di medsos. Beer dan Wine benda haram bersertifikat halal. Produk tersebut adalah sejenis minuman beralkohol yang terbuat dari fermentasi buah anggur dan memiliki kadar alkohol 12—15%. Sejenis ini tergolong minuman keras yang terlarang dalam Islam. Otomatis rakyat Indonesia yang mayoritas muslim pun beraksi, mempertanyakan kenapa Beer dan Wine benda haram bisa bersertifikat halal?
Saling Tuduh Kehalalan Beer dan Wine
Dilansir dari tvonenews.com, 02 Oktober 2024, Mamat Salamet Burhanudin sebagai Kepala Pusat dan Sertifikasi Halal mengatakan, masyarakat tidak perlu ragu dengan produk yang telah bersertifikat halal karena telah melalui sertifikasi halal yang didapat dari Komisi Fatwa MUI sesuai mekanisme yang berlaku.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh pun menyanggah bahwa MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan produk di atas. Sebab menurutnya, kehalalan produk di atas tidak melalui audit dari Lembaga Pemeriksa Halal dan tanpa penetapan kehalalan dari Komisi Fatwa MUI. Selama ini MUI sangat konsisten terhadap standar kehalalan, yakni dilihat dari produk yang tidak mengandung unsur haram, baik keharaman dari sisi bahan maupun penamaannya. (Republika.co.id, 06-10-2024)
Polemik Beer dan Wine, Ada Peran UU Ciptaker?
Sejak tahun 2019, sertifikasi halal berpindah tangan dari MUI ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Hal ini ditandai dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 31/2019 sebagai pelaksanaan UU Jaminan Produk Halal No. 33/2014. Dengan demikian, beralihlah otoritas sertifikasi produk halal dari LPPOM MUI kepada BPJPH di bawah Kemenag.
Keterlibatan lembaga untuk memeriksa kehalalan produk pun diatur dalam UU sapu jagat Ciptaker. Hal ini lantaran perlu adanya lembaga yang terlibat dalam pemeriksaan halal selain MUI. Di dalam UU Ciptaker juga ada penghapusan beberapa syarat bagi auditor halal.
Syarat sebelumnya, seorang auditor wajib beragama Islam, warga negara Indonesia, memiliki wawasan luas tentang kehalalan sesuai syariat agama (Islam), berpendidikan minimal S-1 (di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi atau farmasi) yang kemudian syarat-syarat di atas dihapus. Dengan demikian, terbukalah kesempatan bagi siapa pun untuk menjadi seorang auditor kehalalan produk, asal mengikuti pelatihan.
Nuansa Hidup dalam Kapitalisme Sekuler
Jelas, spirit sertifikasi halal ala UU Ciptaker bukan semata demi menjamin dan memastikan kehalalan produk dengan landasan iman. Bukan pula untuk mengakomodasi jaminan produk halal bagi umat Islam. Hal ini hanya formalisasi dan labelisasi demi merebut pangsa pasar umat Islam yang besar. Demi mendulang untung, nama-nama produk seperti Beer dan Wine pun digunakan.
Memang benar, ketika hidup di negeri sekuler untuk menjaga ketakwaan diserahkan kepada individu, tidak ada peran negara. Bukan hal yang mudah memercayakan kehalalan kepada penguasa yang tidak memiliki integritas ketakwaan. Terbukti, pengurusan negara dalam kehalalan dan keharaman produk makanan masih sangat rendah. Uji sample untuk bersertifikat halal memang dilakukan, tetapi tidak disertai sanksi yang tegas terhadap para pelanggar.
Baca: wine-halal-mempermainkan-sertifikat-halal/
Terlebih ketika pemerintah menargetkan pada tahun 2024 Indonesia sebagai pusat produk halal dunia. Lalu melalui UU Omnibus Law dimasukkan pula UU JPH ke dalam klaster Permudahan Perizinan Usaha. Sejak itulah ramai-ramai perusahaan kecil, menengah hingga besar mengajukan pendaftaran dan perpanjangan sertifikasi halal melalui BPJPH.
Berlindung di balik dalih untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional dan daya saing global, sertifikasi halal pun dibuat main-main. Alasannya, demi mendorong pertumbuhan UMKM yang 99 persen disebut telah memberikan kontribusi utama dalam struktur ekonomi Indonesia. Sayangnya, kehalalan produk diabaikan.
Mekanisme Islam dalam Menjamin Kehalalan
Persoalan halal adalah persoalan yang sensitif di tengah umat. Penggunaan nama Beer dan Wine untuk minuman halal tentu sangat sensitif bagi umat Islam. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam wajib mengamalkan aturan Islam, termasuk dalam masalah makanan. Islam memiliki standar umum dalam masalah makanan, yaitu halal dan tayib.
Islam pun memiliki mekanisme khas dalam menjaga kualitas kehalalan suatu produk, yaitu:
Pertama, negara akan mengoptimalkan perannya sebagai raa'in yang bertanggung jawab mengurusi urusan rakyat. Rasulullah bersabda terkait tanggung jawab pemimpin bahwa: "Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR. Muslim)
Langkah realnya, negara akan menyusun kurikulum sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah. Dengan demikian, tidak akan ditemukan mata kuliah yang meracik minuman beralkohol, sebagaimana yang terjadi saat ini di Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata.
