Kasus kekerasan terhadap perempuan akan terus terjadi apabila sekularisme kapitalisme masih menjadi asas dalam sebuah negara dan kepemimpinan berpikir individu.
Oleh. Mutiara
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kasus kekerasan terhadap perempuan terkhusus pada ranah rumah tangga belakangan semakin banyak diberitakan. Bahkan, bukan sekadar kekerasan namun sampai pada penghilangan nyawa. Beberapa kasus di antaranya terjadi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, seorang suami membunuh istrinya lantaran kesal ditanyai perihal uang belanja (Republika.com, 12/09/2023).
Kasus lain juga terjadi di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, seorang juru parkir membunuh istrinya setelah terlibat cekcok masalah pendapatan juru parkir sebesar Rp100.000 yang ingin dipegang sendiri oleh sang juru parkir (Kompas.com, 15/09/2023). Sementara pada Kamis, 7 September 2023 di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, juga terjadi seorang suami yang tega menusuk istrinya hingga tewas lantaran tidak terima digugat cerai. (Kompas.com, 16/09/2023)
Kasus kekerasan dalam rumah tangga seperti ini bukan sekali dua kali terjadi. Banyaknya kasus KDRT dengan berbagai penyebab yang melatarbelakanginya menunjukkan lemahnya pengelolaan emosi dalam sistem sekularisme kapitalisme. Terpisahnya kehidupan dan agama (sekuler) menciptakan jauhnya manusia dari benteng keimanan, sehingga hawa nafsu menjadi dominan dalam menyelesaikan masalah serta mengikis daya tahan dalam menghadapi persoalan kehidupan.
Pun demikian, akhirnya pernikahan semakin jauh dari visi besar menciptakan peradaban gemilang yang berkah dunia dan akhirat. Jauhnya keimanan juga telah menjauhkan kehidupan rumah sebagai rumahku surgaku (baiti jannati). Inilah potret buram kehidupan sekuler kapitalistik.
Iman merupakan benteng pertahanan menjaga kewarasan dalam kehidupan yang semakin mencekik hari ini. Jadi apabila aspek mendasar ini jauh atau bahkan hilang, maka tentu akan sangat sulit mempertahankan kewarasan dan kesabaran dalam menghadapi peliknya persoalan hidup. Tidak dapat dimungkiri, hidup dalam sistem kapitalisme sangat menggerus kewarasan. Sistem ekonomi kapitalisme telah menciptakan kesenjangan ekonomi si kaya dan si miskin yang sangat jauh. Sebab kekayaan hanya berputar pada pemilik modal saja, di mana mereka menguasai sektor-sektor strategis.
Begitu pula negara seolah lepas tangan dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat dan menjamin lapangan pekerjaan bagi mereka. Bahan pokok semakin mahal tetapi penghasilan tidak kunjung meningkat. Sehingga masalah ekonomi menjadi sangat pelik bagi kalangan menengah ke bawah. Sebab inilah yang terkadang membawa manusia melakukan tindak kriminal semisal KDRT.
Sangat jelas, bahwa kasus KDRT tidak cukup diselesaikan dengan menjerumuskan pelaku ke dalam penjara. Pun tidak juga dengan memperjuangkan bahwa perempuan harus setara dengan laki-laki, atau cukup dengan melibatkan perempuan dalam kancah politik pembuat kebijakan. Sebab, persoalan utamanya bukan itu. Bukan karena perempuan adalah makhluk yang dianggap lemah oleh laki-laki, bukan pula karena perempuan dianggap kaum marginal. Tetapi persoalan utamanya adalah karena sistem hidup yang diterapkan yang telah menciptakan seluruh persoalan cabang di atas.
Sistem hidup sekularisme kapitalismelah yang menjadi biang kerok. Kasus kekerasan terhadap perempuan akan terus terjadi apabila sekularisme kapitalisme masih menjadi asas dalam sebuah negara dan kepemimpinan berpikir individu. Pada faktanya, berbagai solusi telah dicoba tetapi tetap tidak meyelesaikan kasus seperti ini. Karena yang diselesaikan hanyalah masalah cabang yang lahir dari sebuah asas yang mendasari.
Untuk itu, mengganti sistem hidup yang dipakai adalah solusi fundamental. Tentu, sistem terbaik sejatinya berasal dari Pencipta manusia yang paling mengetahui manusia sebagai ciptaannya. Sistem tersebut tidak lain adalah sistem Islam.
Akidah Islam sebagai kepemimpinan berpikir yang diemban oleh individu meniscayakan keimanan sebagai perisai untuk sabar dan tetap dalam kewarasan dalam menghadapi beratnya kehidupan, sehingga menjauhkan dari maksiat. Akidah Islam memberikan kekuatan dan kesabaran seorang hamba dalam menghadapi kesulitan dan beratnya kehidupan.
Begitu pula, visi pernikahan yang diemban jauh melampaui kehidupan dunia. Sebab adanya kesadaran akan penghisaban di akhirat kelak dan Allah telah memerintahkan penjagaan terhadap keluarga dari api neraka, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَة
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…”(QS At-Tahrim: 6)
Begitu pula Islam yang diemban oleh negara akan senantiasa menjaga kewarasan setiap individu Masyarakat, dengan menciptakan kesejahteraan hidup dalam suasana keimanan dengan penerapan Islam kaffah. Negara dalam Islam berperan mengurusi urusan umat, termasuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu, dan menjamin kepala rumah tangga mampu memenuhi kewajibannya untuk menafkahi keluarganya. Hal tersebut dikarenakan pemimpin dalam Islam adalah perisai yang bertanggung jawab atas rakyatnya.
Sebagaimana hadis Rasulullah saw.:
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menjadi perisai bagi rakyatnya meniscayakan imam atau khalifah harus kuat, berani dan terdepan bukan orang yang lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi pada institusi negaranya yang dibangun atas fondasi yang sama, yaitu akidah Islam.
Wallahu a’lam bishawab.[]
Sepakat, kita perlu sebuah ketaatan individu terhadap hukum Allah, yang juga dilaksanakan oleh masyarakat dan perku peran negara untuk melalsanakan hukum2 Allah.