Khitan, Sejarah Panjang Peradaban Manusia

Khitan

Di samping mendatangkan manfaat bagi kesehatan, khitan juga menjadi salah satu identitas keislaman seseorang dan bentuk ketundukan kepada Allah Swt.

Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasi)

NarasiPost.Com-Sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lalu. Dengan membaca sejarah, maka manusia akan mengetahui hal-hal yang terjadi pada masa lampau, baik sebelum maupun setelah Islam datang. Salah satu peristiwa yang terpatri dalam bingkai sejarah dan mungkin tidak banyak diketahui khalayak saat ini adalah tradisi sunat atau khitan.

Khitan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kaum muslim sejak zaman dahulu hingga saat ini, bahkan selamanya. Lantas, jika umat Islam telah terbiasa dengan tradisi khitan, lalu bagaimana dengan masa-masa sebelum datangnya Islam? Apakah umat-umat terdahulu juga melakukan khitan? Jika benar, bagaimana sejarah khitan dari masa ke masa? Bagaimana pula pandangan Islam tentang khitan? 

Khitan dalam Taurat dan Injil

Injil dan Taurat adalah kitab suci yang disebarkan oleh Yesus (Nabi Isa a.s.) dan Nabi Musa a.s. Dalam ajaran Injil dan Taurat, disebutkan bahwa setiap laki-laki diperintahkan untuk berkhitan. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Yesus. Menurut Injil Lukas, Yesus disebut telah disunat pada hari ke delapan setelah kelahirannya (Wikipedia). Demikian pula dengan ajaran Yahudi yang memercayai bahwa Tuhan telah berkata kepada Abraham agar setiap laki-kaki di antara mereka harus disunat. (Bbc.com, 01/10/2023)

Sayangnya, ajaran ini (tentang khitan) sudah ditinggalkan oleh para pengikutnya. Para penganut Yudaisme (Yahudi) dan Kristen memang masih mempertahankan tradisi-tradisi lain, seperti merayakan Natal dan Hanukkah (Paskah), tetapi telah meninggalkan praktik khitan. Faktor awal yang menyebabkan Kristen dan Yudaisme meninggalkan tradisi sunat adalah adanya perpecahan mengenai khitan yang terjadi sekitar tahun 50, sebagaimana dijelaskan dalam Perjanjian Baru.

Tokoh utama yang sangat berperan dalam konflik tersebut adalah Santo Paulus dan Santo Petrus. Santo Paulus menjadi pihak yang menganjurkan khitan bagi mereka yang ingin menjadi Kristen, sedangkan Santo Petrus justru sebaliknya. Yakni tidak menganjurkan khitan bagi orang-orang yang hendak masuk Kristen.

Santo Petrus adalah orang yang menyebarkan ajaran kristiani di kalangan bangsa Yahudi, sedangkan Santo Paulus yang saat itu berpredikat Paulus dari Tarsus, menjadi orang yang paling antusias menyebarkan ajaran Yesus ke seluruh dunia, khususnya di kalangan orang-orang non-Yahudi. (Bbc.com, 01/10/2023) 

Namun, bagi kalangan non-Yahudi, khitan dianggap sebagai mutilasi alat kelamin, bahkan disamakan dengan pengebirian. Hal ini sebagaimana tercantum dalam sebuah buku yang bertajuk Paul and Gender karya Cynthia Long Westfall, seorang profesor Alkitab Perjanjian Baru di McMaster Divinity College, Canada. Menurutnya, khitan memiliki stigma di dunia Yunani-Romawi, yakni dianggap sebagai proses yang sangat menyakitkan bagi kaum lelaki dewasa.

Pada akhirnya pertikaian Santo Petrus dan Santo Paulus dapat didamaikan dalam satu kesepakatan, yakni tidak lagi menyuruh orang-orang untuk disunat. Dalam sebuah khotbahnya, Paulus mengatakan bahwa para penganut kristiani tidak perlu disunat. Menurutnya, satu-satunya hal yang dibutuhkan untuk menerima keselamatan dari Tuhan adalah iman. Sunat atau tidak, bukanlah masalah. Yang utama adalah menaati semua hukum-hukum Tuhan.

