Hadirnya program penunjang bagi guru memang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pengajaran. Namun, selama asas yang digunakan adalah sekuler kapitalisme, maka hanya mampu mewujudkan generasi penerus ideologi kapitalisme.
Oleh. Firda Umayah|
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan kembali digelar tahun ini. Sebanyak 59.019 mahasiswa menjadi target dari program tersebut. Proses seleksi telah dimulai. Bahkan, pendaftaran PPG sudah ditutup sejak 12 September lalu. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nunuk Suryani, menyebutkan bahwa lulusan program PPG Prajabatan diharapkan dapat menggantikan guru pensiun untuk mengubah paradigma pendidikan. (tempo.co, 23/09/2023)
PPG Prajabatan adalah program pendidikan profesi yang bertujuan untuk mencetak guru yang profesional, komitmen, dan pembelajar sepanjang hayat. Program ini diselenggarakan bagi lulusan sarjana atau sarjana terapan dan diploma IV dari jurusan pendidikan maupun nonpendidikan. Program yang berjalan selama dua semester ini terdiri dari perkuliahan, praktik kerja lapangan, proyek kepemimpinan, dan pendampingan. Diharapkan, program ini dapat mengatasi kebutuhan guru yang ideal untuk mengatasi berbagai masalah di sektor pendidikan termasuk dalam pembentukan karakter peserta didik sesuai visi negara. Lantas, benarkah program ini dapat berjalan memenuhi harapan tersebut?
Antara Harapan dan Realitas
Pada dasarnya, program PPG Prajabatan merupakan bagian dari rangkaian program untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Profil ini tertuang dalam visi dan misi Kemendikbud dengan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024. Profil pelajar Pancasila diharapkan mampu menjaga kebinekaan global, menjadi pelajar yang mandiri, kreatif, kritis, beriman, dan terhindar dari ide radikalisme. Oleh karena itu, program PPG Prajabatan tidak lepas dari materi profil pendidikan Indonesia, pemahaman tentang peserta didik dan pembelajarannya, design thinking, inovasi kejuruan, pendidikan kewirausahaan, dll. Guru yang mengikuti program ini juga dilengkapi dengan proyek kepemimpinan agar dapat mengajar sesuai dengan harapan pemerintah.
Jika dilihat lebih dalam, program PPG Prajabatan yang bertujuan untuk menggantikan guru pensiun memang diarahkan untuk mengubah paradigma pendidikan lama agar sesuai dengan paradigma baru yang telah dirancang. Sasaran guru PPG juga sengaja dipilih usia muda (maksimal 32 tahun) agar paradigma baru yang diberikan dapat diajarkan dalam waktu yang cukup lama hingga guru-guru tersebut pensiun. Sayangnya, paradigma baru yang dibangun bermuara pada asas sekuler kapitalisme yang hanya menguntungkan para kapitalis untuk menghasilkan tenaga kerja terdidik. Kalaupun ada aspek keimanan yang diberikan dalam profil pelajarnya, itu pun tak cukup untuk membentuk karakter yang benar-benar beriman dan berakhlak mulia. Sebab, di satu sisi peserta didik diberikan kebebasan untuk meyakini agama tertentu, di sisi lain mereka harus mengakui semua agama sama dan tidak boleh ada klaim kebenaran dari agama tertentu. Belum lagi ketika kebinekaan global termasuk keragaman budaya tetap harus dilestarikan. Budaya-budaya yang bertentangan dengan syariat Islam pun tak boleh ditinggalkan.
Meskipun bekal dalam program PPG dapat menunjang guru untuk paham teknologi dan ragam pengajaran yang baik, tak dapat dimungkiri juga bahwa batasan peserta guru program ini merupakan bukti bahwa pemerintah tak mampu mengayomi semua guru agar mendapatkan profil profesionalisme guru yang memadai. Bayangkan saja, jika pengganti guru pensiun hanya guru lulusan program PPG, sedangkan jumlah guru yang dibutuhkan lebih banyak maka negeri ini akan kekurangan guru. Guru yang makin berkurang jelas akan memengaruhi kualitas pengajaran dan hasilnya. Oleh karena itu, butuh perhatian lebih besar dari negara agar kebutuhan guru berkualitas dapat terpenuhi.
Perhatian itu tidak hanya dalam bentuk program yang harus diikuti oleh guru, namun juga pada jaminan kesejahteraan yang didapatkan guru. Bukan rahasia lagi bahwa upah guru di negeri ini jauh dari kata sejahtera. Ungkapan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa seakan menjadi pembenaran bahwa guru yang baik adalah mereka yang mengabdi tanpa memperhatikan besarnya upah. Padahal, mendapatkan upah yang sesuai merupakan hak bagi setiap pekerja termasuk guru. Belum lagi dengan sejumlah administrasi yang harus dilengkapi guru sebelum dan sesudah mengajar. Ini tentu membutuhkan modal lebih dalam mengajar. Baik modal tenaga, harta, pikiran, waktu, dll. Kurangnya perhatian pemerintah pada nasib guru khususnya tenaga didik honorer kerap membuat para pendidik tidak fokus pada amanah mengajarnya. Masih banyak ditemui guru yang menyambi pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Islam Mencetak Guru Andal Bertakwa
Dalam pandangan Islam, guru merupakan salah satu pilar pembangun bangsa yang tidak boleh diabaikan. Guru adalah pendidik dan pencetak generasi gemilang untuk peradaban Islam. Oleh karena itu, Islam menjadikan guru sebagai sosok yang harus dimuliakan. Allah Swt. juga mengangkat derajat orang-orang yang berilmu beberapa derajat sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Mujadalah ayat 11.
... وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ ...
“Dan apabila dikatakan, 'Berdirilah kamu,' maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat orang-orang beriman di antara kamu beberapa derajat...”
Perlu diperhatikan, kemuliaan guru tidak hanya terletak pada ilmu yang dimilikinya. Melainkan juga pada kepribadian Islam yang melekat pada dirinya. Kepribadian Islam ini terbentuk dari lingkungan hidup yang menerapkan syariat Islam secara keseluruhan dalam aspek kehidupan. Ya, hanya dalam sistem Islam guru andal yang bertakwa akan hadir di tengah-tengah masyarakat. Ini karena negara Islam akan memberikan perhatian besar di sektor pendidikan dan memberikan jaminan kesejahteraan bagi guru andal yang diharapkan oleh negara.
Sistem pendidikan yang diberikan pada peserta didik adalah sistem pendidikan berbasis akidah Islam dan ditunjang dengan pemahaman (tsaqafah) Islam yang utuh. Sarana prasarana pendidikan, juga diberikan negara dengan mengambil dana dari baitulmal atas pengelolaan kekayaan alam. Jika negara perlu meningkatkan kualitas guru, maka negara akan mengadakan program yang menunjang bagi semua guru yang mengajar. Dengan demikian, tidak ada guru yang tidak mendapatkan peningkatan kualitas pendidikan dan pengajarannya.
Tak hanya itu, upah guru juga disesuaikan dengan keahlian dan amanah yang dimilikinya. Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khaththab, misalnya. Guru-guru di Madinah mendapatkan upah 15 dinar yang setara dengan 60 juta rupiah. Lebih dari itu, akidah Islam yang kuat pada setiap muslim menjadikan mereka berlomba dalam kebaikan untuk memberikan kontribusi terbaik bagi peradaban Islam dengan semangat ukhrawi. Oleh karena itu, maka tak heran selama peradaban Islam tegak lahir banyak ilmuwan muslim dan ulama yang memberikan sumbangsih besar.
Penutup
Hadirnya program penunjang bagi guru memang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pengajaran. Namun, selama asas yang digunakan adalah sekuler kapitalisme, maka hanya mampu mewujudkan generasi penerus ideologi kapitalisme. Sebaliknya, ketika program penunjang dibangun berdasarkan akidah Islam, maka akan mampu mewujudkan generasi andal yang bertakwa. Sebab Islam meniscayakan ilmu untuk amal dan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat sebagai amal jariah. Wallahu a'lam bishawab.[]
Selama pendidikan masih mahal, kesejahteraan guru diabaikan, kualitas sarana dan prasarana sekolah masih rendah, serta kurikulum yang masih 80% teori dan praktek hanya 20%, maka sistem pendidikan di negeri ini masih jauh dari kata maju...
Terlebih ketika pendidikan agama sangat minim.
Ya, benar sekali
Guru menjadi garda terdepan saat anak-anak berada di sekolah. Namun ketika yang dikejar hanya ilmu akademik tanpa memperhatikan akidah Islam, maka itu semua sia-sia. PPG hanya sekadar jalan memuluskan ide moderasi Islam yang merupakan keturunan sekulerisme liberal.
Berbagai program untuk mencetak guru tanpa didukung dengan Sistem yang sahih akan percuma, sebab bagaimana guru mau fokus mengajar, sedangkan ada kebutuhan hidup keluarga yang juga difikirkan. Kesejahteraan tidak dijamin, namun dituntut untuk profesional.
PPG atau program apa pun yang selama ini digaungkan untuk menunjang kualitas, profesionalitas, dan kesejahteraan guru tampaknya tidak akan memberi perubahan signifikan. Karena sejatinya tujuan utama pengurusan rakyat bukanlan terletak pada individunya, tapi pada sisi bisnis dan keuntungan.
Islam yang memuliakan guru.
Memang benar Mbak..hanya sistem saja yang bisa menghargai jasa guru dengan sebaik- baiknya. Bahkan Allah Swt. sendiri telah menjanjikan mengankat derajat orang-orang yang beiman dan
Yang berilmu beberapa derajat. Maaf memberi sedikit masukan ya..Di naskah Mbak Firda terjamah surat Al- Mujadalah ayat 11 lebih bagus lagi kalau dirulis lengkap. ...Orang - orang yang beriman dan yang berilmu....karena terkait topik tulisannya
Jazakillah khoiron katsiron atas koreksinya, mbak. Memang benar, ada kata berilmu yang terlewatkan. Maaf
PPG program peningkatan kualitas guru beserta kesejahteraannya. Menunjukkan banyak guru-guru di Indonesia masih belum sejahtera. Selama asasnya adalah sekularisme, selama itu pula guru berkualitas tak akan banyak berdampak bagi peningkatan kualitas generasi.