Hanya lantaran aturan pelarangannya belum diatur dalam undang-undang, bukan berarti pemerintah bebas memberi izin terhadap ekspor kratom.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Rempaka Literasi)
NarasiPost.Com-Indonesia mendapat limpahan cuan dari bisnis kratom. Apalagi dengan tingginya permintaan dari luar negeri, maka potensi pemasukan negara makin besar. Tak hanya negara, masyarakat di beberapa wilayah Indonesia pun banyak yang beralih profesi menjadi petani kratom demi menyambung hidup. Namun, apa jadinya jika tanaman herbal ini diduga masuk dalam kategori narkoba golongan I?
Meski demikian, Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana tetap menggenjot ekspor daun kratom tersebut. Pasalnya, jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor kratom belum diatur oleh Kemendag. Artinya, tanaman kratom belum masuk ke dalam daftar yang diatur ekspornya oleh Kemendag, sehingga tidak bisa dilarang peredarannya. Kemendag pun menyebut akan tetap berhati-hati saat membahas ekspor kratom.
Meski belum mengantongi izin resmi, ekspor kratom terus meningkat. Nilainya pun terbilang cukup besar jika melihat data BPS yang dikelola oleh Kemendag. Pada 2019 misalnya, nilai ekspor kratom sebesar US$9,95 juta, sedangkan pada 2020 meningkat lagi menjadi US$13,16 juta. Trennya terus menunjukkan kenaikan sampai tahun 2022. Pada 2023, nilai ekspornya kembali meningkat. Sejak Januari sampai Mei saja, nilai ekspornya sudah mencapai US$7,33 juta (sekitar Rp114 miliar dengan asumsi kurs Rp15.648 per dolar). (CNBC Indonesia.com, 07/10/2023)
Saat ini perdagangan kratom masih terus dilakukan meski belum mendapat surat persetujuan ekspor dari Kemendag. Apalagi permintaan ekspor kratom dari luar negeri terbilang cukup tinggi, utamanya Amerika Serikat, Jerman, dan Republik Ceko. Lantas, bagaimana sebenarnya kratom dan manfaatnya hingga permintaannya begitu tinggi? Apa pula alasan pemerintah tetap melakukan ekspor kratom meski terindikasi sebagai narkoba golongan I? Bagaimana pula hukum mengonsumsi dan memperdagangkan narkoba?
Mengenal Kratom dan Kontroversinya
Kratom yang memiliki nama latin Mitragyna speciosa merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Papua Nugini. Tanaman ini bisa dikatakan sudah menjadi bagian dari budaya dan kehidupan masyarakat Asia Tenggara selama ratusan tahun. Di Indonesia sendiri, kratom menjadi tanaman endemik yang banyak tumbuh di sejumlah wilayah di Kalimantan.
Selama berabad-abad, masyarakat setempat sudah memanfaatkan tanaman herbal ini untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan, seperti meningkatkan stamina, menjadi obat diare, nyeri otot, batuk, menurunkan tekanan darah tinggi, antimalaria, mengatasi gangguan tidur, dan lain-lain. Alasan inilah yang membuat kratom banyak diekspor ke negara lain, seperti AS dan Eropa. Selain itu, kratom dianggap sebagai komoditas ekspor yang menjanjikan. Tak heran pula jika masyarakat di beberapa wilayah di Kalimantan berlomba-lomba untuk menanam kratom.
Sayangnya, manfaat kesehatan dan potensi ekonomi yang menjanjikan tersebut, berbanding terbalik dengan efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan kratom ini. Fakta ini utamanya terjadi di negara-negara yang mengimpor kratom. Bahkan, efek sampingnya disebut sangat berbahaya bagi kesehatan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh seorang peneliti zat psikoaktif, Swogger dan para koleganya. Dia menyebut, beberapa orang yang mengonsumsi kratom mengalami efek seperti menggunakan candu.
Efek yang terjadi umumnya adalah rasa nyaman dan rileks. Sedangkan jika dosis yang digunakan terbilang tinggi, maka akan merasakan efek seperti euforia. Munculnya efek tersebut disebabkan karena daun kraton mengandung senyawa mitraginin. Selain itu, mengonsumsi kratom juga dapat menimbulkan efek samping pada pikiran dan sistem saraf, sebagaimana efek yang ditimbulkan dari jenis-jenis narkotika. Efeknya seperti mengantuk, pusing, halusinasi dan depresi, sesak napas, kejang, dan koma. Bagi seseorang yang menggunakan kratom dalam jangka waktu yang lama juga dapat mengakibatkan ketergantungan apabila pemakaiannya dihentikan.