Meski secara umum hukum Musa (di antaranya tentang keharusan khitan) telah dihapuskan oleh gereja, tetapi beberapa wilayah di Afrika masih melakukan praktik khitan dalam upacara-upacara ritual mereka. Seperti yang masih dilakukan oleh Kristen Ortodoks di Etiopia, Kristen Koptik di Mesir, dan Gereja Nomiya di Kenya. Praktik khitan pun masih dilakukan di beberapa negara di dunia meski mayoritas penduduknya beragama Kristen. Hanya saja, alasan dilakukannya tradisi khitan oleh bangsa-bangsa tersebut saat itu adalah untuk kesehatan, bukan dilatarbelakangi oleh faktor agama. 

Seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Pada tahun 1870 misalnya, salah satu pendiri American Medical Association, dokter Lewis Sayre, mulai memopulerkan khitan di Amerika Serikat (AS). Menurutnya, tradisi khitan tersebut dilakukan untuk mencegah atau menyembuhkan penyakit tertentu. Jadi, tujuan utamanya adalah kesehatan. Setelah AS, praktik khitan pun mulai menjalar ke Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.

Sejarah Khitan dari Masa ke Masa

Sebagian orang mungkin memahami bahwa tradisi khitan pertama kali berasal dari Islam. Namun, faktanya tidaklah demikian. Praktik ini ternyata sudah terjadi sejak zaman dahulu, bahkan jauh sebelum datangnya Islam. Berdasarkan catatan sejarah dan beberapa literatur, tradisi khitan bahkan sudah ada sejak zaman Nabi Adam a.s. Namun, banyaknya pengikut Nabi Adam a.s. yang disebut sudah meninggalkan syariat ini (khitan) membuat Nabi Ibrahim a.s. diperintahkan untuk menghidupkan kembali syariat tersebut. (Republika.co.id, 11/04/2020)

Dari beberapa literatur dan catatan sejarah pula, dapat diketahui bahwa bangsa-bangsa sebelum diutusnya para nabi sudah melakukan praktik sunat atau khitan. Sebagaimana yang terjadi pada masa Sumeria Kuno dan Babilonia (sekitar tahun 3500 SM), disebutkan bahwa tradisi khitan sudah dilakukan oleh masyarakat setempat. Informasi tersebut diperoleh dari sejumlah prasasti milik bangsa Sumeria Kuno dan Babilonia. Prasasti tersebut menuliskan secara terperinci tentang praktik-praktik khitan yang terjadi pada masa itu.

Selain Sumeria Kuno dan Babilonia, tradisi sunat juga dilakukan oleh bangsa Mesir Kuno. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 2200 SM. Bukti tersebut dapat disaksikan dalam prasasti yang tertera pada makam Raja Mesir, Tutankhamun (Firaun dari dinasti ke-18 Mesir, sekitar tahun 1333 SM–1324 SM). Dalam prasasti tersebut, tertulis tentang berkhitan di kalangan raja-raja (Firaun). Prasasti tersebut juga mendeskripsikan bahwa pada masa itu mereka menggunakan balsam untuk menghilangkan rasa sakit setelah dikhitan.

Tradisi sunat atau khitan terus menurun hingga ke bangsa Yahudi. Perintah ini bahkan tercantum dalam Talmud (tafsir atas Zabur). Di dalamnya disebutkan bahwa laki-laki yang tidak berkhitan dikategorikan sebagai orang musyrik yang jahat. Pun demikian dengan bangsa Arab jahiliah (masa sebelum datangnya Islam) yang juga sudah terbiasa melakukan praktik khitan. Tradisi tersebut dilakukan karena mengikuti leluhur mereka yakni Nabi Ibrahim a.s. Dari ajaran Nabi Ibrahim a.s. inilah, praktik khitan terus dilakukan oleh para nabi dan rasul setelahnya hingga di masa peradaban Islam. Lantas, bagaimana khitan atau sunat dalam pandangan Islam? 

Khitan dalam Islam

Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Syariatnya mengatur seluruh urusan manusia, mulai dari yang kecil hingga yang paling besar. Selain itu, Islam merupakan agama yang menaruh perhatian besar terhadap masalah kebersihan. Salah satunya adalah adanya anjuran berkhitan. Secara etimologi, khitan berarti memotong. Sedangkan menurut istilah, khitan adalah memotong atau membuka kulit yang menutupi ujung kemaluan. 

Tujuan dari proses khitan bagi seorang muslim adalah lebih mendekatkan pada kebersihan sehingga ketika membuang air kecil tidak tertinggal kotoran dan bersih dari najis. Sedangkan bagi perempuan, khitan bertujuan untuk mengecilkan syahwatnya. Meski demikian, ini bukanlah sebuah kewajiban bagi perempuan. Artinya, jika tidak berkhitan maka tidaklah berdosa.

Di samping mendatangkan manfaat bagi kesehatan, khitan juga menjadi salah satu identitas keislaman seseorang dan bentuk ketundukan kepada Allah Swt. Praktik ini pun sudah dilakukan sejak diutusnya Nabi Ibrahim a.s., sebagaimana tertuang dalam kitab bertajuk Mughni Al-Muhtaj. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim a.s. adalah laki-laki pertama yang berkhitan. Namun, dalam riwayat lain, tradisi khitan justru sudah ada sejak masa jahiliah, bahkan ada yang menyebut sejak diutusnya Nabi Adam a.s.

Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh menghilangkan praktik yang menjadi fitrah manusia tersebut. Sebagian ulama menyebut bahwa yang dimaksud fitrah di sini adalah sunah. Sebagaimana tertuang dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

الفِطْرَةُ خَمْسٌ، أَوْ خَمْسٌ مِنَ الفِطْرَةِ: الخِتَانُ، وَالاسْتِحْدَادُ، وَتَقْلِيمُ الأظْفَارِ، وَنَتْفُ الإبطِ، وَقَصُّ الشَّارِبِ.

Artinya: "Fitrah (manusia) ada lima: khitan, memotong bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, memotong kumis."

Khatimah

Demikianlah, tradisi khitan memang memiliki sejarah panjang. Sejarah panjang dilakukannya khitan menunjukkan bahwa praktik ini sudah ada jauh sebelum datangnya Islam. Selain itu, tradisi yang sudah turun-terumun dari masa jahiliah hingga kini, menunjukkan bahwa khitan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Namun, seorang muslim tak seharusnya mengambil satu syariat karena adanya manfaat semata. Lebih dari itu, syariat diambil dan dipraktikkan semata-mata demi menunjukkan ketaatannya kepada Sang Pencipta. Satu hal yang pasti, Allah Swt. menurunkan syariat tentunya demi kebaikan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Elegi Bunuh Diri, Pakistan Penuh Tragedi
Next
Mengatasi Polusi Mikroplastik dengan Aturan Islam
4.8 4 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

11 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Ragil
Ragil
1 year ago

Semua agama samawi memerintahkan untuk khitan, tapi hanya Islam yang terjaga pelaksanaannya hingga kini.

Dyah Rini
Dyah Rini
1 year ago

Memang benar Mbak syariat Islam harus diambil tanpa harus mencari- cari illat (sebab diturunkan syariat) karena semua syariat Allah pasti membawa maslahat pada manusia.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Dyah Rini
1 year ago

Betul mbak Dyah. Semoga umat Islam bisa memahami semua syariat yang turunkan adalah untuk kebaikan manusia sendiri.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
1 year ago

Baru tahu sejarah khitan. Ternyata sudah ada sejak zaman Nabi Adam a.s.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Mariyah Zawawi
1 year ago

Betul bu. Itulah untungnya membaca dan menulis ya, jadi tahu sesuatu terus.

Wd Mila
Wd Mila
1 year ago

Khitan dilakukan semata mata karena perintah Allah Swt... terlepas bagaimana pun kontoversinya..MasyaaAllah, barakallah Mba

Sartinah
Sartinah
Reply to  Wd Mila
1 year ago

Aamiin, wa fiik barakallah mbak Mila. Syukran ya sudah mampir.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
1 year ago

MasyaAllah, manfaat khitan, sejarah khitan, hingga tradisi khitan di ulas secara detail di rubrik ini. Barakallah untuk mbak Sartinah, keren.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Isty Da'iyah
1 year ago

Alhamdulillah, syukran mbak Isty sudah mampir, wa fiik barakallah

Wiwik Hayaali
Wiwik Hayaali
1 year ago

Syari'at diambil dan dipraktikkan semata-mata untuk menunjukkan ketaatannya kepada Sang Pencipta, sepakat.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Wiwik Hayaali
1 year ago

Alhamdulillah, syukran mbak Wiwik udah mampir

bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram