Memutus Rantai HIV/AIDS, Tugas Mulia Manusia Bertakwa

Atas nama kebebasan banyak pihak yang menyebut bahwa peningkatan HIV/AIDS akibat dari perilaku hubungan seksual yang tidak aman.

Oleh. Zidniy Ilma
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dilansir dari katada.id, kasus positif HIV/AIDS di Kota dan Kabupaten Bima meningkat. Di tahun 2023 ini dilaporkan ada 80 orang positif mengidap penyakit mematikan ini, dengan rincian 60 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Humas RSUD Kabupaten Bima, dr. Akbar menyatakan, dari jumlah kasus tersebut, 5 orang meninggal dunia beberapa bulan lalu. Terdapat pula 3 orang balita yang sudah tertular sejak berada dalam kandungan.

Kebebasan Berujung Kebablasan

Fakta peningkatan kasus HIV/AIDS tidak hanya terjadi di Kota dan Kabupaten Bima saja. Peningkatan ini terjadi merata di seluruh daerah di Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa faktor terbesar penyumbang HIV/AIDS ialah perilaku hubungan seksual. Di antaranya seperti perilaku bergonta-ganti pasangan (berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan) serta hubungan seksual sesama jenis. 

Di Indonesia sendiri perilaku seperti ini bisa dikatakan dilegalkan. Benarkah seperti itu? Mari kita lihat faktanya.

'Berhubungan badan lebih dari satu pasangan'. Kalimat tersebut mungkin terkesan negatif, namun jika kita melihat fakta yang ada di lapangan, maka kita akan menemukan hal tersebut memang lumrah terjadi. Gonta ganti pasangan sudah menjadi hal yang biasa di kalangan masyarakat, bahkan generasi muda. Mengapa hal yang tidak manusiawi ini bisa terjadi?

Kebebasan berperilaku merupakan turunan langsung dari konsep freedom of speech dan freedom from want yang dideklarasikan oleh F.D. Roosevelt, saat ia menjabat sebagai Presiden AS pada tahun 1942. Ide ini merupakan napas dari sistem demokrasi yang pada akhirnya secara tidak langsung telah melegalkan perilaku bejat layaknya hewan seperti yang dikemukakan di atas.

Selain itu, kebebasan berperilaku tanpa batas itu telah ditopang oleh beberapa UU yang ada di Indonesia. Salah satunya ialah UU-TPKS yang baru disahkan pada April 2022 lalu. Sebelum disahkan, UU ini mendapatkan pertentangan dari banyak pihak dikarenakan pengesahannya dianggap sama dengan menggelar karpet merah pada kasus perzinaan dan LGBT.

Faktor selanjutnya ialah LGBT, yang diberi panggung oleh negara dan juga masyarakat pada umumnya. Jika di paragraf sebelumnya kita membahas perilaku bejat layaknya hewan, perilaku menyimpang LGBT bisa dikatakan lebih rendah derajatnya daripada hewan. Perilaku yang telah dimaklumi, bahkan mendapat tepuk tangan yang meriah dalam berbagai kesempatan ini sudah merebak hingga ke pelosok-pelosok daerah. Padahal, begitu banyak kajian ilmiah yang secara nyata menunjukkan keterkaitan besar perilaku ini dengan transmisi HIV/AIDS.

Itulah mengapa angka HIV/AIDS terus mengalami peningkatan. Meski tindakan medis maupun kebijakan sosial terus bermunculan untuk mencegah dan mengatasi masalah ini, namun akar masalah utamanya masih dibiarkan tanpa penanganan. Sungguh, kebebasan yang sejatinya adalah suatu kebablasan, saat ini dilindungi oleh undang-undang. Maka tidak keliru jika kita katakan bahwa negara berperan besar dalam pembiaran kejadian HIV/AIDS dari waktu ke waktu!

Keran Kebebasan Berujung Salah Penanganan

Negara memiliki peran yang besar dalam membangun sebuah peradaban. Ia akan dikenang tergantung dari jejak sejarah yang diciptakannya. Sejarah yang membuahkan prestasi atau justru kenangan kelam yang tak akan diikuti oleh peradaban selanjutnya. Semua kembali kepada kebijakan yang diambil oleh negara tersebut. 

Hari ini, hampir semua negara yang ada di dunia, termasuk Indonesia menerapkan sistem sekularisme kapitalisme. Sistem atau ideologi ini meniscayakan pemisahan agama dari kehidupan, sehingga aturan agama yang berasal dari Sang Pencipta tak diindahkan. Demokrasi liberal sebagai sistem pemerintahan merupakan anak kandung dari sekularisme kapitalisme, yang pada akhirnya akan senantiasa mengedepankan kebebasan dalam segala aspek. Tak heran jika perilaku bejat layaknya hewan, bahkan lebih rendah dengan sengaja diloloskan melalui UU.