Atas dasar itulah, maka pada tahun 2013 lembaga PBB yang menangani permasalahan narkoba, UNOCD, memasukkan kratom ke dalam New Psychoactive Substances (NPS) dengan kategori plant based substances. Artinya, kratom merupakan zat psikoaktif baru yang regulasinya belum jelas atau masih dalam proses. Setali uang dengan PBB, BNN RI pun telah menetapkan kratom sebagai NPS dan memasukannya ke dalam narkotika golongan I. BNN pun menyebut bahwa efek kratom 13 kali lebih berbahaya daripada morfin. (CNN Indonesia.com, 01/10/2023)
Karena alasan tersebut pula, beberapa negara telah melarang penggunaan kratom, seperti Malaysia, Korea Selatan, Inggris, Finlandia, Swedia, Rumania, dan Burma. Sedangkan di Thailand, Australia, dan Myanmar, kratom dianggap ilegal. Anehnya, meski sudah banyak fakta yang menunjukkan bahwa daun kratom berbahaya karena terindikasi sebagai narkoba, pemerintah tetap menggenjot mengekspor kratom.
Demi Cuan?
Besarnya permintaan ekspor kratom dari luar negeri dan iming-iming cuan yang melimpah, seolah mengalahkan fakta bahwa daun herbal tersebut berbahaya. Mendag Zulkifli Hasan bahkan menyebut jika ia tak peduli apakah kratom tersebut disalahgunakan atau tidak, yang penting petani Indonesia diuntungkan. Pernyataan tersebut cenderung mengabaikan nasib orang lain hanya demi berburu keuntungan. Tampaknya pemerintah lupa bahwa sebagian masyarakat negeri ini pun menggunakan kratom sebagai obat herbal. Lantas, apakah pemerintah juga tidak peduli jika rakyatnya mengonsumsi barang-barang yang terindikasi berbahaya bagi kesehatan?
Semangat pemerintah mengizinkan ekspor kratom seolah bertolak belakang dengan upaya negeri ini dalam memerangi peredaran narkoba. Lantas, apalah artinya sosialisasi, rehabilitasi, hingga sanksi yang selama ini dilakukan untuk memutus peredaran narkoba. Jika di saat yang sama pemerintah justru membiarkan kratom beredar bebas tanpa kendali. Jika demikan, sama halnya pemerintah tidak peduli dengan kesehatan dan kehalalan barang-barang yang dikonsumsi masyarakat.
Padahal, negara adalah pengayom dan penanggung jawab seluruh urusan rakyat. Seharusnya pemerintah tak serta-merta memberi izin ekspor tanpa meneliti terlebih dahulu fakta kratom, tentang baik dan buruk atau halal dan haramnya. Hanya lantaran aturan pelarangannya belum diatur dalam undang-undang, bukan berarti pemerintah bebas memberi izin terhadap ekspor kratom. Apalagi dengan adanya penemuan beberapa lembaga bahwa kratom terindikasi sebagai "narkoba baru".
Namun, inilah realitas negara penganut sistem demokrasi kapitalisme. Sistem ini telah menyeret setiap individu, masyarakat, hingga negara untuk menjadikan materi sebagai tujuan tanpa memandang baik dan buruk, apalagi halal dan haram. Sistem ini pula yang menjadikan hukum seolah kalah oleh kepentingan ekonomi. Atas nama keuntungan, semua hal akan dilakukan, termasuk memperdagangkan kratom yang terindikasi sebagai narkoba. Lantas, bagaimana pandangan fikih tentang narkoba?
Narkoba dalam Kacamata Fikih
Salah satu fungsi syariat adalah menjaga jiwa. Oleh karena itu, Islam mengatur semua hal untuk menjaga manusia dari berbagai ancaman dan kerusakan. Salah satunya dari bahaya narkoba. Jika Al-Qur'an telah menyebut dengan jelas tentang keharaman khamar, berbeda halnya dengan narkoba. Narkoba dan obat-obat terlarang lainnya tidak disebutkan secara jelas dalam Al-Qur'an maupun hadis.
Tidak adanya penyebutan keharaman narkoba secara jelas dalam Al-Qur'an seolah menjadi dalih bagi sebagian orang untuk mengonsumsi dan memperdagangkannya. Padahal, dibanding khamar, bahaya yang ditimbulkan dari obat-obatan tersebut jauh lebih besar. Lalu bagaimana pandangan Islam terkait narkoba dan obat-obatan terlarang yang sejenis?
Narkoba adalah zat atau obat (baik yang bersifat sintetis, semisintetis, maupun alamiah), yang ketika dikonsumsi akan menghasilkan efek halusinasi, penurunan kesadaran, serta daya rangsang. Dalam kacamata Islam, obat-obatan terlarang seperti heroin, ganja, dan yang sejenisnya disebut sebagai mukhaddirat. Para ulama pun telah bersepakat bahwa mengonsumsi barang-barang tersebut adalah haram.
Baca juga : https://narasipost.com/opini/12/2020/bisnis-kapitalis-narkoba-terus-eksis-ini-permasalahan-ideologis/
Melihat ekfeknya yang serupa dengan khamar (seperti menghilangkan kesadaran), maka para ulama mengiaskan mukhaddirat tersebut dengan khamar. Keharaman narkoba sebagaimana diungkapkan oleh Umar bin Khattab dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, yang artinya: "Khamar adalah segala sesuatu yang menutup akal."