Dari sistem pendidikan Islam ini akan lahir para individu yang bertakwa. Tolok ukur dalam perbuatan akan mewarnainya ketika ia menjadi penguasa, pengusaha, hakim, pedagang, dan rakyat biasa. Bekal ketakwaan menjadi benteng bagi dirinya terhindar dari manipulasi dan penyimpangan lainnya.
Kedua, negara akan memberikan edukasi terhadap seluruh rakyat dalam membangun ketakwaan. Bisa melalui berbagai siaran media televisi maupun media sosial lainnya. Dengan demikian, masyarakat akan paham bagaimana menghindarkan diri dari penggunaan produk yang terindikasi mengandung unsur keharaman. Seperti: daging hewan yang tidak sesuai penyembelihan menurut syariat Islam, penggunaan angciu pada makanan, keju, puding, cake, dan backery yang mengandung unsur gelatin babi, dsb.
Hal di atas merupakan bentuk keseriusan negara dalam melindungi rakyat dari kerusakan dan keharaman makanan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: "Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram kecuali neraka lebih utama untuknya." (HR. At-Tirmidzi)
Ketiga, negara akan melarang dan menutup pabrik-pabrik makanan dan minuman haram, melarang memperjualbelikannya, dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku. Mulai dari produsen, distributor hingga konsumen.
Selain itu, dalam hal minuman keras atau sejenis khamar, termasuk Beer dan Wine, Islam telah melaknat sembilan golongan berdasarkan hadis Imam Ahmad. Mereka adalah peminum, yang menuangkan minuman, penjual, pembeli, yang memeraskan, yang meminta untuk diperaskan, pembawa, yang meminta dibawakan, dan yang menikmati hasilnya.
Keempat, negara akan memberlakukan sistem sanksi dalam Islam. Mengangkat para aparatur hukum yang bertugas secara preventif dan kuratif. Bagi para pelanggar akan dikenakan sanksi sesuai kadar kesalahannya berdasarkan ijtihad para hakim, mulai dari sanksi takzir hingga hudud.
Khatimah
Demikianlah, dalam sistem Islam akan tercipta ketenteraman, keamanan, dan kedamaian karena rakyat memiliki pemimpin sebagai pelindung. Pemimpin akan menjaga rakyatnya dari kerusakan dunia dan membimbing ke jalan yang lurus hingga selamat sampai akhirat. Dengan demikian, rakyat pun tidak akan ragu terhadap kehalalan sebuah produk sebagaimana polemik kehalalan Beer dan Wine saat ini.
Dalam penerapan Islam kaffah membutuhkan institusi negara yang lahir dari perjuangan. Sudah saatnya kita memperjuangkan tegaknya institusi Islam yang akan membawa negara dalam kondisi baldatun tayibatun wa rabbun gafur karena Islam rahmatan lil-'alamin.
Wallahualam bissawab.[]
Demi meraih laku di pasaran dan keuntungan makin bebas pula produk pun berlomba-lomba mencap Halal. Dengan didasari sistem kapitalisme dan mengejar keuntungan tanpa menimbang halal dan haram. Sebetulnya produknya halal tapi menyamarkan namanya kepada produk yang biasa memakai nama produk yang diharamkan, makin bingung masyarakat. Barakallah penulis,
Begitulah hidup dalam naungan sekuler yang materialistis..wa fiik barakallah
Negeri muslim terbesar tapi sangat miris. Jauh dari syariat, bahkan para pejabatnya juga, astaqfirullah
Saatnya ganti sistem, salam perjuangan!!!
Kapitalis berusaha mengelabui, lama2 kehalalan menghilang dipermukaan dan orang pun sdh tak peduli. Makin sulit membedakan antara halal dan haram. Makin rusaklah negeri ini. Astagfirullah.
Sistemik ya terasa dari obrolan teman yang anaknya sekolah di perhotelan. Justru kurikulumnya itu mewajibkan para mahasiswa/i untuk meracik dan meminum hasil racikannya, padahal mengandung unsur keharaman. Astagfirullah liberal
Upaya sistemik menghancurkan pemahaman dan kehidupan umat islam
Ketika sistemik daya rusaknya dahsyat
Astaghfirullah ini kenyataan dunia kapitalisme. Kita mesti harus paham dan berhati-hati dalam mencari makanan dan minuman yang halalan thoyiban sesuai syariat Islam.
Keren naskahnya
Terimakasih Bu Dewi sayang...
Barakallah Bu Een, naskahnya keren
Masih belajar teh, alhamdulillah bersyukur bisa tayang di NP
na'udzubillahi min dzalika, beratnya tanggung jawab penguasa tentang hal ini. Halal haram dijadikan main-main.
Beda dengan sistem Islam.para pemimpin benar² sebagai pengembala yang membawa umatnya menuju jalan keselamatan