Atas nama kebebasan, tak jarang banyak pihak baik dari kalangan masyarakat maupun pemerintah menyebut bahwa HIV/AIDS meningkat akibat dari perilaku hubungan seksual yang tidak aman. Sehingga solusinya pakailah pengaman. Padahal seks bebas (pun dengan pengaman) merupakan perilaku menyimpang yang tidak dibenarkan dalam agama. Sekaligus perilaku yang tidak manusiawi dilihat dari kacamata manusia.

Keran kebebasan juga dibuka lebar-lebar mengatasnamakan hak asasi manusia. Sektor pendidikan yang seharusnya menjadi cikal bakal lahirnya generasi penerus bangsa serta benteng pertahanan bagi mereka, faktanya justru malah berkebalikan. Pemerintah mencekoki generasi dengan paham moderasi beragama yang sejatinya merupakan program deradikalisasi dari Barat untuk melemahkan dan mendangkalkan akidah umat. 

Generasi hari ini didesain untuk menyukseskan program tersebut, meski sejatinya masalah generasi hari ini ialah pergaulan bebas dan sejenisnya, bukan soalan toleransi dan radikalisme. Malah justru konten-konten pornografi dan LGBT sangat mudah untuk diakses. Kembali lagi, paham kebebasan dibiarkan sebagai napas kehidupan. Dan selama ada keuntungan bagi pemilik modal, apa pun bisa dihalalkan.

Ketika semuanya sudah kadung terjadi, solusi tambal sulam muncul bak pahlawan kesiangan. Dilansir dari kemenkopmk.go.id, Kementerian Kesehatan dan para mitra mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk meraih sukses mencapai Three Zero pada tahun 2030. Targetnya ialah tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV, tidak ada lagi kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). 

Dalam rangka mencapai target itu, Kementerian Kesehatan menerapkan strategi akselerasi STOP (Suluh, Temukan, Obati dan Pertahankan). Suluh dilaksanakan melalui edukasi yang menargetkan sekitar 90% masyarakat paham HIV; Temukan dilakukan melalui percepatan tes dini dan diharapkan sekitar 90% ODHA tahu statusnya; Obati dilakukan untuk mencapai 90% ODHA segera mendapat terapi ARV; dan Pertahankan yakni 90% ODHA dengan ART tidak terdeteksi virusnya. 

Sebuah target yang mulia memang, namun langkah ini ibarat menampung air hujan dari plafon yang bocor. Bukan plafonnya yang diperbaiki, tetapi malah sekadar menyiapkan wadah untuk menampung air yang bocor.

Takwa, Pemutus Rantai HIV/AIDS

Penting untuk menggarisbawahi bahwa peran negara amat berpengaruh dalam membangun karakter masyarakat. Termasuk kebiasaan yang akan menentukan status kesehatan masyarakat itu sendiri. Lagi-lagi, semua kembali pada aturan atau sistem yang dianut oleh negara tersebut. 

Sistem sekularisme kapitalisme yang meniadakan peran Tuhan jelas akan menimbulkan perpecahan dan kerusakan. Manusia dengan kemampuan akal yang terbatas sudah seharusnya tunduk pada Penciptanya. Ketundukan inilah yang membuat mereka mengakui diri sebagai makhluk, bukan Pencipta, dan secara pongah membuat aturan semaunya sendiri. Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat : 56). Makna beribadah di sini ialah bahwa jin dan manusia diminta untuk taat dan tunduk pada seluruh syariat yang telah Allah turunkan.

Perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan norma agama (baca: syariat Islam) wajib dihapuskan. Mengapa harus Islam? Karena Islamlah satu-satunya agama yang memiliki aturan lengkap yang mengatur kehidupan. Aturan yang berasal dari Pencipta manusia sudah pasti akan membawa kemaslahatan. Negara yang menerapkan aturan Islam akan menjaga perilaku masyarakatnya, bahkan tiap-tiap individunya. Tidak ada istilah kebebasan atas nama HAM. Semua dipandang sebagai makhluk yang tunduk pada aturan-Nya.

Bangunan ketakwaan yang dibentuk oleh negara melalui pendidikan akan membuat mereka paham jati dirinya sebagai seorang muslim, bahkan sebagai manusia (makhluk). Akan tercipta generasi yang berkepribadian Islam, sehat fisik dan jiwa, serta pergaulan islami yang akan menjaga kehormatan. Jangankan penyakit menular seperti HIV/AIDS, perilaku-perilaku menyimpang atas nama kebebasan pun akan musnah dalam sistem Islam.

Jika sudah sedemikian sempurnanya sistem kehidupan yang dijalankan dalam daulah Islam, namun masih juga ada yang melakukan penyimpangan, maka penguasa tidak akan segan-segan untuk memberikan sanksi yang tegas. Bagi pelaku zina yang belum menikah, maka hukumannya sesuai dengan QS. An-Nur ayat 2 yang artinya, "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman." 