Di sisi lain, jika Allah mengharamkan mengonsumsi segala sesuatu yang menghilangkan akal (seperti narkoba), maka pada saat yang sama Allah juga mengharamkan transaksi perdagangan dari barang-barang tersebut. Pasalnya, perdagangan narkoba termasuk dalam transaksi suht (haram zatnya), yakni barang-barang yang zatnya haram untuk dikonsumsi, diproduksi, dan diperdagangkan menurut nas-nas Al-Qur'an dan hadis.
Keharusan bertransaksi dengan barang-barang yang halal disandarkan pada hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad:
وَإِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْئٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
Artinya: "Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan juga hasil penjualannya."
Tanggung Jawab Negara
Negara (Khilafah) adalah pihak yang paling bertanggung jawab menentukan standar kehalalan barang-barang yang dikonsumsi masyarakat termasuk obat-obatan. Pada saat yang sama, Khilafah juga bertanggung jawab menjaga kesehatan rakyatnya dari barang ataupun obat-obatan yang berbahaya. Khilafah akan sangat berhati-hati dalam membuat kebijakan, termasuk menentukan halal dan haramnya suatu jenis obat tertentu.
Oleh karena itu, sebelum memberikan izin peredaran di masyarakat, negara akan melakukan riset terhadap berbagai tanaman yang akan digunakan sebagai obat. Riset yang dilakukan oleh para ilmuwan ini akan memisahkan jenis-jenis tanaman mana yang bermanfaat dan berbahaya bagi tubuh. Berdasarkan hasil riset tersebutlah akan diketahui tentang halal dan haramnya obat-obatan yang dikonsumsi masyarakat, sekaligus manfaat dan bahayanya bagi tubuh. Inilah peran penting negara sebagai pelindung umat dari berbagai ancaman dan bahaya.
Khatimah
Larangan mengonsumsi dan memperdagangkan segala sesuatu yang haram sudah dilakukan oleh Islam sejak 14 abad yang lalu. Namun, penerapan sistem sekuler telah mengubah aturan Allah Swt. dari haram menjadi halal. Inilah tabiat sistem demokrasi kapitalisme yang jauh dari dari bimbingan wahyu. Sudah saatnya bagi umat ini untuk kembali pada Islam dan seluruh syariatnya agar keberkahan melingkupi seluruh alam. Hanya di bawah naungan Islam saja, umat akan terjaga dari hal-hal yang membahayakan. Pasalnya, negara benar-benar hadir sebagai pelindung manusia, bukan pelindung ekonomi.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Pentingnya umat hidup dalam aturan syariat Islam. Hanya di bawah naungan Islam saja, umat akan terjaga dari hal-hal yang membahayakan.
Betul mbak Dina, tanpa berpegang pada syariat, ya begini kejadiannya
Usai membaca artikel ini, saya mencari padanan katanya dalam bahasa Jawa dan Madura. Saya khawatir orang-orang di sekitar saya menggunakannya bahkan menjualnya karena kratom masuk narkotika jenis Baru dan pemerintah mengabaikannya hanya karena permintaan ekspornya tinggi. Astaghfirullah
Betul mbak. Masyarakat mungkin banyak yang belum paham, apalagi di pedesaan.
Inilah pemerintah yang gak peduli dengan halal haram
MasyaAllah tulisan Mbak Sartinah mencerahkan sekali. Menambah pengetahuan tentang jenis tanaman yang perlu berhati-hati ketika mengkonsumsinya. Jadi penasaran dengan penampakan tanaman Kratom ini. he he
Alhamdulillah, semoga bermanfaat, mbak.
Harus ke Kalimantan kayaknya kalau penasaran, hehe ...
Itu mhe kalau standar hidup hanya sekadar materi. Demi cuan apa pun itu pasti dilakukan, walaupun menabrak syariat dan membayahakan nyawa orang lain.
Betul. Ciri khas sistem kapitalisme memang begitu. Karena sistemnya udah condong materialistis, ya para penganutnya juga ngikut.
Jika kratom termasuk jenis narkoba semestinya tegas dalam bertindak tak selayaknya diperdagangkan. Jika belum ada aturannya, ada aturan Allah yang melarang memperjualbelikan barang yang memabukkan ini termasuk narkoba. Saatnya back to sistem Islam.
Betul bu, harusnya sih begitu. Tapi ya prinsipnya saat ini karena belum ada undang-undang yang melarang, makanya terus dibiarkan. Apalagi iming-iming cuan yang besar ...
Narkoba itu berbeda dengan khamar. Di ranah fikih sudah ada pembahasan tersendiri. Ada tulisan Ustaz Shiddiq Al Jawi tentang ini. Semoga MUI segera menetapkan status kratom, agar ada kejelasan hukumnya.
Aamiin, semoga saja segera diputuskan hukumnya.
Baru tahu masalah kratom ini. Baarakallah mbak Sar
Aamiin, wa fiik barakallah mbak Dia. Syukran sudah mampi ya
Jazakunnallah khairan katsiran tim NP semoga bisa menambah ilmu bagi para pembacanya