Dan bagi laki-laki serta perempuan yang sudah menikah kemudian berzina, maka sanksinya lebih tegas lagi, yakni dirajam sampai mati. Begitu pun dengan para pelaku LGBT. Dijamin tak akan ada yang berani melakukan penyimpangan yang serupa, karena sanksi yang begitu tegas diterapkan kepada seluruh pelaku maksiat, tanpa terkecuali.

Perlu diingat bahwa daulah Islam tidak hanya menaungi kaum muslim saja. Daulah Islam merupakan negara dengan umat yang beragam. Semenjak Rasulullah mendirikan daulah di Madinah, beliau mencontohkan bagaimana kaum muslimin bisa hidup berdampingan dengan umat-umat lainnya, bahkan dengan syariat Islam sebagai peraturan kehidupannya. Begitu pun sepanjang masa kekhilafahan setelahnya. 

Jadi sudah pasti, kelak ketika Islam kembali diterapkan, umat beragama selain Islam tidak lantas diusir atau dikriminalisasi. Mereka akan dibiarkan hidup dan beribadah sesuai dengan keyakinannya, tanpa mencampuradukkan akidah antarumat beragama. Justru penguasa daulah Islam akan membuat mereka menjalankan aturan publik (termasuk dalam hal sistem pergaulan) agar sesuai dengan syariat Islam. Maka mereka pun akan terlindung dari kerusakan-kerusakan, sama seperti kaum muslimin. Maka, sudah amat sangat terlambat jika ada yang teriak-teriak toleransi hari ini. Karena Rasulullah telah mempraktikkannya sejak belasan abad yang lalu. 

Once again, akar persoalan hari ini, termasuk HIV/AIDS bukan soalan toleransi atau pintar-pintarnya manusia semata. Karena ia adalah masalah yang muncul dari sistem rusak, maka solusinya pun adalah sistem. Sudah saatnya kita meninggalkan sistem sekularisme kapitalisme yang meniadakan peran Tuhan dalam kehidupan dan kembali pada sistem warisan Rasulullah. Yakni sistem yang menerapkan aturan ilahi, syariat Islam dalam naungan Khilafah.

Wallahu a’lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Zidniy Ilma Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Relasi Abadi Amerika-Israel 
Next
Jangan Sampai Bangkrut di Akhirat
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

9 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Dyah Rini
Dyah Rini
11 months ago

Sistem Islam sudah punya seperangkat aturan yang bisa mencegah terjadinya penyimpangan seksual. Dengan penerapan sistem pergaulan laki- laki & wanita juga penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku penyimpangan seksual akan efektif mencegah terjangkitnya HIV/ AIDS

Wd Mila
Wd Mila
11 months ago

HIV Aids kan disebabkan oleh seks bebas.. so, selama tidak ada hukum pidana yang membuat jera pelaku zina, maka kasus ini akan terus meningkat. ditambah lagi, maraknya konten-konten yang memang mendukung dan mengarahkan para penonton untuk menormalkan perzinaan itu sendiri...

Wiwik Hayaali
Wiwik Hayaali
11 months ago

Astaghfirullah.

Lindungi kami dari kemaksiatan, kokohkan keimanan dan ketakwaan kami, ya, Allah.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
11 months ago

Kapitalis sumber penyakit, sudah saatnya mengambil solusi Islam.

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
11 months ago

HIV/AIDS terus merusak generasi. Berantas secara tuntas dengan back to Islam kafah

Siti Komariah
Siti Komariah
11 months ago

Ngeri. kasus HIV/AiDS nyata telah meningkat setiap tahunnya di negeri ini. Yah gaya hidup liberal telH diadopsi negeri ini membuat rakyat terkhusus generasi dalam ancamam nyata. Semoga anak-anak kita terhindar dari gaya hidup liberal. Aamiin

Sartinah
Sartinah
11 months ago

Ngeri ya, kerusakan yang sudah diakibatkan oleh penerapan sistem kapitalisme. Tak hanya penyakit AIDS yang darurat karena kebebasan berperilaku, tapi semua lini telah dirusak.

Yuli Juharini
Yuli Juharini
11 months ago

Sesungguhnya jika aturan Islam diterapkan, maka itu untuk kemaslahatan umat. Kalaupun ada yg melanggar, maka sangsinya tidak main-main. Agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya. ODHA dapat terjadi karena salah dlm pergaulan. Kembali pada syariat Islam, agar hidup berkah bebas dari penyakit berbahaya.

Dia dwi arista
Dia dwi arista
11 months ago

Hampir 100 tahun kapitalisme berkuasa, kerusakan sudah di segala lini. Kebebasan merjalela sampai gak punya limit

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram